"Mas...salaman dulu dong, ini Sefi anak Tante Maya yang sering mama ceritain, cantik kan?" tanya mama siska sambil menyikut Akbar pelan, karena Akbar dari tadi bengong saja kaya triplek alias datar tanpa ekspresi.
"eh iya, Akbar" ucap Akbar mengulurkan tangan kanannya seraya bangun dari kursinya itu, disambut oleh tangan mama Maya dengan senyuman khas ibu yang melihat anaknya, namun Sefi masih terbengong bak patung manekin yang sejak tadi dia lihat di setiap toko belanja.
"nak..." ucap Bu Maya menyentuh pundak Sefi, dia seketika gelagapan kemudian tersenyum manis menerima uluran tangan Akbar.
Jujur Akbar seketika terpesona dengan senyuman itu, hatinya dag dig dug seerr....namun rasionalnya kembali 3 detik berikutnya, 'ugh anak SD, masa mama mau jodohin aku sama anak ABG sih, pusing nanti kalo labil' batin Akbar berkecamuk, namun tak iya perlihatkan, hanya senyum simpul ala kadarnya khas kalo dia sedang berbisnis.
Namun dimata Sefi senyuman kecil itulah yang terindah didunia, lain dari pada yang lain, seperti dia akan masuk surga kalo menatap senyum itu lebih dari 2 menit saja, seketika Umi memalingkan pandangannya dan menyentuh hidungnya, takut kali aja ada darah keluar, 'iihh Sefi...jangan ngeres pikirannya, astaghfirullahaladzim, ya Alloh ampuni hamba menyukai ciptaanmu melebihi engkau' batin Umi yang langsung sadar.
"ayo duduk, pesen makan dulu" ucap Bu Siska menyuruh Bu Maya dan Umi duduk di hadapan mereka.
para ibu itu asyik bercakap-cakap ngalor ngidul sendiri, Akbar sudah sibuk dengan handphonenya sendiri, meski terkadang curi-curi pandang, itu juga terjadi dengan Umi, dia membaca daftar menu dan meminta jus alpukat coklat yang sangat iya sukai, setelah minuman datangpun dia sibuk dengan handphonenya membuka makalah melalui Mbah gugel itung-itung menambah daftar materi diperpustaakan otaknya, sebelum ujian penerimaan akan dilaksanakan dia harus sudah siap.
"ih putri mama sibuk sendiri, ngobrol-ngobrol dong sama mas Akbar" ucap Bu Maya, yang justru membuat Umi kikuk, masa iya dia yang ngajak ngobrol duluan, tapi teringat dua hari lalu dia entah memiliki keberanian dari mana bisa-bisanya nembak Akbar begitu saja.
Akbar yang mendengar namanya disebut memasang telinganya fokus, dalam benaknya terbayang gadis yang dengan lantang menembaknya, namun sekarang kenapa melempem kaya krupuk ayem.
Ditolehnya wajah imut manis itu, pipinya ya ampun....aku pengen nyubit itu bakpao, apa ucapanku terlalu kasar kemarin itu ya? Ngga lah, kalo iya kuterima kan aku yang turun harga dirinya, masa iya cewek nembak cowok, ngga gentle banget aku, pikir Akbar.
Apalagi dia sebal, pasti gadis ini sedang akting, nyatanya setelah dia kutolak sekarang mamanya jodohin, tapi kenapa sekarang dia mengkerut kaya tikus ketangkep kucing, Hem...harus waspada dengan wajah polos itu.
"Mas...ayo ajak bicara" ucap mama Siska.
mengkodenya dengan kedua matanya itu, Akbar hanya bisa menghela napas dibatinnya.
"kamu masih sekolah?" tanya Akbar meski dengan tak ikhlas.
"Baru lulus om kemarin" ucap Umi kikuk, lalu memandang ke arah jalan raya yang terlihat dari kaca restoran itu.
"kok manggilnya om sih, mas gitu" ucap mama Maya, yang hanya disambut wajah polos tak mengerti Umi, dalam hati umi berkata, apaan mas, orang kemarin dia yang bilang paman sama ponakan, brati minta dipanggil om kan?.
"jeng...tadi saya lihat ada baju bagus itu di toko sana, kita lihat dulu yuk" ucap Bu Siska mengajak Bu Maya , yang hanya alasan saja, untuk mereka berdua bercakap-cakap.
setelah 10 menit pergi, dirasa sudah tak ada ibunya, Akbar mengungkapkan yang sedari tadi ada di hatinya.
"Jadi kutolak, orang tua bertindak?" tanya Akbar sinis, yang hanya disambut wajah tak mengerti Umi, Umi hanya memainkan handphonenya , karena tak nyambung di otaknya perkataan tadi.
"CK" ucap Akbar mencebik, masih pula dia akting sok polos, pikir Akbar.
dan mereka berdua hanya minum dan main handphone sendiri, menunggu ibunya kembali.
Yang ternyata kedua ibunya dengan menunggu interaksi antar anaknya itu dari meja sebrang, mereka sudah berganti pakaian dan kerudung, supaya tak dikenali, namun angan tinggal angan, tak ada interaksi antara keduanya ,meski duduk berhadapanpun.
Namun saat hampir pupus harapan ibu mereka, Akbar yang membuka suaranya lagi.
"Jangan terima perjodohan ini" ucap Akbar, karena dia masih ingin fokus dengan kerjaannya, saat ini sedang pesatnya jadi mesti ekstra fokus, takut ada rival yang tiba-tiba menjatuhkan, dia harus siap siaga.
"Ya udah ngga usah diterima" ucap Umi, yang sebenernya hatinya sakit, baru kemarin di tolak, sekarang seperti Alloh membukakan jalan melalui ibunyapun, dia masih menolak, jadi mungkin memang Umi belum pantas untuk menjadi pendampingnya, bulir air sudah menggenang di pelupuk mata yang indah itu.
Namun Akbar tak memperhatikan itu, dia mengatakan yang berikutnya membuat hati Umi semakin perih.
"Saya ngga suka sama kamu, jangan paksa saya untuk menikahimu, apalagi kaya paman sama ponakannya" ucap Akbar lalu memainkan handphonenya.
"Iya om, tau kok, udah sadar diri" ucap Umi yang mengusap matanya buru-buru tanpa diketahuinya, dengan menutup wajahnya menggunakan kerudungnya dia beranjak.
"Bilang mama, aku ke toilet" ucap Umi lalu berlalu dengan langkah panjang agar cepat-cepat pergi dari sana.
Akbar sedetik melihat pipinya basah saat Umi bangun kerudung yang menutupinya tak semua tertutupi.
Itu tak luput dari pandangan kedua ibunya, yang langsung bangun, Bu Maya mengejar Umi, dan Bu Siska siap memarahi Akbar, Akbar terperangah kala melihat kedua ibu itu berganti pakaian dan duduk berjarak dua meja itu.
"kalian disana sejak tadi?" tanya Akbar.
Namun Bu Maya diam saja, dan berbalik.
"jeng saya ngejar putri saya dulu" ucapnya khawatir dengan putrinya itu.
"Ya jeng, maaf ya, saya mewakili anak saya" ucap Bu Siska.
"Iya jeng, maklum lah, mereka belum saling kenal, kita harus pelan-pelan" ucap Bu Maya lirih.
disambut anggukan Bu Siska, dengan wajah penuh kelegaan calon besannya tak sakit hati.
Akbar harus dimarahi karena melukai hati perempuan, sejak dulu ayahnya selalu mengutamakan perempuan, Jagan sekali-kali menyakiti hati perempuan, terlebih itu ibu dan istri kita, itu wanti-wanti ayahnya.
Bu Maya bergegas ke arah tolilet, namun semua pintu di toilet itu dia buka tak menemukan sosok putrinya, kemudia dia mengambil HP dan menelepon anaknya itu.
Tut...Tut..."assalamualaikum ma" ucap Umi, dari suaranya sudah baik-baik saja.
"Sayang kamu dimana? Kok ngga ada direstoran?" tanya Bu Maya yang sebenarnya ada di toilet itu.
"Kan Sefi tadi dah bilang, ada janji sama Mutiara mau ke perpus, udah ma, Umi jalan dulu, naik bus kok, nanti sore ketemu di rumah ya, mama puas-puasin dulu shoppingnya" ucap Umi ceria, meski batinnya masih sakit.
Bu Maya pun lega setelah mendengar ucapan ceria anaknya, diapun tak ambil pusing, nanti malam saja dia bicarakan lagi, takut melukai hati putri semata wayangnya, takut nanti kalo di tekan malah kabur anaknya.
"Yaudah, hati-hati ya nak...kamu bawa uang kan?" tanya Bu Maya.
"Iya bawa, lagian naik bus pakai kartu kali ma, yaudah ya Assalamualaikum" ucap Umi lalu menutup telepon kala mendengar balasan dari Bu Maya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments