First Kiss

Happy reading🖤

Sudah hampir 10 menitan Sandy menunggu Ghadira di gerbang sekolah. Hatinya sudah berkobar-kobar, karna menunggu Ghadira yang belum juga memperlihatkan batang hidungnya. Mata Sandy sesekali melirik benda arlojinya, seraya menghempaskan napasnya kasar. Ia sudah beberapa kali menelpon perempuan itu, tapi hpnya tidak aktif.

Tatapan Sandy seketika mengarah ke depan gerbang kala melihat Ghadira dengan kursi rodanya itu. Segera ia turun dari mobil dan membantu Ghadira untuk duduk ke jok mobil. Setelah semuanya selesai, Sandy kembali ke kursi pengemudi tepat di samping Ghadira.

"Kak Sandy, udah nunggu lama?" tanya Ghadira sambil menatap raut wajah laki-laki itu yang terlihat merengut.

Sandy menyalakan mesin mobilnya dan melaju dengan kecepatan rata-rata. "Waktu gue kebuang tau gak, gara-gara nungguin lo doang. Ngapain aja sih? Trus kenapa hp lo mati?"

Ghadira menegakkan tubuhnya sedikit. "Tadi habis piket dulu, kak. Makanya lama."

"Trus, hp lo?"

"Mm, hp aku rusak, kak. Gak bisa nyala," ucap Ghadira sangat pelan. Ghadira tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya pada Sandy, ia takut jika laki-laki itu memakinya karna tak melawan saat di bully oleh Dara.

"Kok bisa? Coba gue liat."

Ghadira merogoh saku seragamnya, dan mengeluarkan hpnya. Ia kemudian memberikan hp tersebut pada Sandy yang tetap fokus menyetir.

"Tadi pas aku mau minum, hp aku gak sengaja ketumpahan air. Udah aku coba nyalain, tapi tetep aja gak bisa."

Sandy memutar bola matanya lengah. "Ceroboh banget sih lo."

Sandy membolak-balikkan hp Ghadira, dan terlihat layar dari benda pipih tersebut sudah kemasukan air. "Ini perlu ke servis sih. Tapi, gue gak yakin kalo hp lo bisa nyala lagi."

Ghadira menunduk, ia sangat berharap jika hpnya itu dapat diperbaiki dan bisa ia gunakan lagi seperti biasa.

Sandy mengambil sesuatu dari tas ranselnya, lalu memberikan benda tersebut pada Ghadira. "Untuk sementara lo bisa pake hp ini. Dan hp lo bakal gue bawa ke servis hp deket rumah gue."

Ghadira mengulas senyum lebarnya, kedua mata perempuan itu berbinar menatap Sandy. "Bener nih? Trus, kak Sandy pake apa?"

"Pake aja, gue masih punya hp lagi. Tapi, itu gak gratis ya," ucap Sandy membuat senyum Ghadira langsung luntur.

"Kok gitu sih? Yaudah, nih ambil lagi aja." Ghadira mendengus kesal, lalu menyodorkan hp itu kepada pemiliknya.

Sandy tertawa pelan, ia mengacak-acak rambut Ghadira hingga perempuan itu semakin dongkol padanya. "Beneran nih hpnya mau lo balikin lagi? Padahal cuma bayar pake otak doang, lho."

Kening Ghadira berkerut. "Maksudnya?"

"Ya seperti biasa, lo bantuin gue kerjain tugas kuliah gue yang udah numpuk. Mau kan?"

Ghadira membulatkan mulutnya, lalu mengangguk. "Ohh, cuma itu. Iya, aku mau. Kapan emangnya?"

Sandy berfikir sesaat. Jika ia ingin mengajak Ghadira keluar rumah, itu berarti ia harus meminta izin lebih dulu pada Fia. "Gak papa deh duit gue melayang, yang penting bisa berduaan sama dia."

"Nanti malam gimana? Kebetulan gue juga mau ngajak lo makan di restoran. Lo pasti udah lama kan gak makan enak? Makannya di pinggir jalan mulu, gak higienis tau gak."

Ghadira membantah ucapan Sandy barusan. "Gak semua makanan pinggir jalan itu gak higienis, kak. Aku malah lebih suka makan di pinggir jalan, daripada di restoran."

"Terserah deh. Intinya sebelum jam delapan lo udah siap. Gak usah dandan cantik, biasa aja. Toh juga gak bakal ada yang ngelirik lo di sana."

Ghadira mendengus pasrah. Ia sudah kebal dengan ucapan pedas yang keluar dari mulut Sandy. Lagi pula ia yakin jika Sandy memiliki hati yang baik, buktinya laki-laki itu selalu menolongnya saat sedang kesusahan.

"Tapi, cara minta izin ke Mama aku gimana, kak? Aku takutnya, kak Sandy malah diomelin lagi kayak waktu itu."

"Tenang, gue yakin nyokap lo bakal kasih izin." Sandy menyakinkan Ghadira. "Dia kan mata duitan, disodorin duit langsung luluh hatinya."

(⁠◕⁠ᴥ⁠◕⁠)

Ghadira sudah siap dengan dress biru muda yang ia kenakan itu. Sedikit mengolesi wajahnya agar terlihat menawan malam ini. Ghadira membuka pintu kamarnya dan melihat Sandy tengah mengobrol bersama Fia di teras rumah. Entah apa yang mereka obrolkan, Ghadira sendiri tidak tau sebab suaranya begitu pelan.

"Lauri!" Perempuan itu tersentak kaget kala mendengar teriakan Fia yang memanggilnya.

Segera Ghadira keluar dari kamar, dengan jantung yang berdebar kencang. Ia takut jika dirinya tak diberi izin dan berakhir di omeli.

"I-iya, Ma," sahutnya ketika sudah berada di hadapan mereka.

"Kamu kok lama banget sih, kan nak Sandy udah nungguin kamu dari tadi." Ghadira tak percaya dengan apa yang didengarnya itu. Sejak kapan Mamanya dan Sandy akur begini?

Dulu aja ...

"Permisi Tante, saya mau ajak Lauri makan malam. Apa boleh?" tanya Sandy saat beberapa bulan yang lalu.

Fia menatap tampilan Sandy dari atas hingga bawah. "Tidak boleh. Lagipula ini sudah malam, dan anak saya harus belajar."

"Sebentar aja kok, Tan. Lagian kita makannya gak jauh, deket sini aja."

"Kalo saya bilang tidak, ya tidak. Sudah, sana! Kamu pulang dan jangan ajak anak saya keluar malam lagi!"

"Nak Sandy, Tante titip Lauri ya," ucap Fia membuat lamunan Ghadira buyar.

"Oh, siap Tante. Kalo gitu kami pergi ya," sahut Sandy lalu berjalan ke arah belakang kursi roda milik Ghadira.

"Lauri, pamit ya, Ma."

"Iya, sayang," jawab Fia dan menatap kedua sejoli itu yang kian menjauh. Ia tersenyum senang, lalu mengeluarkan beberapa lembaran uang merah yang diberikan oleh Sandy tadi. "Lumayan, buat shopping!"

Di dalam mobil Ghadira langsung bertanya pada Sandy tentang perubahan Mamanya itu. "Kak Sandy, ngomong apa ke Mama?"

Sandy mengerutkan keningnya seolah bingung. "Gak ngomong apa-apa. Gue cuma minta izin, dan nyokap lo izinin. Itu doang."

"Tapi kan, Mama aku paling gak suka kalo aku deket sama cowok. Apalagi sampe keluar malem," ujar Ghadira masih penasaran.

"Ya gak tau, mungkin aja nyokap lo udah sadar kalo gue itu cowok baik-baik ... trus ganteng pula," jawabnya dengan sombong.

"Iya, kali ya," gumam Ghadira, walaupun masih sedikit janggal.

Tatapan Sandy tertuju pada bibir ranum Ghadira yang membuatnya tak berkedip sama sekali. Sandy membasahi bibirnya yang tiba-tiba terasa kering itu.

"Ehm, lelet banget sih lo?! Dandan lama, tapi muka lo kayak biasa aja."

Ghadira menggaruk tengkuknya yang sama sekali tak gatal. Jujur saja, saat memilih baju, Ghadira kebingungan ingin pakai yang mana.

"Tadi, aku bingung kak mau pake yang mana. Lagian kak Sandy kan bilangnya mau jemput sebelum jam 8, tapi ini masih stengah 7."

Sandy terdiam, mana mungkin ia berkata jika ia benar-benar tidak sabar ingin makan malam bersama Ghadira.

"Udah, jangan banyak bacot. Gue ... " Sandy menjeda ucapannya. Laki-laki itu kembali menatap bibir tipis Ghadira yang membuatnya tidak fokus.

Ghadira mengerutkan keningnya, kala melihat Sandy mulai memajukan wajahnya hingga jarak mereka begitu dekat.

Cup

Satu kecupan lembut mendarat di bibir Ghadira yang membuat napas perempuan itu tertahan. Ia membelalakkan matanya lebar, ketika kedua benda kenyal tersebut bersentuhan.

Refleks, Ghadira menjauhkan wajahnya, sehingga ciuman itu terlepas. Merasa tak puas, Sandy langsung menarik tengkuk Ghadira dan kembali menciumnya.

Kecupan yang mendarat di bibir Ghadira membuatnya kembali terdiam kaku. Napas perempuan itu terhenti, ketika merasakan kecupan tersebut perlahan-lahan menjadi sebuah *******. Ghadira hampir saja terbuai dengan ciuman yang diberikan Sandy, namun segera ia tepis. Terlebih lagi, mereka masih berada di pekarangan rumah Ghadira, ia takut jika Fia melihat kelakuan mereka berdua.

Dengan cepat ia mendorong tubuh laki-laki itu agar menjauh, dan langsung mengusap bibirnya kasar. "Kak!"

Entah apa yang dipikirkan Sandy, laki-laki itu malah tersenyum miring. Ia menyentuh bibirnya yang sudah basah.

"Bibir lo manis," gumam Sandy, tanpa sadar membuat perempuan di sampingnya itu terbelalak.

Ghadira meneguk ludahnya kasar. Ia memalingkan wajahnya ke samping karna malu. Bahkan kedua pipinya sudah memanas, dan mungkin saja terlihat memerah sekarang.

"First kiss, aku!"

(⁠◕⁠ᴥ⁠◕⁠)

Setibanya di restoran, Ghadira sama sekali tak punya keberanian untuk menatap Sandy setelah ciuman tadi terjadi. Ia memilih untuk fokus pada makanannya, dan akan berbicara saat Sandy mengajukan sebuah pertanyaan padanya.

"Ehm!"

Bulu kuduk Ghadira bergeming kala mendengar gumaman Sandy.

"Lo kenapa? Lagi nahan berak? Dari tadi gue perhatiin kayak orang gelisah gitu."

Ghadira memelankan kunyahannya, ia pun menatap Sandy walaupun hanya sekilas. "E-enggak. Aku gak kenapa-kenapa."

Sandy membuang napasnya kasar. "Maaf, soal yang tadi."

Ghadira tak menjawab, ia hanya memasukkan sesuap nasi ke dalam mulut dan mengunyahnya cepat. Selama diperjalanan hingga sekarang, jantung Ghadira terus berdegup kencang seakan-akan ingin berpindah tempat. Jika diberi pilihan, Ghadira ingin sekali pergi dari hadapan laki-laki itu sekarang juga. Kejadian tadi selalu saja berputar di pikiran Ghadira.

"Makannya hati-hati aja, Lau," tegur Sandy karna sedari tadi ia memperhatikan Ghadira yang tak fokus.

Ghadira terperanjat kaget, ia melihat ke depan. "Maaf, Kak."

Sandy memutar bola matanya malas, lalu semakin menatap Ghadira dengan tatapan serius. "Soal yang tadi gu-"

"Ini ayamnya enak banget ya. Kak Sandy mau?" potong Ghadira ingin mengalihkan topik pembicaraan.

Sandy berdecak kesal. "Jangan ngalahin pembicaraan, Lauri."

Ghadira mengerjapkan matanya berkali-kali, ia menggigit bibir bawahnya karna gugup. "Soal yang tadi, lupain aja, kak. Aku ... aku ... gak masalah kok."

Kedua alis Sandy mengernyit. "Gak masalah?"

"Eh, enggak. Maksud aku, Kak Sandy gak usah bahas itu mulu. Aku tau, kakak pasti gak sengaja kan?"

Sandy terbungkam. Rasanya ia ingin berucap dengan lantang pada Ghadira bahwa dirinya, "Yang tadi itu gak sengaja, Lau! Gue suka sama lo! Gak tau kapan, tapi intinya gue harap lo juga punya perasaan yang sama kayak gue."

"Kak Sandy kenapa diem?"

Sandy tersadar dari lamunannya. "Ehm, enggak."

"Lauri," panggil Sandy dengan pelan.

Ghadira memelankan kunyahannya, lalu menjawab. "Iya, Kak?"

"Punya lo rasa apa?"

Ghadira melongo mendengar pertanyaan random yang keluar dari mulut Sandy. "Hah?"

"Maksud gue, es krim lo rasa apa?"

"Ohh ... es krim aku rasa vanilla. Kenapa emang? Kak Sandy mau?"

Sandy mengangguk-anggukkan kepalanya semangat. "Suapin gue cepet!"

Ghadira menyodorkan es krim miliknya pada Sandy dan memberikannya sendok yang baru. "Ini, Kak."

Sandy menatap tangan kanannya, kemudian memperlihatkan bekas luka akibat kecelakaan beberapa bulan yang lalu pada Ghadira. "****! Tangan gue masih sakit. Tiba-tiba gak bisa digerakin."

Tentu saja Ghadira langsung panik mendengarnya, ia menyentuh lengan Sandy untuk memastikannya. "Sakit lagi, Kak? Yaudah, kita ke rumah sakit aja gimana? Takutnya kenapa-napa lagi."

"Gak usah lebay lo." Ghadira bingung dengan ucapan Sandy. Kan dia sendiri yang bilang kalau sakit, tapi kenapa dibawa ke rumah sakit tidak mau?

"Lau!" panggil Sandy pada Ghadira yang tengah menunduk.

"I-iya, Kak?"

"Berhubung tangan gue lagi sakit, lo harus cari ide gimana pun caranya supaya gue bisa nyobain es krim itu."

"Kan bisa pake tangan kiri, Kak," sahut Ghadira, kikuk.

"Gak boleh lah. Emang lo gak pernah diajarin apa sama orang tua lo, kalo makan itu harus pake tangan kanan. Gak boleh tangan kiri."

Ghadira menggaruk tengkuk kepalanya yang tak gatal. Jujur saja, dia mengerti apa maksud Sandy barusan. Hanya saja perempuan itu merasa malu untuk melakukannya.

Dengan keberanian yang ia punya, Ghadira menarik napasnya dalam-dalam lalu membuangnya. "Kak Sandy, mau aku suapi?" gumam Ghadira.

Jantung Sandy bergemuruh cepat mendengarnya. "Menurut lo!"

Ghadira menyendokkan es krim rasa vanilla yang ia pesan tadi ke arah Sandy. "Buka mulut, Kak."

Tak menunggu waktu lama, Sandy membuka mulutnya dan menerima suapan dari Ghadira. Tak bisa dipungkiri, hatinya berdesir dengan begitu kuat. Ingin sekali Sandy menyuruh Ghadira untuk terus menyuapinya sampai makanannya habis. Namun, rasa gengsi di dirinya terlalu besar.

Tatapan Sandy tak lepas dari wajah cantik Ghadira yang membuatnya diam-diam tersenyum. "Bukan cuma wajah lo aja yang cantik, tapi hati lo juga. Gue yakin, cowok yang bakal jadi suami lo nanti pasti beruntung banget bisa dapetin lo."

"Lauri, gue sayang sama lo."

To be continued ...

Episodes
1 PROLOG
2 Aghazwan Caesar Anggara
3 Ghadira Rindu Papa
4 Hai, Ghadira!
5 Ghazwan
6 Bullying
7 First Kiss
8 Ungkapan Sandy
9 Toko Buku
10 Air Mata Ghadira
11 Kak Sandy Marah?
12 Calon Mertua
13 Ghazwan Sang Penulis
14 Puisi Untuk Ghadira
15 Ghadira Sakit
16 Tuduhan Dara
17 Semakin Rumit
18 Keluar Dari Rumah
19 Merubah Alur
20 Kejadian Tak Terduga
21 Kemana Ghadira?
22 Kedatangan Polisi
23 Penyesalan Fia
24 Ghadira Pergi
25 Siapa Pelaku Sebenarnya
26 Tangisan Pilu Ghadira
27 Kisah Selanjutnya
28 KUG [ New Version ]
29 Awal
30 Dia Datang
31 Kembali Sekolah
32 Masa Lalu
33 Cinta Pertama
34 Devan Koma
35 Hancur
36 Pergi
37 Pertunangan
38 Cukup Menenangkan
39 Aneh
40 Jalan Jalan Sore
41 Berubah
42 Pertama Kali
43 Pacaran?
44 Al Bengek
45 Ketua Geng
46 Tertangkap Lagi
47 Curiga
48 Perasaan Yang Terpendam
49 Borong Es Krim
50 Hujan
51 Siapa Yang Salah?
52 Terbongkar
53 Menghilang
54 Menenangkan Diri
55 Sedikit Trauma
56 Lupa ingatan
57 Bersabar
58 Datangnya Benalu
59 Kegenitan Katanya
60 Diem Atau Gue Tendang?
61 Marahnya Al
62 Pantang Menyerah Sebelum Sayang
63 Tara Galau
64 Menginap
65 Setidaknya Menghargai
66 Kecewa
67 Pulih
68 Galak
69 Perjuangan Al
70 Alergi Udang
71 Merawat
72 Jadi Babu
73 Pengakuan Rania
74 Akhir Kisah ALRARA
75 Kisah Baru
76 Kakek Berjubah Hitam
77 Teman Jadi Musuh
78 Menolong
79 Mayat Dibawah Lemari
80 Peramal
81 Berbuat Kebaikan
82 Teman Kecil
83 Penghuni Rumah Nathan
84 Acara Camping
85 Galang Kemasukan
86 Terjebak Dugubuk Tua
87 Tetangga Baru Yang Aneh
88 Laki laki Misterius
89 Siapa Rama?
90 Asap Hitam
91 Mayat
92 Sekar
93 Sendirian
94 Tikus Mati Dan Teka-Teki
95 Kejadian Pulang Kampus
Episodes

Updated 95 Episodes

1
PROLOG
2
Aghazwan Caesar Anggara
3
Ghadira Rindu Papa
4
Hai, Ghadira!
5
Ghazwan
6
Bullying
7
First Kiss
8
Ungkapan Sandy
9
Toko Buku
10
Air Mata Ghadira
11
Kak Sandy Marah?
12
Calon Mertua
13
Ghazwan Sang Penulis
14
Puisi Untuk Ghadira
15
Ghadira Sakit
16
Tuduhan Dara
17
Semakin Rumit
18
Keluar Dari Rumah
19
Merubah Alur
20
Kejadian Tak Terduga
21
Kemana Ghadira?
22
Kedatangan Polisi
23
Penyesalan Fia
24
Ghadira Pergi
25
Siapa Pelaku Sebenarnya
26
Tangisan Pilu Ghadira
27
Kisah Selanjutnya
28
KUG [ New Version ]
29
Awal
30
Dia Datang
31
Kembali Sekolah
32
Masa Lalu
33
Cinta Pertama
34
Devan Koma
35
Hancur
36
Pergi
37
Pertunangan
38
Cukup Menenangkan
39
Aneh
40
Jalan Jalan Sore
41
Berubah
42
Pertama Kali
43
Pacaran?
44
Al Bengek
45
Ketua Geng
46
Tertangkap Lagi
47
Curiga
48
Perasaan Yang Terpendam
49
Borong Es Krim
50
Hujan
51
Siapa Yang Salah?
52
Terbongkar
53
Menghilang
54
Menenangkan Diri
55
Sedikit Trauma
56
Lupa ingatan
57
Bersabar
58
Datangnya Benalu
59
Kegenitan Katanya
60
Diem Atau Gue Tendang?
61
Marahnya Al
62
Pantang Menyerah Sebelum Sayang
63
Tara Galau
64
Menginap
65
Setidaknya Menghargai
66
Kecewa
67
Pulih
68
Galak
69
Perjuangan Al
70
Alergi Udang
71
Merawat
72
Jadi Babu
73
Pengakuan Rania
74
Akhir Kisah ALRARA
75
Kisah Baru
76
Kakek Berjubah Hitam
77
Teman Jadi Musuh
78
Menolong
79
Mayat Dibawah Lemari
80
Peramal
81
Berbuat Kebaikan
82
Teman Kecil
83
Penghuni Rumah Nathan
84
Acara Camping
85
Galang Kemasukan
86
Terjebak Dugubuk Tua
87
Tetangga Baru Yang Aneh
88
Laki laki Misterius
89
Siapa Rama?
90
Asap Hitam
91
Mayat
92
Sekar
93
Sendirian
94
Tikus Mati Dan Teka-Teki
95
Kejadian Pulang Kampus

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!