Malam yang gelap gulita. Ghadira bersandar pada kursi kayu yang sudah usang itu. Ia menatap jauh cakrawala, hingga matanya menyaksikan keindahan binar rembulan dan juga gemintang di atas sana. Pikiran Ghadira kali ini tengah diselimuti oleh banyak pertanyaan tentang sikap laki-laki itu tadi.
Ghadira dibuat pusing sekarang. Ia pun sesekali mengetikkan sesuatu dari layar handphonenya, lalu kembali mendongak dengan mata yang terpejam.
Drtt drtt
Terlihat ada nama Ghazwan di sana, membuat kening perempuan itu berkerut. Dengan sedikit ragu, ia pun mengangkat panggilan tersebut sambil berbisik. Ghadira tak ingin, suaranya didengar oleh Fia. Jangan sampai sang Mama mengomel sepanjang malam, sebab tau jika putrinya sedang mengobrol dengan seorang laki-laki.
"Ehm, h-halo Kak," sapa Ghadira merasa tak enak, karna perihal tadi.
"Halo, Ghadira. Maaf ya, gue udah ganggu waktu istrihat lo."
Ghadira menarik napasnya dalam-dalam, lalu membuangnya perlahan. "Kak Ghazwan gak usah minta maaf. Kakak sama sekali gak ganggu kok. Justru aku yang seharusnya minta maaf soal kejadian tadi."
Terdengar suara tawa Ghazwan dari dalam telfon. "Lo gak ada salah, Ghadira. Jadi gak perlu minta maaf."
"Ehm, lebih baik kita lupain soal kejadian tadi. Gue mau minta sesuatu sama lo, bisa?"
"Apa?"
"Besok kan kita libur, lo mau gak temenin gue ke toko buku? Kita gak lama kok. Paling cuma se-jam atau dua jam-an lah."
Ghadira berfikir sesaat. "Aku sebenarnya mau sih, kak. Tapi-"
"Gue traktir deh. Nanti lo bisa beli buku yang mana pun lo suka di sana, gimana?"
Ghadira yang mendengarnya pun tentu saja langsung tersenyum lebar. Kapan lagi ia mendapatkan novel secara cuma-cuma, tanpa harus menyisihkan uang jajan dulu.
(◕ᴥ◕)
"Rokok mulu," cibir Leo sembari merebut korek api yang berada di tangan Sandy.
Dihembuskannya asap tersebut ke udara, sambil memejamkan mata seperti sedang menikmati hidup. "Gak ngerokok sehari rasanya gue gak kuat, mau mati."
"Ck, lebay lo! Lebih gak kuat mana, lo berhenti ngerokok atau ditinggal pergi sama tuh cewek?"
Sandy tau siapa perempuan yang dimaksud oleh Leo. Mengingat Ghadira, ia jadi teringat dengan pernyataannya malam itu. Mendengar penolakan yang keluar dari mulut Ghadira, entah kenapa membuatnya menjadi galau. Ia benar-benar patah hati. Baru kali ini ada perempuan yang menolaknya.
(◕ᴥ◕)
"Intinya novel yang gue buat sekarang ini tuh bercerita tentang seorang siswi yang punya kekurangan, trus dia jadi bahan bullyan sama temen kelasnya sendiri." Ghazwan mulai menjelaskan sembari mendorong kursi roda milik Ghadira. Keduanya kini telah berada di area parkiran Gramedia yang berada tak jauh dari rumah Ghadira.
"Sekarang gue lagi ngalamin writer block, makanya mau beli buku baru buat nyari inspirasi. Siapa tau kan gue dapet ide yang lebih keren dari sebelumnya."
Ghadira mengacungkan jempolnya sambil menatap laki-laki itu. "Ngapain susah-susah nyari inspirasi, kalo di deket kak Ghazwan udah ada aku."
"Maksudnya?"
"Ya ... aku bersedia kok, kalo kak Ghazwan mau angkat kisah hidup aku jadi novel. Gimana?" tanyanya, sambil menaik turunkan kedua alisnya.
"Gak ah, hidup lo gak seru. Gue tuh mau buat tokoh utama yang sifatnya pendendam, trus ada aksi berantem-berantemnya gitu," ujarnya, dan tak terasa keduanya sudah berada di dalam toko.

Ghazwan mulai mencari beberapa buku yang sudah ia tulis di dalam list bacaannya. Begitu pun dengan Ghadira yang tampak terlihat sibuk juga. Sesekali ia mengambil gambar novel yang dipegangnya itu dengan begitu aesthetic agar bisa ia upload ke Instagram.
"Sekarang lagi rame banget orang yang baca buku ini. Aku beli novel ini gak papa kan, kak?" tanya Ghadira, sebab harga buku tersebut lebih mahal dari yang lainnya.
"Kan gue udah bilang, lo bisa ambil yang mana pun. Kalo emang mau buku itu, ambil aja. Entar gue yang bayar."
Ghadira menarik sudut bibirnya membentuk senyuman. Kedua tangannya terangkat dan membentuk sebuah love yang diberikannya untuk laki-laki itu. "Gumawo, Oppa!"
Ghazwan yang melihatnya hanya bisa tersenyum. Namun sedikit tak percaya, jika Ghadira akan melakukan hal itu, terlebih lagi mereka masih berada di tempat umum.
Drrtt drtt
Ponsel milik Ghadira bergetar, lantas ia pun segera mengangkatnya kala melihat nama Sandy tertera di layar benda pipihnya. "Halo, kak."
"Lo di mana?"
Pertanyaan itu membuat Ghadira kebingungan. Jika ia menjawab sedang berada di toko buku bersama Ghazwan, pasti itu akan menjadi masalah baru lagi. Ghadira tidak ingin kejadian di restoran pada malam itu terulang kembali.
"Aku di rumah Mauren, kak. Lagi ngerjain tugas kelompok," jawab Ghadira dengan pelan, sambil melirik Ghazwan yang kembali sibuk mencari buku.
"Kabarin kalo lo udah mau pulang. Biar gue jemput."
"Eh, gak usah kak. Aku bisa pulang sendiri kok-"
"Bye!"
Sambungan telfon langsung dimatikan oleh Sandy secara sepihak, membuat Ghadira mendengus tak suka. Ia kemudian menyusul Ghazwan yang sudah ada di kasir.
"Udah nelponnya?" tanya Ghazwan, seraya mengambil buku yang dipegang oleh Ghadira agar segera dihitung semua totalnya.
"Gak salah nih, kak? Kita cuma ambil 5 buku, tapi totalnya udah 4 ratus ribu lebih?"
Ghazwan mengacuhkan kedua bahunya. Lalu mengeluarkan kartu ATM di dalam dompetnya. "Santai aja kali. Duit gue banyak, gak bakal habis kalo cuma beli buku."
"Iya deh, sipaling banyak duit," ucap Ghadira sambil memutar bola matanya. Ternyata Sandy dan Ghazwan tak ada bedanya. Mereka berdua sama-sama sombong. Tapi, lebih sombong Sandy sih. Pikir Ghadira.
Seusai membayarnya, Ghazwan dan Ghadira kembali ke parkiran dan berjalan menuju taksi yang sudah mereka pesan. Ghadira dibantu oleh Ghazwan agar bisa duduk di jok mobil, lalu setelahnya kursi roda milik Ghadira ditaruh ke bagasi.
Baru saja mobil akan melaju pergi, tiba-tiba seseorang datang dan menghadang jalan mereka. Ghadira mencoba melihat jelas siapa orang itu, sampai akhirnya ia membelalakkan matanya tak percaya. Orang tersebut adalah Sandy yang kini menatap Ghadira dengan tatapan tajam.
Sandy berjalan menuju tempat Ghadira duduk, lalu kemudian mengetuk jendela itu dengan keras. "Buka!"
Ghadira tersentak kaget. Ia melirik Ghazwan yang saat ini hendak ingin membuka pintu mobil dan bersiap untuk turun. Dengan cepat Ghadira mencegahnya. Ia tak ingin kedua laki-laki itu kembali berkelahi lagi.
"Jangan, kak," pinta Ghadira memohon. Dicengkeramnya kuat pergelangan tangan Ghazwan, namun laki-laki itu malah melepasnya dan turun dari mobil.
"Lo tunggu di sini, Ghadira. Biar gue yang ngomong sama orang itu," pesannya, lalu menutup pintu mobil.
Sandy yang melihat Ghazwan turun langsung tersenyum sinis. "Gue minta Lauri yang turun, bukan lo."
"Gue gak bakal biarin lo deketin Ghadira lagi. Ghadira gak cocok buat lo. Lo cowok kasar. Lo cuman bisa buat dia ketakutan. Sekarang ada gue yang bakal lindungin Ghadira.
"Cih, tau apa lo soal, Lauri. Lo orang baru gak usah sok jadi pahlawan. Gue sama dia itu udah kenal lama. Bahkan, sekarang hubungan kita berdua udah lebih dari sebatas temen."
Ghazwan sontak melirik Ghadira untuk memastikan apa yang diucapkan oleh Sandy benar atau tidak. Namun, karna kaca jendela mobil tertutup, jadi Ghadira tak bisa mendengarnya. Ia hanya diam, dan sesekali memberikan Ghazwan isyarat untuk kembali masuk ke mobil.
"Balikin Lauri ke gue, kalo lo masih mau hidup," ancam Sandy, tapi itu tak membuat Ghazwan lengah. Ia malah membalas tatapan tajam Sandy dengan tajam pula, sambil terus melangkah sehingga jarak keduanya begitu dekat.
"Lo pikir gue bakal takut sama ancaman basi lo itu?" balas Ghazwan dengan tersenyum remeh.
Tentu saja hal tersebut membuat Sandy naik pitam, ia langsung memberikan satu bogeman tepat di sudut bibir Ghazwan hingga terpental ke samping.
Merasa tak puas, dan tak ingin memberikan lawannya itu jeda, Sandy kembali menghajar Ghazwan dengan brutal. Ghadira berusaha turun dari mobil agar bisa menghentikan Sandy, namun ia tidak bisa. Alhasil, ia hanya bisa berteriak meminta tolong dan menyuruh sang supir yang saat ini ikut ketakutan untuk melerai keduanya.
Beberapa orang yang berlalu lalang mulai berdatangan, bersamaan pula dengan satpam yang langsung menarik Sandy agar bisa menjauh dari Ghazwan. Lagi-lagi wajah Ghazwan kembali bonyok, akibat pukulan-pukulan tersebut. Ia tak sempat melawan, karna Sandy terus-terusan menghajarnya.
Setelah mereka berdua berhasil dipisahkan, Sandy menghampiri Ghadira dan mengangkat paksa perempuan itu untuk turun dari mobil. Ia menggendong Ghadira dan pergi meninggalkan tempat tersebut.
(◕ᴥ◕)
"Bagus, udah berani lo bohong sama gue?" Sandy menyunggingkan senyumnya, dengan tatapan tajam yang ia perlihatkan pada Ghadira.
Keduanya sudah ada di dalam mobil milik Sandy. Ghadira menelan ludahnya susah payah, lalu memalingkan wajahnya ke samping karna tak berani membalas tatapan laki-laki itu.
Baru beberapa detik wajah Ghadira terhindar dari tatapan Sandy, dagunya tiba-tiba di tarik agar kembali menoleh ke depan.
"Kenapa lo bohong, hm?"
"Mm a-aku ... " Perempuan itu seketika menjadi gagap hanya karna jarak keduanya begitu dekat, terlebih lagi jantung Ghadira berdegup lebih kencang.
"Aku kenapa, Lauri? Yang bener jawabnya."
"Aku gak bermaksud bohong sama kakak. Tadinya aku mau jujur, tapi karna aku tau kalo kak Sandy gak suka sama kak Ghazwan, jadi aku terpaksa bohong."
"Sama aja. Lo udah bohong sama gue. Lo tau kan, gue paling gak suka sama orang yang tukang bohong?" ucap Sandy dengan tatapan yang tak lepas dari wajah Ghadira.
"Mau itu temen, keluarga, bahkan bokap gue sendiri, kalo dia udah ketahuan bohongin gue, gue gak bakal pernah percaya lagi sama mereka," sambungnya cepat, seolah tak memberikan Ghadira waktu untuk berbicara.
"Gue harap ini terakhir kalinya lo bohong sama gue, Lau. Dan gue berharap juga, ini kali terakhirnya lo jalan sama cowok tadi. Gue gak suka lo deket sama dia." Setelah mengucapkan itu, Sandy mengusap kepala Ghadira lembut.
Ghadira mengangguk pelan. "Aku janji, gak bakal bohong lagi sama kak Sandy."
"Bagus. Gue suka kalo lo nurut gini ke gue."
To be continued ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments