Suamiku Dokter Tampan

Suamiku Dokter Tampan

Digrebek Warga

Malam itu langit di desa Kemuning terlihat sedang tidak baik-baik saja. Awan gelap dan angin kencang sudah mulai berhembus kuat. Sepertinya hujan akan segera turun.

Keadaan desa cukup sepi karena semua orang lebih memilih untuk berada di dalam rumah. Tapi tidak dengan Nada, gadis berusia 20 tahun itu berjalan sendirian menuju ke sebuah klinik yang berada di ujung desa.

Nafasnya tersengal, wajahnya pucat. Penyakit asma yang dia derita membuat Nada tidak bisa berdiam diri. Obatnya sudah habis dan dia harus mendapatkan obat lagi malam ini. Jika tidak, mungkin dia tidak akan bisa tidur sepanjang malam.

Klinik Kemuning Indah, terlihat sepi. Padahal biasanya jika siang hari klinik itu selalu dipenuhi oleh orang-orang yang berkunjung.

Dua hari ini, desa kecil mereka kedatangan dokter relawan yang berbaik hati melakukan pengobatan gratis di desa itu. Apalagi akhir-akhir ini banyak sekali penyakit yang diderita warga karena desa yang selalu dilanda banjir.

Nada baru kali ini datang, itupun karena dia sudah kehabisan obat asmanya. Jadi hari yang buruk pun tidak lagi dia hiraukan.

Nada mengetuk pintu klinik, beberapa kali hingga akhirnya pintu terbuka. Seorang gadis seumuran Nada yang membuka pintu. Dia terlihat sudah menenteng tas dan juga memakai helm.

"Mau ngapain?" tanyanya.

"Mau beli obat, mbak," jawab Nada dengan nafas tersengal.

"Gak usahlah, udah malam. Gak tahu ya kalau klinik udah tutup. Hari juga udah mau hujan, dokter Rayyan juga udah mau pulang. Besok pagi aja," ujarnya sedikit ketus. Bahkan dia berbicara dengan cepat.

"Cuma minta obat aja, mbak. Asma saya kambuh lagi," ucap Nada.

Anita, gadis berpakaian putih yang bertugas membantu dokter Rayyan di klinik terlihat menghela nafas jengah. Sejak dulu dia memang sudah tidak menyukai Nada. Tidak tahu apa alasannya yang jelas rasa iri melihat kecantikan Nada yang selalu menjadi pujian orang membuatnya menjadi tidak menentu.

"Makanya jangan penyakitan," ucap Anita.

"Ada siapa, Anita?" Tiba-tiba suara berat namun lembut terdengar dari dalam. Membuat Nada dan Anita langsung menoleh.

Seorang lelaki tampan berpakaian dokter dengan wajah teduhnya datang menghampiri mereka.

Wajah yang semula ketus itu kini berubah drastis.

"Ini, dokter. Dia mau minta obat padahal kita sudah tutup," adu Anita.

Nada terdiam, dia masih terus memperhatikan wajah Dokter Rayyan dengan lekat. Namun, ketika dokter itu memandangnya Nada langsung tertunduk takut.

"Sakit apa? Sesak nafas?" tanya Dokter Rayyan. Dia bisa melihat nafas Nada yang sesak.

Nada mengangguk pelan.

"Masuklah!" ujarnya pada Nada. Dan setelah itu dokter Rayyan kembali memandang Anita. "Kamu bisa pulang duluan, hari sudah mulai gerimis."

"Tapi, dokter," Anita keberatan.

"Kamu pakai motor, saya khawatir kamu kehujanan. Pergilah, besok pagi datang cepat," ujar Dokter Rayyan kembali.

Anita mendengus kesal, dia memandang Nada dengan pandangan sinis.

"Ayo masuk, kamu terlihat tidak baik," ujar Dokter Rayyan pada Nada.

Nada mengangguk pelan, dia langsung masuk dan berlalu dari hadapan Anita yang memandangnya dengan kesal. "Awas kamu kalau macam-macam," ancamnya.

Nada tidak menghiraukan ancaman itu, nafasnya sudah sesak dan dia sudah kesulitan bernafas. Macam-macam yang bagaimana maksud Anita?

Nada berjalan mengikuti dokter Rayyan ke ruang perawatan kecil yang ada di klinik itu. Antara menahan sakit dan juga memperhatikan wajah Dokter Rayyan yang seperti tidak asing baginya.

"Duduk dulu," ujar Dokter Rayyan.

Nada duduk di ranjang yang ada di sana.

"Punya riwayat penyakit asma ya?" tanya Dokter Rayyan sembari mengambil Inhaler Asma dari dalam lemari obat.

"Iya, dokter," jawab Nada.

Dokter Rayyan tidak menjawab, dia langsung menyerahkan alat itu pada Nada. Dan terus memperhatikan Nada yang segera menghisapnya beberapa kali.

"Ada keluhan lain?" tanya Dokter Rayyan kembali.

"Hanya sesak nafas, saya kemari cuma mau ambil obat ini saja," jawab Nada.

"Begitu ya, padahal harusnya kamu tahu kalau sakit asma tidak boleh berada diluar rumah apalagi di saat hari sedang tidak bagus seperti ini. Bisa bahaya," ujar dokter Rayyan.

Dia berucap sembari mencari obat-obatan di dalam tas.

Nada hanya diam, dia tidak tahu harus menjawab apa. Siapa lagi yang mau mencarikan obat untuknya. Nada hanya tinggal sendirian setelah orang tuanya meninggal satu tahun yang lalu. Sanak keluarga ada, tapi Nada tidak bisa merepotkan mereka.

"Ini diminum tiga hari sekali," Dokter Rayyan memberikan sebungkus obat-obatan untuk Nada.

"Ingat jaga kesehatan dan jangan lagi keluar malam jika sedang tidak sehat. Cuaca buruk saat ini sangat mengganggu kesehatan, apalagi untuk kamu yang memang menderita asma," ujar dokter tampan itu kembali.

Nada mengangguk pelan, dia tidak terlalu mendengarkan penuturan dokter Rayyan. Nada malah salah fokus pada tanda lahir di tangan dokter Rayyan.

Dia memandang dokter Rayyan dengan lekat. Tapi sayang, dokter itu sepertinya memang tidak lagi mengingatnya.

Atau dia memang salah orang? Entahlah.

"Kamu pulang naik apa? Sebaiknya cepat pulang, hari mau hujan deras sebentar lagi," ucapan Dokter Rayyan membuat Nada sedikit terkesiap.

"Iya, dokter. Terimakasih obatnya. Saya pulang sekarang," ucap Nada.

"Iya, hati-hati. Sudah lebih baik kan?" tanya dokter Rayyan.

Nada mengangguk, dia turun dari tempat tidur begitu pula dengan dokter Rayyan yang berjalan keluar dari ruangan itu.

"Pulang naik apa?" tanya dokter Rayyan berbasa-basi sembari menutup pintu klinik karena dia juga sudah akan pulang ke rumah singgahnya.

"Jalan kaki, dokter," jawab Nada.

Dokter Rayyan langsung tertegun mendengar itu, "jalan kaki? Rumah kamu dekat?" tanya dokter Rayyan heran.

Nada tersenyum getir dan menggeleng pelan, "20 menit jalan kaki," jawabnya.

"Astaga, kamu mau bunuh diri kamu sendiri ya?" tanya Dokter Rayyan.

Nada mengerucutkan bibirnya sekilas. "Saya nggak punya kendaraan, jadi saya jalan kaki," jawab Nada sembari menghisap obatnya.

Dokter Rayyan menghela nafas, dia memandang ke luar dimana gerimis sudah turun.

"Yasudah, ayo sama saya saja. Hari sudah hujan, asma kamu bisa semakin parah nanti," ujarnya.

"Eh, jangan dokter. Saya nggak enak," tolak Nada.

"Daripada besok kamu datang lagi tapi dengan keadaan yang lebih parah. Pilih mana?" tanya Dokter Rayyan.

Nada terdiam.

"Sudah ayo, sebentar lagi hujan deras," ajaknya yang langsung berjalan menuju mobil.

Nada mematung, dia bingung tapi hari memang sudah hujan. Jika dia paksakan dia bisa sakit sementara besok dia harus bekerja lagi.

"Cepat!" seru Dokter Rayyan.

Akhirnya mau tidak mau Nada juga berjalan ragu kearah Dokter Rayyan.

Dokter tampan itu langsung membukakan pintu mobil untuk Nada.

"Beneran gak apa-apa, dokter?" tanya Nada.

"Tidak, sudah masuklah," ujar Dokter Rayyan.

Nada masuk ke dalam mobil begitu pula dengan dokter Rayyan. Mobil Avanza itu langsung melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan Desa Kemuning yang sudah licin dan becek karena setiap hari terus diguyur hujan.

Sepanjang jalan mereka hanya diam, kondisi jalan yang parah dan juga hujan yang semakin deras membuat dokter Rayyan fokus pada kemudinya. Sesekali Nada memandang dokter Rayyan, begitu pula dengan dokter tampan itu.

"Hujannya deras sekali, saya tidak bisa melanjutkan perjalanan jika seperti ini. Kita berhenti dulu tidak apa-apa?" tanya Dokter Rayyan.

"Iya, dokter. Saya juga takut, biasanya bukit di depan sana sering longsor kalau sedang hujan begini," jawab Nada pula.

Dokter Rayyan langsung menepikan mobilnya karena mobil itu juga terpuruk di jalanan yang hancur.

"Miris sekali keadaan desa ini, seharusnya pemerintah setempat harus lebih memperhatikan lagi infrastruktur jalan disini," gumamnya seorang diri. Namun, masih terdengar di telinga Nada.

Tiba-tiba, mereka langsung tertegun karena mendengar suara tanah yang longsor di depan sana. Desa Kemuning yang terletak di pelosok kota Riau berada di daerah perbukitan. Rawan longsong dan banjir jika sudah musim penghujan seperti ini.

"Astaga," gumam Dokter Rayyan terkejut.

Dia langsung menoleh ke arah Nada yang juga terdiam takut. "Seperti ini kamu mau jalan kaki, kenapa nekad sekali, sekarang saja kita terjebak di sini," ucap Dokter Rayyan.

Nada terdiam.

Tubuhnya yang tidak baik dan terjebak dalam keadaan yang buruk seperti ini membuat dia semakin panik. Wajahnya memucat dan nafasnya kembali sesak.

"Saya tidak tahu minta tolong sama siapa, dokter," lirihnya.

Dokter Rayyan memandang Nada dengan pandangan iba. Wajahnya yang pucat membuat dokter Rayyan langsung meraih tangan nada dan memeriksa denyut nadinya.

Nada sedikit terkejut, dia memandang dokter Rayyan dengan aneh.

"Jangan panik, kamu tidak boleh panik di saat seperti ini," ujar dokter Rayyan.

Nada mengangguk, dia tersandar dan mencoba menarik nafasnya meski terasa payah.

Hujan semakin deras, jalanan semakin tidak bisa dilalui, apalagi suara longsong terus saja terdengar di depan sana. Ingin meminta tolong untuk pergi dari sana, tapi mereka berada di jalanan yang tidak ada rumah penduduk sama sekali.

Akhirnya mereka harus berdiam diri dan menunggu hujan reda agar bisa pergi dari tempat itu, atau setidaknya kembali ke klinik atau menumpang di rumah warga.

Sudah hampir tiga jam mereka berada di dalam mobil. Tapi sayang, hujan tidak kunjung berhenti. Suhu udara semakin dingin dan itu membuat keadaan Nada semakin buruk.

Nafasnya semakin sesak, wajahnya benar-benar pucat. Dokter Rayyan juga semakin panik, apalagi di dalam mobil itu tidak ada penghangat udara.

"Apa yang kamu rasakan?" tanya Dokter Rayyan.

"Sesak, dokter," ucap Nada terbata.

Dia kejang, bahkan tubuhnya menegang karena kesulitan bernafas.

"Astaga," dokter Rayyan langsung melakukan pertolongan pertama. Dia membantu nada menghisap obatnya, bahkan karena melihat Nada yang sesak dokter Rayyan reflek membuka sedikit kancing kemeja Nada agar gadis itu bisa bernafas lega.

"Uuh," lenguh Nada dengan susah payah.

"Minum," dokter Rayyan memberikan obat ke mulut Nada. Susah payah Nada menelan obat itu bahkan sampai air minum tertumpah di tubuhnya.

Dokter Rayyan terus melakukan pertolongan untuk gadis itu. Hingga beberapa menit kemudian keadaan Nada mulai membaik.

Tapi tiba-tiba, pintu mobil mereka diketuk dengan kuat membuat dokter Rayyan terkejut.

"Dokter! Keluar!" seru beberapa orang di sana.

Dokter Rayyan terkejut, dia memandang Nada yang masih lemas tapi sudah bisa tenang.

Hari masih hujan tapi orang-orang itu berada di sana.

"Dokter, kenapa kalian melakukan hubungan mesum di sini! Dokter tahukan ini dimana? Apa seperti itu pekerjaan dokter!" seru Dandi. Seorang pemuda bertampang sangar.

"Hubungan mesum bagaimana?" tanya dokter Rayyan bingung. Dia keluar dari dalam mobil.

"Lihat itu, apa itu jika bukan mesum dan berzinah!" seru pak Harto. Dia menunjuk Nada yang masih terduduk lemas di dalam mobil.

Dokter Rayyan menoleh ke arah Nada, begitu pula dengan semua orang yang ada di sana. Mereka melihat penampilan Nada yang berantakan dengan baju bagian dada yang terbuka dan basah. Wajah Nada yang lemas dan rambut yang acak-acakan membuat mereka berpikir jika Dokter Rayyan dan Nada sudah berbuat hal yang tidak baik.

"Nada seperti itu karena … "

"Tidak bisa dibiarkan, kalian harus menikah untuk menghindari bala di desa kami!" seru Pak Harto yang merupakan salah satu tetua adat di desa itu.

"Apa menikah?" ucap Dokter Rayyan dan Nada bersamaan.

...

Selamat membaca. Jangan lupa like dan komentar kalian ya.

Terpopuler

Comments

Deswita

Deswita

🙏🤗

2024-12-21

0

Yunita

Yunita

aq suka baca novel yg gk trlalu panjang ceritanya, karna semakin panjang semakin belok kemana"

2024-01-13

1

Linda Erma

Linda Erma

Kyknya seru nih ceritanya 👍👍👍

2023-11-15

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!