Saling Mengenal Satu Sama Lain

Matahari pagi telah menyingsing, menghangatkan tubuh setelah semalaman bergelung dalam kedinginan. Nada mulai membuka mata, masih terasa berat, apalagi rasa hangat yang membalut tubuhnya membuat dia merasa sangat nyaman.

Tubuh kecil itu mulai bergerak seiring dengan matanya yang terbuka lebar. Namun, mata itu semakin melebar ketika dia melihat seseorang tertidur di hadapannya dengan wajah tampan yang sangat tenang.

Hampir saja Nada mendorong tubuh lelaki ini jika saja dia tidak mengingat jika yang ada di hadapannya saat ini adalah dokter Rayyan, suaminya.

Mata yang masih sayu itu mengerjap cepat, memperhatikan wajah tampan yang sangat tampan bahkan tidak bisa dijelaskan seberapa tampan dirinya.

Tiba-tiba semburat indah langsung tersemai di wajah Nada yang masih sedikit pucat. Ya Tuhan, rasanya dia masih tidak menyangka jika kakak tampan itu sudah menjadi suaminya. Semua terasa seperti mimpi.

"Sudah bangun ya?"

Ucapan dokter Rayyan membuat Nada terkesiap. Dia langsung menjauh dari tubuh dokter Rayyan yang semula merangkul pinggangnya. Jelas saja Dokter Rayyan yang terbangun membuat Nada menjadi kikuk, dan dia baru sadar jika ternyata mereka tidur dengan saling memeluk. Ah, itu menggelikkan sekali.

"Dokter sudah bangun," Nada berucap dengan senyum getir. Dia beranjak dan bangun perlahan, sementara Dokter Rayyan malah tersenyum dan tidur terlentang di samping Nada.

"Sudah dari tadi sebenarnya, tapi mau bangun masih malas. Eh malah istri saya sudah bangun dan memperhatikan saya," ucapnya.

Jelas saja perkataannya itu membuat wajah Nada menjadi merona merah. Istri? Oh itu terlalu manis.

Dokter Rayyan melirik ke arah Nada, rambut acak-acakan dengan wajah yang merona itu terlihat menggemaskan untuknya. Jika dipikir-pikir, semua memang sangat lucu. Bahkan ketika membuka mata tadi, dia juga sempat terkejut karena terbangun ada Nada di sampingnya.

Untuk seumur hidup, ini adalah hal pertama untuk mereka. Tidur dengan lawan jenis, tentu saja mereka masih sama-sama canggung. Meskipun dokter Rayyan terlihat tenang, tapi sebenarnya dia juga gugup.

"Kalau gitu saya bangun duluan, Dokter. Saya mau buat sarapan," Nada berucap dengan cepat, bahkan dengan cepat pula dia turun dari atas ranjang mereka.

Dokter Rayyan terkesiap, dia juga langsung bangun dan duduk di ranjang memandang Nada dengan bingung.

"Kamu sudah kuat? Kamu masih tidak enak badan, Nada," ucapnya.

"Kuat kok, udah lebih baik. Cuma buat sarapan aja," jawab Nada dengan senyum tipisnya.

Tanpa mengatakan apapun lagi Nada langsung berjalan ke arah lemari, mengambil handuk dan juga pakaian ganti untuk dia membersihkan diri di kamar mandi belakang.

Padahal di dalam kamar itu juga ada, tapi Nada yang gugup melupakan itu. Dia cukup canggung dan salah tingkah. Bagaimana mungkin bisa dia mandi dan berada satu kamar dengan Dokter Rayyan. Itu masih menjadi hal yang tabu.

Dokter Rayyan mendengus senyum simpul. Dia menjulurkan kakinya dan duduk di sisi ranjang sembari mengusap wajahnya sekilas. Rasanya cukup lucu dan aneh, tapi sepertinya memiliki istri mendadak seperti ini juga tidak buruk. Nada gadis yang baik, dan mereka juga sudah saling mengenal sejak dulu. Meski Nada yatim piatu, tapi dokter Rayyan sudah tahu tentang orang tuanya, mereka juga orang tua yang baik.

Berbeda dengan, ah sudahlah. Dokter Rayyan harus melupakan wanita itu. Wanita yang selalu mencari muka dengan ibunya. Dan Dokter Rayyan tidak suka. Sekarang sudah ada Nada, gadis kecil yang sudah menjadi tanggung jawabnya.

Hari-hari berlalu tanpa terasa. Sudah tiga hari mereka menjadi sepasang suami istri. Masih seperti hari sebelumnya, mereka masih sama-sama canggung. Apalagi Nada, dia masih saja malu-malu meskipun Dokter Rayyan sudah bersikap tenang.

"Masak apa hari ini?" suara Dokter Rayyan membuat Nada yang sedang menyiapkan sarapan sedikit kaget.

Dia membalikkan tubuh dan memandang dokter Rayyan yang berjalan ke arahnya. Suaminya itu terlihat tampan sekali dengan kemeja biru muda yang terlihat pas di tubuh gagahnya.

"Cuma masak nasi goreng, saya belum belanja. Gak apa-apa kan dokter?" jawab Nada sekaligus bertanya.

Dokter Rayyan tersenyum simpul dan menggeleng pelan. Dia menarik kursi dan duduk di sana.

"Nggak apa-apa, ini juga sudah cukup. Masakan kamu enak, dan saya suka," jawab Dokter Rayyan.

Nada langsung tersenyum malu mendengar itu. Dengan sigap dia mengambilkan nasi untuk Dokter Rayyan. Lelaki itu terus saja memandangi istri kecilnya yang nampak gugup. Bibirnya tertahan untuk tidak tersenyum.

"Kenapa selalu ngelihatin saya begitu? Saya gugup dokter," ucap Nada dengan bibir yang sedikit mengerucut.

Dokter Rayyan tersenyum lepas, "memang sengaja buat kamu gugup, habisnya wajah merah kamu itu buat saya gemas," jawab Dokter Rayyan.

"Dokter, ih. Gak boleh gitu," sahut Nada.

"Kenapa? Kan sama istri sendiri," ucap Dokter Rayyan.

"Saya kan malu," sahut Nada.

Dokter Rayyan terkekeh, dia menarik Nada yang ingin pergi menuju kursinya. Tentu saja itu membuat Nada terhenti dan memandang dokter Rayyan dengan bingung.

"Nggak perlu malu, sini coba duduk dulu dekat saya," Dokter Rayyan menarik kursi dan mendudukkan Nada di sampingnya.

Nada hanya menurut, padahal biasanya mereka duduk berseberangan meja.

"Kenapa masih panggil saya dokter?" tanya Dokter Rayyan.

Nada mengernyit bingung. "Jadi saya manggil apa?" tanyanya.

"Apa aja, yang penting jangan dokter. Masak iya, kita suami istri tapi kaku banget. Seperti dokter dan pasien beneran," jawab dokter Rayyan.

"Kan memang seperti itu, dokter selalu merawat saya kalau lagi gak enak badan," ucap Nada.

"Berarti kamu gak anggap saya suami kamu ya," tanya Dokter Rayyan.

Nada terdiam untuk beberapa saat, dan sedetik kemudian dia langsung menggeleng lemah.

"Bukan begitu," ucapnya. Membuat dokter Rayyan semakin memandang Nada dengan serius.

"Sampai sekarang masih terasa aneh, saya masih merasa mimpi. Dan saya takut, kalau saya terbangun, mimpi itu hilang dan buat saya ngerasa kehilangan lagi," ungkap Nada dengan suara yang terdengar begitu lirih.

Dokter Rayyan tersenyum hangat, dia meraih tangan Nada dan menggenggamnya dengan lembut. Jelas saja itu membuat Nada sedikit aneh. Meskipun mereka memang sudah sering bersentuhan, bahkan tidur pun berpelukan. Ya, hanya berpelukan.

"Nada," Dokter Rayyan berucap begitu lembut. Bahkan suaranya itu terasa sampai ke dalam hati Nada.

"Kan sudah saya bilang, saya itu sudah memantapkan hati saya untuk menjadikan kamu istri. Jadi, sampai kapanpun kamu akan tetap menjadi istri saya," ujar Dokter Rayyan.

Mata Nada mengerjap sendu, "bagaimana dengan keluarga Dokter jika mereka tahu? Saya cuma gadis yatim piatu," tanya Nada.

Dokter Rayyan kembali tersenyum, dia mengusap punggung tangan Nada perlahan. "Dua bulan lagi waktu saya di sini, dan setelah itu kamu akan saya bawa ke ibukota untuk bertemu keluarga saya," ucap Dokter Rayyan.

Nada langsung tertegun, "dokter serius? Tapi … saya takut," Nada berbicara dengan ragu.

"Jangan begitu, kamu harus bertemu orang tua saya. Mereka pasti menerima. Untuk dua bulan ini, kita sama-sama saling mengenal dulu dan memantapkan hati untuk hidup berdua, seumur hidup," ucap Dokter Rayyan. Dia berbicara dengan begitu serius. Jelas saja itu membuat Nada terpaku.

Tidak tahu harus percaya atau tidak. Tapi perkataan Dokter Rayyan seperti sebuah angin segar untuk hidupnya yang selama ini terasa perih.

"Sudah, jangan pikirkan apapun lagi. Meskipun belum ada perasaan di antara kita, tapi kita harus tetap meyakinkan diri bahwa kita adalah suami istri," ujar Dokter Rayyan.

"Kamu mau?" pinta Dokter Rayyan kembali.

Nada tersenyum, dia mengangguk setuju. Mungkin selama dua bulan ini dia dan dokter Rayyan memang harus saling mengenal lebih dulu. Ya, itu lebih baik.

"Sudah, sekarang kita sarapan," Dokter Rayyan berucap sembari mengusap kepala Nada sejenak. Hal yang selalu dia lakukan dan hal yang sangat disukai Nada. Karena sekarang dia merasa seperti ada seseorang yang menjadi pengganti orang tuanya.

"Saya ada pasien pagi ini. Kamu mau ada rencana kemana?" tanya Dokter Rayyan sambil mulai memakan sarapannya.

Nada terdiam beberapa saat sebelum menjawab, "saya mau bekerja lagi dokter, sudah empat hari libur. Gak apa-apa kan?" tanya Nada.

"Kerja dimana?" Dokter Rayyan memandang Nada bingung.

"Di Rumah makan yang di pinggir lintas," jawab Nada.

Dokter Rayyan tertegun. "Kamu bekerja di sana?" tanyanya kembali.

Nada mengangguk pelan. Apa dokter Rayyan malu memiliki istri hanya seorang pelayan? Pikirnya.

"Gak usah bekerja lagi ya," pinta Dokter Rayyan.

"Kenapa?" tanya Nada lirih. Jika dia tidak bekerja, bagaimana belanja sehari dia? Ya, meskipun tiga hari ini selalu dokter Rayyan yang memberi uang.

"Janganlah, kamu kan sudah jadi istri saya. Jadi kamu tanggung jawab saya sekarang. Semua kebutuhan kamu saya yang tanggung. Jadi kamu jangan bekerja lagi," ujar Dokter Rayyan.

"Tapi," Nada terlihat ragu.

"Nada," panggil Dokter Rayyan kembali. Nada bicaranya yang lembut itu benar-benar membuat Nada serasa tidak berdaya.

"Saya masih sanggup menanggung semua kebutuhan kamu. Jangan bekerja lagi, kalau kamu mau bekerja, lebih baik ikut saya saja," ujar Dokter Rayyan.

"Ikut dengan Dokter?" tanya Nada.

Dokter Rayyan mengangguk cepat. "Iya, temani saya di klinik, daripada bosan di rumah," jawabnya.

Nada langsung meringis, bagaimana mungkin dia ikut ke klinik. Bisa-bisa Anita pasti akan mengamuk nanti.

Terpopuler

Comments

Deswita

Deswita

🙏🙏

2024-12-21

0

Ermina mina

Ermina mina

semoga selalu adem rumah tangga nada dan dokter rayyan

2023-11-29

1

Farida Wahyuni

Farida Wahyuni

semoga ga ada konflik berat2 yah. kayak mau healing dulu dari cerita2 berat, soalnya di novel sebelah sudah mengoyak2 hatiku, untungnya cerita sebelah sudah mulai keliatan hilal bahagianya. 😁

2023-11-18

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!