Hilangnya Perasaan

Bian masih terlihat kecewa, dia jadi teringat semua perkataan Dea padanya. Dia lalu membuka ponsel di mana bukti-bukti yang dikirimkan Dea masih ada di sana.

"Kau yang memulainya," ucap Bian seraya memperlihatkan beberapa potret perempuan itu.

"Aku selama ini selalu belajar dengan keras dan ingin menjemputmu supaya kita bisa hidup lebih baik tapi..."

Bian belum menyelesaikan kalimatnya tapi terdengar tawa dari April yang membuat lelaki itu mengerutkan keningnya dalam.

"Apa menurutmu ini lucu?" kesal Bian.

"Ya, sangat lucu," sahut April yang masih tertawa.

Perempuan itu mendekat supaya Bian bisa melihatnya secara jelas.

"Kalau kau benar-benar memintaku untuk menunggu, seharusnya kau percaya padaku, bukan percaya pada foto-foto yang bisa saja itu palsu," ucap April.

Kini dia sudah yakin langkah apa yang harus perempuan itu ambil.

Semuanya sudah jelas kalau Dea memang memanipulasi keadaan.

"Aku bekerja di bar karena mengalah pada Dea tapi ternyata dia juga ingin mengambil laki-laki yang aku sukai," lanjutnya.

Bian membelalakkan mata mendengar itu, dia fokus pada laki-laki yang disukai April adalah dirinya.

"Sekarang semuanya sudah jelas, bukan?" April menatap Bian dengan tatapan nyalang. Perasaan suka itu sepertinya memang sudah tidak ada karena berganti menjadi rasa kekecewaan yang mendalam.

"Kita akhiri semuanya sekarang, aku sudah mempunyai kekasih, kau pun juga sudah mempunyai Dea!"

Bian menggelengkan kepalanya dengan kuat. "Ini tidak benar, kita harus mengakhiri salah paham ini!"

"Aku akan menerimamu apa adanya, jadi bisakah kita mulai semua dari awal?"

Lelaki itu menatap April penuh harap karena merasa masih mempunyai kesempatan. Sampai ada suara yang mengalihkan atensi mereka.

"Tidak!"

Suara bariton itu terdengar jelas di telinga April dan Bian.

Sesosok lelaki tampan datang dan sedikit mendengar permintaan Bian yang tidak tahu malu itu.

"Adam?" gumam April yang tidak menyangka kalau kekasih kontraknya datang.

Kesempatan itu April gunakan untuk berlari ke arah Adam dan memeluknya supaya dia bisa terbebas dari Bian.

"Kau datang, sayang?" tanya April seraya menenggelamkan wajahnya di dada bidang Adam yang lebar.

Adam membalas pelukan April tapi matanya fokus pada Bian yang mematung di tempatnya.

"Jadi, kau izin tidak masuk kerja untuk menculik kekasih seseorang?" tanya Adam kemudian.

"Bu... bukan seperti itu," Bian jadi bingung sendiri.

"Sudahlah!" Adam tidak mau banyak berbasa-basi lagi.

"Aku memaafkanmu kali ini tapi jika hal seperti ini sampai terulang lagi, maka aku tidak akan segan-segan untuk mengambil tindakan tegas!"

Adam lalu membawa April untuk pergi dari tempat itu. Dia sampai meninggalkan pekerjaan dan lagi-lagi harus melakukan sesuatu di luar jadwalnya hanya karena mendapat laporan kalau April dibawa pergi oleh Bian.

"Kau tidak perlu repot-repot sampai sejauh ini, aku bisa menyelesaikan masalahku sendiri dengan Bian," ucap April ketika sudah masuk ke dalam mobil.

"Apa kau yakin tidak akan tergoda dengan bujuk rayunya?" tanya Adam yang merasa tidak yakin.

April menatap jendela mobil sambil memejamkan matanya, dia merasakan kebebasan setelah berbicara dengan Bian sebelumnya. Dia sangat puas melihat wajah lelaki yang tampak linglung itu.

Dia akan membuat Bian menyesali perbuatannya sendiri.

"Ya, aku yakin," jawab April yan merasa perasaan suka pada Bian sudah hilang terbawa angin.

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***