Suasana malam begitu dingin dan juga sepi, namun tak membuat Ghadira mengurungkan niatnya untuk datang ke sekolah. Ghadira hanya datang sendiri, sebab tak mungkin juga ia meminta ditemani oleh Sandy atau pun Lira. Sandy kan sudah lama tidak menghubungi Ghadira, dan hubungan keduanya pun semakin menjauh. Sedangkan Lira, sudah dipastikan ia tidak akan mengizinkan kakaknya untuk datang ke sekolah malam-malam begini. Lira pasti akan melaporkan ini pada Fia.
Ghadira menatap gerbang sekolah yang sedikit terbuka, seperti ada yang baru saja masuk. Ghadira mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Sahabatnya.
Terlihat dari kejauhan ada Mauren yang tengah berdiri pas depan gudang sekolah. Perempuan itu melirik ponselnya berkali-kali seperti sedang menelpon seseorang.
"Mauren!" Tak menunggu waktu lama pun Ghadira memanggil sahabatnya itu. Mauren lantas menoleh ke sumber suara, begitu pun dengan ketiga orang yang sedang bersembunyi dibalik tiang.
"L-lauri?" Mauren membelalakkan matanya, kala melihat Ghadira sudah berada tak jauh darinya.
Mauren menggeleng pelan ke arah Ghadira, namun sahabatnya itu sama sekali tak meresponnya dan malah semakin dekat. Sedari tadi ia terus mengubunginya agar Ghadira tak jadi datang ke gudang, itu pun ia lakukan dengan secara diam-diam agar tidak ketahuan oleh Dara dkk.
Mauren menyilangkan kedua tangannya berusaha memberi kode pada Ghadira, tapi sayangnya, Ghadira sama sekali tak mengerti dengan kode tersebut.
"Please, lo jangan ke sini Lauri. Putar balik cepet," cemas Mauren dalam hati.
"Woi!" Dara langsung mencegah Mauren agar tak menggagalkan rencananya. Ia kemudian mengambil ponsel Mauren, dan mengisyaratkan Mauren untuk masuk ke gudang duluan, supaya Ghadira yang melihatnya pun bisa ikut masuk juga.
Ghadira yang melihat sahabatnya masuk ke gudang pun, ia ikut masuk juga walaupun perasannya masih sedikit ragu. Ghadira berusaha menjangkau saklar lampu agar dapat melihat sekitar.
Klek!
Saat lampu sudah menyala, terlihat Mauren tengah bersembunyi dari balik tumpukan kardus yang berisi buku-buku lama. Ghadira memanggil nama sahabatnya dengan sangat pelan.
"Mauren ... "
Ghadira menelan salivanya kasar, karna merasa situasi sekarang berubah mistis. Mauren juga tak merespon dirinya yang membuat jantung Ghadira semakin berdebar tak karuan.
Bruk!
Pintu yang tadinya terbuka kini langsung tertutup dengan sangat kasar. Ghadira menolehkan kepalanya dan langsung terkejut dengan kedatangan Dara, Mega dan juga Wanda. Ketiga orang itu berdiri depan pintu sambil bersedekap dada.
"K-kalian?"
"Welcome, Lauri! Lama banget sih lo? Gue sama yang lainnya udah nungguin lo dari tadi tau gak." Dara mendengus kesal, dengan posisi kedua tangannya yang masih sama.
"Tau nih! Kaki gue keram gara-gara kelamaan berdiri!" balas Mega sambil memijit-mijit kakinya secara bergantian.
Berbeda dengan Wanda, perempuan itu hanya diam dan tak memberikan respon apapun. Lama-lama keberadaannya ini seperti tak dianggap oleh mereka, sebab sejak tadi ia hanya diam dan menyimak.
Mauren yang tadinya sedang bersembunyi pun, langsung memperlihatkan dirinya dihadapan Ghadira. Ia menunduk, takut dengan tatapan tajam yang diberikan oleh Dara.
Dara tersenyum miring, lalu melirik kedua sahabatnya secara bergantian seolah memberikan isyarat. Setelahnya, hanya Mega saja yang menurut. Mega melangkah mendekati Ghadira dan berusaha mengambil alih kursi rodanya. Sedangkan Wanda, ia hanya diam dan seolah tuli dengan perintah yang diberikan oleh Dara.
"Lo kenapa diem aja?" tanya Dara, karna kesal dengan tingkah Wanda yang sama sekali tak menurutinya.
Wanda melirik Dara sekilas, lalu membuang napasnya cepat. "Gue mau balik. Gue gak mau ikutan keseret sama masalah lo nanti."
"Maksud lo? Lo udah gak mau turutin perintah dari gue?" tanya Dara terdengar geram. "Lo emang mau kalo bokap lo kehilangan pekerjaannya? Eitss ... bukan cuma itu. Lo juga bakal dikeluarin dari sekolah kalo gak nurut."
Wanda meremat jari-jarinya kuat ketika mendengar ancaman dari Dara. Ia mendesah kesal, lalu dengan terpaksa pun langsung menuruti perintah Dara. Wanda dan Mega kini mulai menahan kursi roda Ghadira yang sedari tadi Ghadira terus memberontak meminta untuk dilepaskan.
"Lo ... " Tatapan Dara kemudian tertuju pada Mauren yang hanya diam, namun terus berdoa dalam hati.
"Lo sekarang ambil air. Buruan!"
Mendengar bentakan dari Dara membuat nyali Mauren semakin menciut. Ia dengan segera pun langsung mencari air di toilet yang lumayan jauh dari gudang tadi.
Sementara menunggu kedatangan Mauren, Dara kemudian melangkah lebih dekat mendekati Ghadira yang kini matanya sudah berkaca-kaca
"Gak ada untungnya juga lo nangis. Percuma, gak bakal ada yang mau nolongin lo kali ini," bisik Dara, sambil menarik rambut Ghadira kasar.
"Gue ... bakal buat lo gak bisa lupa sama kejadian malam ini sampai kapan pun. Gue mau kasih lo sesuatu yang spesial, Lauri." Setelah mengucapkan itu, ia tertawa pelan yang membuat Mega juga ikut tertawa.
"Kemana sih tuh bocah?! Lama banget, padahal cuma ngambil air doang!" Dengan kesal Dara pun berniat untuk menyusuli Mueran, namun saat membuka pintu, Mauren sudah muncul dari hadapannya.
"Ehm, maaf lama. S-soalnya—"
"Berisik! Siniin cepet!"
Kini, se-ember air sudah ada di tangan Dara. Mauren merasa bersalah sebab gara-gara dia, Ghadira jadi harus kembali berurusan dengan perempuan ular itu. Mauren yang melihat Dara mendekat ke arah Ghadira pun langsung mencegahnya cepat.
"Gue mohon jangan lakuin ini ke, Lauri. Kasian dia," kata Mauren sambil menahan lengan Dara.
"Cih, lepasin! Lo pikir lo siapa mau ngatur-ngatur gue, hah?!"
Dengan kasar Dara langsung mendorong tubuh Mauren hingga terpental ke belakang. Melihat Mauren di dorong, Ghadira berteriak dan meminta Dara untuk tidak menyakiti sahabatnya itu.
"A-aku mohon, jangan sakiti sahabat aku, Mauren."
Mendengar itu, Dara kembali tertawa keras. "Dalam situasi kayak gini pun lo masih mikirin sahabat lo itu? Cih! Harusnya sekarang lo benci sama dia. Karna gara-gara dia, lo ada di sini dan nasib lo bakal tamat malam ini."
"Maaf, Lau." Mauren berucap dengan sangat lirih.
Dara berdecak kesal, lalu mendorong tubuh Mauren agar semakin menjauh. "Lo tetap di sini dan jangan coba-coba buat ngalangin gue! Kalo sampe lo berani ngelakuin itu, gue jamin, besok lo udah dikeluarin dari sekolah. Ngerti?"
Dara menepuk pipi Mauren beberapa kali sambil tersenyum sinis. Ia pun kembali menatap Ghadira yang terus menerus memberontak.
"Siap?" tanya Dara dengan sangat pelan, namun begitu menusuk dipendengaran. Ia mengangkat gayung itu tinggi-tinggi dan ...
Byur!
Byur!
Seluruh tubuh Ghadira sudah basah kuyup akibat air yang disiram oleh Dara. Melihat Ghadira lemah tak berdaya, membuat Dara sama sekali tak merasa bersalah. Ia semakin melakukan itu berulang kali, sampai airnya habis.
Dara melempar ember tersebut dan mencengkram kuat dagu Ghadira. "Ini buat lo yang gak tau diri!"
Plak!
"Ini buat lo karna udah buat gue menderita di rumah gue sendiri!" Ghadira sendiri tidak tau pasti apa maksud ucapan Dara. Tapi, dari apa informasi yang ia dapatkan, Dara sering kali dibanding-bandingkan dengan Ghadira oleh Ayahnya. Sebab, Ghadira merupakan salah satu murid berprestasi di sekolah, sedangkan Dara? Dara hanyalah siswi dengan otak yang biasa-biasa saja. Selain itu, Dara juga suka membuat onar dan membuat orang tuanya malu akibat ulahnya itu.
Plak!
"Lo jauh-jauh dari dua cowok itu! Lo harusnya tau diri! Lo gak usah ganjen ke mereka!"
Ghadira tau siapa laki-laki yang dimaksud oleh Dara. Siapa lagi kalau bukan Ghazwan dan Sandy. Hanya mereka saja laki-laki yang sedang dekat dengan Ghadira.
Saat Dara hendak melayangkan kembali tangannya, tiba-tiba Wanda menahannya dan mencengkram kuat lengan Dara.
"Lepas!" perintah Dara sambil menatap tajam temannya.
"Lo udah keterlaluan, Dar. Kalo sampe nih anak kenapa-napa gimana? Emang lo mau masuk penjara?"
Dara menarik tangannya kuat dan berhasil terlepas dari cengkraman Wanda. "Gue gak perduli! Kalau pun nantinya Lauri mati, gue jamin gue masih aman. Inget, bokap nyokap gue banyak duit. Gue yakin, mereka bakal ngelakuin apapun itu, supaya gue tetep aman."
Dara benar-benar keterlaluan. Bisa-bisanya dia mempunyai pemikiran seperti itu. Menganggap uang dapat menyelesaikan semua masalah.
Dara kembali menjambak rambut Ghadira kuat hingga tangis perempuan itu semakin kuat. "Malam ini lo bakal nginep di sini, Lauri. Lo gak pernah kan ngerasain yang namanya camping, nah sekarang gue bakal buat lo ngerasain itu. Tapi, bedanya ini di gudang. Dan gue yakin, bukan cuma hewan menjijikan aja yang bakal lo temui, tapi juga ... "
Dara tak melanjutkan ucapannya, dan hanya tertawa kecil.
"E-enggak! Please, jangan lakuin itu Dara! Aku bener-bener minta maaf kalo aku ada salah sama kamu. A-aku mohon, izinin aku pergi. Aku janji, aku bakal jauh-jauh dari hadapan kamu."
Dara tidak merespon ucapan Ghadira. Ia hanya meminta kedua temannya dan juga Mauren untuk meninggalkan Ghadira di gudang, lalu tak lupa mengunci pintu.
"Bye-bye, Lauri! Nikmatin malam jumat lo di sini ya!"
To be continued ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments