Haii!! trimakasii udah baca ceritaku🖤
jangan bosen yaa!
"Gue ke Toilet bentar," ucap Sandy meminta izin pada Ghadira yang masih sibuk menghabiskan makanannya.
"Iya, Kak."
Setelah kepergian Sandy, seseorang datang dan mendekati Ghadira.
"Kak Ghazwan, kok bisa ada di sini?" Pertanyaan itu lantas Ghadira lontarkan pada laki-laki yang berdiri di hadapannya.
"Iya nih, gue diajak sama temen," ujar Ghazwan, sembari menunjuk ke arah Syahdan dan Ronald yang duduk di meja tak jauh dari mereka. "Kebetulan banget ya kita ketemu di sini," lanjutnya, membuat Ghadira tersenyum.
"Ehm ... Lo ke sini bareng siapa?"
"Aku sama temen aku juga, Kak. Dia lagi di Toilet, nanti kalo Kak Sandy udah dateng aku kenalin ya."
Ghazwan mengangguk setuju. "Gue boleh duduk kan?"
"Boleh dong, Kak."
•
•
•
Selang beberapa waktu, Sandy kembali dari Toilet. Kedatangannya justru membuat Ghadira tersenyum dan tak sabar ingin memperkenalkan kedua laki-laki itu. Sandy menatap tak suka ke arah Ghazwan.
"Dia siapa?" tanya Sandy dengan nada dingin.
"Kenalin Kak, dia kakak kelasku. Namanya Kak Ghazwan."
Dengan sopan Ghazwan pun mengulurkan tangannya berniat untuk mengajak Sandy berkenalan. Namun ternyata, sapaannya itu tak kunjung dibalas oleh Sandy.
"Kak," tegur Ghadira kala melihat Sandy hanya diam tak peduli.
Sandy melirik sinis Ghadira. "Cepet usir dia. Gue paling gak suka kenalan sama orang baru."
Ghadira terbelalak, ia jadi tak enak dengan Ghazwan. Ia sontak berbisik ke telinga Sandy yang kini duduk di sampingnya. "Kak Sandy, gak boleh gitu. Dia orangnya baik, aku yakin deh kalian bisa jadi temen."
"Enggak! Cepet usir dia," perintah Sandy ikut berbisik pula.
Ghadira memasang wajah memelasnya. Mana berani dia menolak perintah Ghazwan, tapi ia juga tak berani untuk mengusir kakak kelasnya itu.
"Ehm ... Kak-"
"Besok kita berangkat bareng ya," ajak Ghazwan percaya diri. Lagi pula Sandy kan hanya temannya Ghadira, jadi tak apa jika ia mengajak perempuan itu untuk ke sekolah bersama.
Sandy yang mendengarnya pun mencoba untuk menahan amarahnya. Kedua tangan Sandy terkepal kuat, serta rahangnya yang sudah mengeras.
Ghadira tersenyum kikuk. "Kita liat besok ya, Kak."
Ghazwan mengangguk. Sorot matanya tiba-tiba terfokus pada wajah Ghadira. "Ehm ... Ghadira bentar ya." Ghazwan mengambil sehelai bulu mata Ghadira yang jatuh di pipi perempuan itu.
Bugh!
Satu bogeman Sandy berikan tepat di ujung bibir Ghazwan hingga mengeluarkan darah. Semua orang yang berada di tempat tersebut sontak berteriak histeris dan sebagian ada yang keluar dari resto itu. Sandy menarik kerah baju Ghazwan dan kembali memukulnya.
Ghazwan tak diberi jeda untuk melawan. Sampai akhirnya Ronald serta Syahdan datang, dan langsung melindungi temannya.
"Kak, udah!" lerai Ghadira mencoba menahan lengan Sandy.
Sandy menoleh pada Ghadira, dan dapat ia lihat kedua mata perempuan itu sudah berkaca-kaca. Sebelum membawa Ghadira pergi, ia memberikan satu peringatan untuk Ghazwan yang membuat Ghadira semakin ketakutan.
"Jauh-jauh dari, Lauri! Kalo sampe lo masih deket-deket sama dia, habis lo sama gue!"
(◕ᴥ◕)
Suasana di dalam mobil begitu hening. Ghadira menatap ke arah jendela enggan melihat ke arah laki-laki itu. Setelah kejadian yang tidak mengenakan tadi, Ghadira merasa malu untuk datang kembali ke Restoran tersebut. Bagaimana tidak, orang-orang di sana mulai membicarakan suatu hal yang tidak-tidak pada Ghadira.
Tak ada obrolan di antara mereka. Keduanya masih tenggelam dalam pikiran masing-masing. Sandy yang sedari tadi menahan emosinya, berusaha untuk tetap fokus menyetir mobil. Ia membawa mobil dengan kecepatan penuh, seolah-olah meluapkan emosinya.
Dari dalam hati, Ghadira terus membacakan doa agar mereka tidak kecelakaan. Ia benar-benar ketakutan.
Setelah hampir 15 menit menempuh perjalanan, sampailah mereka di suatu tempat. Bukan di rumah Ghadira, dan bukan juga di rumah Sandy. Melainkan mereka tiba di sebuah Danau, yang letaknya lumayan jauh dari Restoran tadi.
Ghadira yang duduk di samping Sandy juga masih terdiam. Ia masih enggan untuk membuka suara dan memulai percakapan. Jika biasanya ia yang lebih cerewet ketika bersama Sandy, kini perempuan itu tiba-tiba menjadi pendiam.
Ghadira memejamkan mata lalu menarik napasnya dalam-dalam, dan menghembusnya. Jantungnya berdetak tak karuan, ia mencoba mengumpulkan nyalinya untuk memulai pembicaraan.
"Kak," panggil Ghadira dan Sandy menoleh padanya. "Maaf .... " lanjutnya, seraya menunduk takut.
Akhirnya Sandy dapat mendengar permintaan maaf dari Ghadira. Ia menampilkan senyum smirknya.
"Maaf untuk apa?" tanya Sandy dengan nada yang terdengar dingin.
Ghadira menggigit bibir bawahnya. Ia meraih tangan Sandy dan menggenggamnya erat. "Soal kejadian tadi. Harusnya aku gak ngajak Ghazwan buat gabung bareng kita."
"Sekali lagi aku minta maaf. Aku janji. Di lain waktu aku yang bakal traktir, Kak Sandy. Gimana?" sambungnya, lalu menunduk. Ia ingin menghindari tatapan datar Sandy yang menakutkan itu.
"Emang lo punya duit buat traktir gue?"
Ghadira membungkam mulutnya. Ia juga tidak tau ingin mendapatkan uang dari mana. Tapi, sepertinya uang tabungannya akan cukup. Ya, walaupun nominalnya tidak terlalu banyak.
"Ada kok. Kak Sandy tenang aja. Makan malam yang gagal hari ini bakal aku ganti secepatnya."
Sebenarnya Sandy tidak mempermasalahkan soal makan malam yang gagal, Ia hanya cemburu ketika tadi Ghadira begitu akrab, bahkan perduli pada laki-laki yang bernama Ghazwan-Ghazwan itu. Entah kenapa hatinya terasa panas melihat kedekatan mereka. Apa Sandy cemburu?
"Hm, aku maafin. Tapi, inget ucapan lo tadi. Jangan sampe lo ingkar janji." Ghadira mengangguk. Ia bernapas lega mendengar Sandy yang mudah memaafkannya.
Setelah Ghadira menanyakan hal tersebut, Sandy segera turun dari mobil. Ia membuka bagasi mobil dan mengambil kursi roda milik Ghadira. Digendongnya perempuan itu agar duduk di kursi roda.
"Ini tempat apa?" tanya Ghadira, sebab ia baru pertama kali datang ke tempat itu.
Sandy yang masih mendorong kursi roda Ghadira, langsung berbisik tepat di telinga perempuan itu. "Nanti juga lo tau. Dan gue yakin lo bakal suka sama tempat ini."
Ghadira pun hanya mengacuhkan kedua bahunya. Ia yakin, laki-laki itu tak mungkin akan berbuat macam-macam padanya.
Ghadira tersenyum ketika melihat di depannya terdapat taman bunga yang sangat indah. Berwarna-warni bagai pelangi, dan tampak nyaman di mata. Tak jauh dari tempat ia berdiam, ada Danau juga di sana. Ghadira merasa begitu segar saat berada di Danau yang dikelilingi beberapa bunga indah.
Sandy kembali mendorong kursi roda Ghadira menuju pinggir Danau agar perempuan itu dapat melihat keindahannya dari dekat. Ia ikut tersenyum kala melihat Ghadira tersenyum.
Di Danau tersebut hanya ada beberapa orang yang berlalu lalang, hingga membuat tempat itu terlihat sepi. Ghadira menatap kembali Sandy untuk mengucapkan rasa terima kasih, karna sudah membawanya datang ke tempat ini.
"Tempatnya bagus. Makasih ya, Kak. Karna udah bawa aku ke sini."
Sandy mengangguk kecil. Ia kemudian mengacak rambut Ghadira gemas. "Lo nyadar gak?"
Ghadira mengerutkan keningnya bingung. "Sadar apa?"
"Tempat ini sekarang cuma ada kita berdua," sahutnya, dan Ghadira baru menyadari hal itu.
Orang-orang yang tadinya berlalu lalang kini sudah menghilang. Bukankah ini tempat wisata? Mana mungkin tidak ada satu pun orang yang datang untuk berwisata. Apalagi ini malam hari. Justru pemandangannya akan lebih indah lagi saat mengambil foto.
"Jangan bilang, Kak Sandy yang nyewa tempat ini?"
Sandy mengangguk. Ia hanya ingin berduaan dengan Ghadira malam ini. "Gue sengaja nyewa tempat ini buat kita berdua. Gue mau bikin lo seneng malam ini. Anggap aja tanda terima kasih, karna lo udah mau bertahan sama sikap gue yang ... gitulah pokoknya."
Ghadira mengerjapkan matanya berkali-kali. Ia tak habis pikir dengan laki-laki itu. Harga untuk menyewa tempat ini nominalnya tidak kecil. Bisa-bisanya Sandy menghamburkan uangnya untuk hal yang tidak penting ini.
Melihat perubahan raut wajah Ghadira yang semulanya tersenyum, Sandy pun bertanya. "Kok malah cemberut sih? Lo gak suka sama tempatnya?"
Ghadira membalas tatapan Sandy dengan wajah masamnya. "Harusnya Kak Sandy gak buang-buang uang kayak gini. Kasian tau orang tua Kak Sandy udah capek kerja, tapi Kakak malah boros untuk hal yang gak penting."
Sandy memutar bola matanya malas mendengar omelan Ghadira. "Gak usah dipikirin. Lagian itu udah tugas mereka jadi orang tua. Kalo emang mereka gak mau uangnya dipake sama gue, yaudah gak usah lahirin gue. Toh juga gue gak pernah minta dilahirin dunia ini."
"Kakak jangan ngomong gitu. Nanti kalo Papanya kak Sandy tau, aku yakin dia bakal sedih dengernya."
Sandy menyunggingkan senyumnya. "Ngapain juga gue mikirin perasaan dia? Toh juga, dia gak pernah peduli sama gue."
Ghadira tau tentang latar belakang keluarga Sandy, sebab laki-laki itu sering menjadikan Ghadira sebagai teman curhatnya. Mama Sandy sudah meninggal sekitar 5 tahun yang lalu, sedangkan Papanya sangat jarang berada di rumah.
Alex begitu sibuk bekerja, sampai-sampai ia tak punya waktu dengan keluarganya. Saat hembusan terakhir istrinya pun, ia tak ada di samping menemani. Maka dari itu, Sandy sangat membenci Alex dan menganggap bahwa Alex sudah tak menyayanginya. Begitu pula almarhumah Mamanya.
"Aku yakin, Om Alex pasti masih peduli sama Kakak," ucap Ghadira percaya diri.
Lagipula ia yakin, bahwa tidak ada orang tua yang tidak menyayangi anaknya. Sekalipun anaknya melakukan kesalahan, pasti orang tua akan memaafkan. Begitu pun dengan Fia. Ghadira yakin, Mamanya tidak sejahat yang pikir. Suatu saat Fia akan menyayanginya seperti dulu lagi.
"Gue gak terlalu berharap lebih sih sama ucapan lo barusan. Mau bokap gue masih sayang apa enggak ke gue, gue gak peduli. Tapi, kalo sampe bokap gue nikah lagi, gue bakal buat kehidupan dia dan ****** itu hancur. Begitupun dengan keluarga si ******, bakal habis ditangan gue."
Ghadira meneguk ludahnya takut. Melihat wajah Sandy ketika sedang menahan amarah, ternyata sangat menakutkan. Ia meraih tangan laki-laki itu dan mengusap punggung tangannya pelan.
"Sabar, Kak. Aku yakin, kalo Kak Sandy ngomong baik-baik sama Om Alex, dia pasti bakal ngerti."
Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Sandy hanya mengangguk dan kembali memfokuskan diri pada pemandangan Danau di depan. "Gue harap lo gak pernah berubah, Lau. Gue cuma punya lo sekarang. Cuma lo yang bisa ngertiin gue."
Ghadira menatap Sandy dari samping dan tersenyum tipis. "Kak Sandy, kalo diliat-liat ganteng juga ya."
Sontak saja, Sandy terbelalak mendengar ucapan Ghadira. Diam-diam ia tersenyum karna salah tingkah.
"Yaudah pacaran sama gue," ceplos Sandy membuat Ghadira melongo.
"Maksudnya?"
"Gue kan ganteng, kaya, trus baik. Emang lo gak mau punya cowok kayak gue?"
Ghadira semakin dibuat bingung. "Kakak bercanda kan? Lagian, Kak Sandy mana mungkin naksir sama aku."
"Kenapa enggak?" tanya Sandy tegas. "Kita kan udah temenan lama, dan gue yakin lo pasti ada perasaan suka kan sama gue?"
Ghadira menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Jadi, ini beneran?"
Sandy mengangguk cepat. "Yaiyalah! Denger ya, gue gak pernah main-main sama ucapan gue sendiri. Apalagi soal perasaan."
Setelah sekian lama Sandy memendamnya, akhirnya ia bisa mengutarakan perasaannya pada Ghadira. Ia harus gerak cepat. Ia tidak ingin Ghadira didekati oleh laki-laki lain. Terlebih lagi dengan orang yang ada di Restoran tadi. Tak lain dan tak bukan adalah, Ghazwan.
"Lo mau kan jadi pacar gue?" ucap Sandy lembut.
Ghadira benar-benar tidak tau ingin menjawab apa sekarang. Jika ditanya apa Ghadira punya perasaan dengan Sandy? Ia sendiri tidak tau. Tapi, jujur saja saat Ghadira sedang bersama Sandy, ia akan merasa aman dan nyaman. Ghadira menyukai sikap Sandy yang begitu perhatian padanya. Namun, ia juga harus sadar dengan kondisinya.
Belum ada jawaban dari Ghadira, membuat Sandy berdecak kesal.
"Kayaknya kita harus pulang, Kak. Udara di sini makin lama makin dingin," ucap Ghadira berusaha menghindar.
Bukannya menuruti kemauan Ghadira, Sandy justru malah melepaskan jaketnya dan memasangkannya kembali ke tubuh Ghadira.
"Lo ngode minta gue pakein jaket?"
Ghadira membungkam mulutnya, kala jaket milik Sandy sudah terbalut di tubuhnya.
"Sekarang jawab pertanyaan gue, Lau." Sandy menatap wajah Ghadira lekat. "Lo mau kan jadi pacar gue?"
"A-aku gak bisa, Kak." Ghadira menunduk takut.
"Kenapa gak bisa?" Ghadira semakin dibuat ketakutan, ketika melihat tangan laki-laki itu mencengkram kuat kursi roda miliknya. "Apa ini gara-gara cowok tadi, hm?"
Ghadira sontak menggeleng cepat. Ini benar-benar tidak ada hubungannya dengan Ghazwan.
"Trus apa? Apa lo ragu sama perasaan gue? Apa lo ngira gue cuman mau mainin perasaan lo? Jawab, Lauri."
Ghadira menarik napasnya dalam-dalam, lalu membuangnya cepat. "Aku nggak mau nambahin beban, Kakak. Aku nggak mau buat Kakak malu karna punya pacar lumpuh kayak aku. Kakak itu, orangnya baik. Aku yakin, di luar sana pasti banyak perempuan sempurna yang mau jadi pacar Kakak," ungkap Ghadira dengan kedua matanya yang berkaca-kaca.
Sandy tertegun mendengar ucapan Ghadira. Ia langsung memeluk tubuh perempuan itu erat. "Gue gak pernah ngerasa dibebanin, Lau. Bagi gue lo itu perempuan sempurna. Lo itu cantik, gue suka lo yang apa adanya."
Sandy benar-benar mencintai Ghadira. Ia sama sekali tak merasa dibebankan oleh Ghadira. Ia tulus mencintai perempuan itu.
"Gue tanya sekali lagi. Lo mau kan jadi pacar gue?"
To be continued ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments