Bab 8

“Semua penyesalanku sudah tak berarti apa-apa sekarang. Yang hanya bisa kulakukan saat ini adalah semoga pintu hatimu terbuka untuk memaafkanku” ~James~

.

.

.

Dari kejadian pertemuan itu. Semua pergerakan James dikontrol oleh Kevin. Mata-mata 24 jam mengikuti kemanapun James berada.

Dan James pun juga sangat yakin untuk berubah dan berjanji pada dirinya sendiri akan mendapat restu itu. Awal pertama yang James lakukan meninggalkan semua kebiasaan buruknya. Seperti bersama wanitanya diluar sana. Tidur dengan wanita bebas, mabuk, dan hal buruk semua James sudah berhenti.

Ia pun selain bekerja untuk Kevin, James pun sekarang bekerja di kantor Kevin. Ia menjadi sekretaris kedua Kevin. Itupun untuk mempermudah Kevin mengawasi langsung kelakuan James.

Selama 6 bulan dan tepat hubungan 1 tahun berpacaran akhirnya mereka mendapat restu. Adel dan semua keluarga juga sudah percaya dengan perubahan James. James pun memang berubah 100% ia full meninggalkan dunia malamnya dan hanya fokus bekerja di kantor Kevin.

Hingga hubungan mereka berjalan mulus, tak perlu sembunyi-sembunyi lagi dan saling menguatkan satu dengan yang lain.

🍵🍵

Tiba-tiba suara Axel membuyarkan lamunan panjang Aqila yang diikuti menghapus kasar air matanya ketika mengingat 4 tahun yang lalu.

“Aqila.”

“Ah iya kak,” seru Qila dengan menghapus air matanya.

“Kamu lagi ngelamunin apa sih sampek kakak panggil-panggil gak denger,” gerutu Axel.

“Gak ada kak, cuma keinget masa lalu dikit,” ucap Qila dengan memaksakan senyum.

Axel hanya bisa menghela nafas kasar. Ia tau apa yang berada dipikiran sang adik itu. Tetapi ia memilih diam dan menunggu sang adik bicara sendiri.

“Dokumennya ada kak?” tanya Qila untuk menghapus rasa canggung itu.

“Ini,” menyodorkan map ke tangan Qila.

“Makasih ya kak,” ucap Qila.

Axel mengangguk lalu ia mendudukkan dirinya kembali pada kursi tunggu samping ranjang Qila.

Qila sendiri ia membuka berkas itu dan melihatnya. Berkas yang ia pegang adalah berkas milik perusahaan Kevin. Memang sekali-sekali Qila membantu untuk menjalankan perusahaan demi permintaan kakak iparnya itu.

Keduanya asyik dengan kesibukan masing-masing hingga suara pintu di buka kasar menarik perhatiannya.

Ceklek.

“La kamu gakpapa?” tanya James dengan tergopoh menuju ranjang Aqila.

Karena suara pintu dibuka kasar membuat Alex terbangun dari tidurnya.

Axel pun berdiri dan menarik kerah baju James.

“Ngapain lo kesini hah,” bentak Axel.

“Lepasin,” berusaha menepis tangan Axel yang berada di kerah bajunya tetapi tidak bisa.

“Gue mau liat kondisi Qila,” sambung James.

“Apa lo kurang puas hah? Lo gak liat gara-gara lo adik gue sakit lo emang brengsek.”

Bugg.

Tanpa aba-aba Axel memukul wajah James dengan keras hingga sang empu terhuyung kebelakang dan memegang pipinya yang sudah membiru.

“Pergi,” usir Axel dengan suara menggelegar.

“Gue gak akan pergi sebelum gue tau kondisi Qila,” teriak James.

“Berarti lo siap mati ditangan gue” seru Axel dengan nafas menderu.

Jangan tanyakan kekuatan Axel. Axel pintar dalam silat dan ilmu bela dirinya. Ia sudah berlatih sejak sekolah. Jadi daya tahan tubuhnya pun kuat sekarang.

Axel berjalan dengan cepat kearah James. Ia memukul wajah James kembali hingga sudut bibir James sobek.

Bug bug.

Pukulan bertubi-tubi dilayangkan oleh Axel tetapi tak satu pun dibalas oleh James. James sudah pasrah karena memang ini kesalahannya.

Ia yang menyebabkan wanitanya sakit, ia juga yang telah bermain api dibelakang Aqila. Ia berhak dapat balasan atas kelakuannya pikir James.

Aqila sendiri hanya diam. Ia tidak berniat melerai sang kakak yang sudah kalap. Ia sudah masa bodo dengan lelaki itu. Sakit yang ditorehkan sudah sangat dalam.

Wajah James pun sudah babak belur tetapi tak membuat Axel ingin berhenti dalam memukulnya hingga suara sang Kakak Adel datang.

“Axel berhenti,” teriak Adel.

Ya Adel dan Kevin baru saja datang dan ketika ia akan masuk mereka sudah dikejutkan dengan perkelahian Axel dan James.

Adel langsung berjalan menuju sang Adik. Wajah Axel sudah merah padam dan nafas menderu sepertinya ia belum puas memukuli wajah pria itu.

“Axel udah sayang udah,” bujuk Adel dengan memeluk sang Adik.

“Kamu gak mau kan jadi pembunuh cuma gara-gara mukulin dia,” sambung Adel.

Axel mengangguk, dengan dibantu Adel ia berdiri dan berjalan menuju kursi samping sang adik yang masih menatap datar ke arah James.

Kevin sendiri ia menghampiri James.

“Sebaiknya kamu pergi dari sini karena kami sudah muak sama kamu,” seru dingin Kevin.

“Saya mohon sekali ini saja sebentar saya bertemu dia dan berbicara,” menatap Aqila yang hanya balik menatap datar James.

“Tidak ada kesempatan apapun untukmu. Keluar,” menunjuk pintu ruangan Aqila.

Mau tak mau James keluar dengan dibantu Alex. Bagaimanapun Alex masih ada rasa iba pada sahabatnya itu tetapi ia juga tak bisa berkata apa-apa karena kesalahan semua berada pada James.

--*--

Alex membawa James menuju ruangan UGD untuk dirawat luka lebam di wajahnya. Tanpa protes James pun menurut, meski lukanya terasa perih ia tak mengaduh. Menurutnya penyesalan dihatinya lebih sakit daripada wajahnya.

James hanya bisa menatap sendu kedepan. Tanpa peduli suster disampingnya ia hanya diam seperti robot. Setelah selesai Alex menyelesaikan biaya perawatan dan segera membawa temannya pergi.

“Ayo masuk,” suruh Alex membukakan pintu mobil.

James menurut ia duduk disamping kemudi dengan diam. Alex pun memutari mobil dan segera duduk dikursi kemudi. Melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang Alex akan membawa James pulang.

Apartemen James.

“Lo duduk dulu,” suruh Alex.

James masih terdiam. Alex sendiri pergi ke dapur membuatkan teh hangat untuk dirinya dan James. Berkutat 10 menit akhirnya jadi. Ia kembali ke ruang tamu mendekati James.

“Minum James,” ujar Alex setelah ia meletakkan secangkir teh hangat di meja.

James menggeleng.

“Minum sekarang biar lo tenang,” suruh Alex.

“Gua gak mau. Gue mau ketemu Aqila dan ngomong sama dia,” ucap James dengan wajah sendu.

Kalau sudah begini pasti siapa saja yang melihat menjadi iba. Sejujurnya Alex ingin membantu James tetapi ia tak memiliki keberanian untuk melawan Kevin.

“Lo denger sendiri kan? Tuan gak bakal kasih kesempatan lagi sama lo,” ucap Alex.

“Gue tau, tapi gue pengen nemuin Qila sekali aja,” masih kekeh.

“Gue gak habis pikir sama lo James. Lo yang main api terus Qila pergi tapi sekarang lo yang sakit hati dan pengen ketemu dia,” geram Alex.

“Gue menyesal Lex. Gue pengen lanjut sama Qila,” teriak James.

“Lo gak sadar hah! Gara-gara lo sendiri Aqila pergi,” tak kalah berteriak Alex.

“Dia pergi karena lo selingkuh. Salah lo sendiri ngapain lo main api dibelakangnya? Hah jawab gue. Jawab gue James. Padahal Aqila disana kerja bukan main tapi lo disini khianatin dia,” sambung Alex dengan wajah merah padam.

Ia melampiaskan kekecewaannya pada sang sahabatnya itu agar bisa membuka hati James bahwa kesalahan terbesar ada pada dirinya.

--*--

Gimana gimana babang Alex keren kan hihi. Bentak-bentak babang James. Sekalian di gebukin aja BangLex ntar ane ngikut hahaha.

Ayo jangan lupa LIKE, KOMEN DAN RATE BINTANG 5.

Vote poin dan koin ya kalau ada untukku biar makin semangat.

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***