Haii prend🖤
btw, kalian pada tahun baruan dimana nih?
kalo dil sih cuma dirumah yaa'))
Mauren yang baru saja tiba di sekolah, langsung menghampiri Ghadira yang tengah meletakkan tempat sampah di luar kelas. Pikirannya mulai bertanya-tanya, sebab hari ini bukanlah jadwal piket Ghadira, tapi mengapa sahabatnya itu memegang tempat sampah.
"Kamu habis ngapain, Lau?" tanya Mauren sembari membantu Ghadira memundurkan kursi rodanya.
Ghadira terkejut dengan kedatangan Mauren yang tiba-tiba muncul di belakangnya. "Ehm, Mauren bikin kaget aja. Ini aku habis buang sampah," sahutnya, membuat Mauren mengerutkan kening.
"Jangan bilang ini kelakuan, Dara sama temen-temennya?" gumam Mauren sambil memicingkan matanya curiga.
Ghadira menganggukkan kepalanya, membuat Mauren menghempaskan napasnya.
"Maaf ya, aku gak ada pas kamu dibully," lirihnya, dan Ghadira hanya tersenyum tipis seraya menggenggam tangan Mauren.
"Gak usah minta maaf, kamu kan gak salah."
"Yaudah, kalo gitu aku mau ke toilet bentar ya," sambungnya, dan kemudian Mauren tersenyum lalu mengangguk.
(◕ᴥ◕)
Ghazwan melangkahkan kakinya dengan gerakan yang pasti tanpa keragu-raguan. Ghazwan bersiul, sembari matanya menjelajahi area sekolah yang pertama kalinya ia lihat itu. Beberapa siswi SMA Sanjaya menyapa Ghazwan, bahkan ada yang meminta nomornya juga. Karna geram, akhirnya Ghazwan memberikan nomor togel milik Mang Udin saja. Tukang kebun di rumahnya.
Baru beberapa langkah melewati toilet, Ghazwan tak sengaja menabrak seorang perempuan yang ia temui kemarin. Ghadira meringis pelan sambil mengusap keningnya, dikarenakan terbentur oleh sikut laki-laki itu.
"Sorry, gue gak sengaja," sesal Ghazwan, lalu membantu Ghadira mengumpulkan buku-bukunya yang terjatuh ke lantai.
Ghadira yang tau bahwa laki-laki itu adalah Ghazwan pun, langsung menghindari kontak matanya dan menjaga jarak. Jantungnya kembali berdegup kencang, seperti saat pertama kali mereka bertemu.
"Makasih," ungkap Ghadira dengan tersenyum malu.
Ghazwan mengernyitkan dahinya, lalu mengambil salah satu buku milik Ghadira tadi. "Lo belum selesai baca novel ini?"
Ghadira memiringkan kepalanya dengan mata yang menyipit. "Memangnya kenapa? Kakak mau baca juga?" tanya Ghadira dan Ghazwan menggeleng pelan.
"Menurut lo novel ini gimana?" Pertanyaan itu membuat Ghadira berfikir sesaat, ia lalu menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya.
"Novelnya bagus, seru, dan sedih juga. Aku suka banget sama tokoh utama dari cerita itu, karna cinta dia kepada kekasihnya begitu tulus. Bahkan dia rela mengorbankan perasannya, demi orang yang disayanginya itu bisa bahagia. Ya walaupun endingnya sedih, tapi gak papa. Soalnya aku jadi banyak belajar dari cerita itu."
"Belajar tentang apa?" tanya Ghazwan, penasaran.
"Belajar bahwa mencintai seseorang tidak selamanya harus dimiliki."
Ghazwan menegakkan tubuhnya, sambil berdehem singkat. "Trus, kalo misalkan penulis dari cerita itu ada di sini. Lo mau ngomong apa?"
Kening Ghadira menekuk, dan kedua bahunya yang terangkat. "Aku cuma mau bilang kalo ... "
Ghazwan mengernyitkan dahinya menunggu ucapan Ghadira. "Kalo?"
"Kalo aku mau izin buat jewer telinga dia, karna udah buat aku nangis tengah malam. Tokoh si cowok masa dibuat mati sih, kan aku gak tega sama pacar dia. Apalagi kita itu sesama perempuan, jadi aku tau gimana perasaan dia," lirih Ghadira dengan bibir yang melengkung ke bawah.
Ghazwan membelalakkan matanya lebar. Apa katanya tadi? Telinga dia akan dijewer oleh perempuan itu?
"Ghazwan," panggil Ghadira membuat lamunan laki-laki pecah.
Ghazwan menarik sebelah alisnya, seolah berkata apa.
"Aku kayak gak asing gitu deh sama nama kakak. Pernah baca, tapi gak tau dimana," akunya, dengan mata yang menyipit.
Ghazwan merubah posisinya menjadi jongkok agar tinggi badan keduanya bisa setara. Laki-laki itu menyingkirkan beberapa helai poni Ghadira yang menutupi sebelah matanya. Ia tersenyum tipis.
"Coba deh lo liat nama penulisnya siapa," pinta Ghazwan dan Ghadira langsung menatap sampul depan novel yang dipegangnya itu.
"Aghazwan C.A." Ghadira membacanya sangat pelan. Sedetik kemudian ia kembali menoleh pada Ghazwan dengan tatapan tak percaya.
Mata perempuan itu melirik ke arah papan nama yang berada di segaram Ghazwan. "Jangan bilang kalo ... "
Ghazwan memandangi wajah perempuan itu dengan menyunggingkan senyumnya. "Kalo ... Gue penulisnya."
Ghadira membeku. Matanya melebar dan kedua alis yang terangkat ke atas karna tak percaya. "Beneran?"
Ghazwan tak menjawab, ia hanya mengangguk sebagai jawaban. Mata laki-laki itu terfokus pada perubahan mimik wajah Ghadira yang membuatnya tersenyum.
"Kok gak ngomong sih, Kak dari awal?" Ghadira kesal, bibir bagian bawahnya maju sedikit ke depan.
Ghazwan mengedikkan bahunya. "Ya karna lo gak nanya."
"Kak." Ghadira memanggil Ghazwan yang kini sudah berdiri di hadapannya.
"Hm?"
"Kenapa tokoh utamanya harus mati? Kenapa gak tokoh antagonisnya aja?" tanya Ghadira dengan rahang yang mengatup.
"Udah takdir," jawab Ghazwan sambil setengah tersenyum.
Ghadira melototkan matanya, ia kemudian menepuk lengan Ghazwan yang tengah menertawainya. "Tega banget."
kring! kring!
Suara bel terdengar nyaring ditelinga keduanya. Ghazwan melirik ke arah para siswa siswi yang tengah berlarian masuk ke kelas masing-masing. Ghazwan kembali menatap Ghadira di depannya.
"Udah bel tuh."
Ghadira manggut-manggut. "Iya, Kak. Kalo gitu aku balik ke kelas dulu ya."
"Eh, tunggu dulu." Ghazwan mencegah perempuan itu yang hendak pergi.
"Kenapa, Kak?" tanyanya, bingung.
"Istirahat nanti lo ke perpus gak?" Ghazwan langsung memalingkan wajahnya, kala perempuan itu menatapnya dengan tatapan intens.
"Kayaknya iya. Kenapa emang, Kak?"
Ghazwan bersorak dalam hati, ia melebarkan senyumnya mendengar jawaban Ghadira. "Oh, ini. Nanti pas istirahat kita ketemu di perpus ya. Gue punya rekomendasi novel yang bagus buat lo."
"Bener?"
"Iyaa, Ghadira."
"Yaudah, kalo gitu aku ke kelas ya, Kak. Sampai ketemu di perpus nanti," pamit Ghadira dan meninggalkan Ghazwan yang kini melambaikan tangan padanya.
(◕ᴥ◕)
Ronald, sepupu Ghazwan yang super kepo itu mulai mengintrogasi sepupunya yang saat ini lebih memilih datang ke perpustakaan dari pada kantin. Ronald curiga, apa Ghazwan sudah punya pujaan hati di sekolah ini. Tapi, mana mungkin secepat itu. Ghazwan saja baru dua hari bersekolah di SMA Sanjaya.
"Jujur sama gue, lo punya gebetan ya di perpus?" tanya Ronald sambil menatap curiga sepupunya.
Ghazwan memutar bola matanya jengah, ia kemudian duduk di kursi seusai mengambil buku untuk dibacanya nanti bersama Ghadira.
"Sstt ... jangan berisik di perpustakaan," peringat Ghazwan, lebih tepatnya ia ingin mengalihkan pembicaraan saja.
"Kasih tau gue, siapa ceweknya? Sabina? Atau siapa? Kepo nih gue." Bukannya berhenti, Ronald malah semakin menjadi-jadi.
"Kepo amat lo kek Dora," imbuh Syahdan, sahabat Ronald sejak SMP.
Ronald menjulurkan lidahnya. "Yang namanya Syahdan, gak diajak."
"Bodo. Emang gue peduli?" balas Syahdan dengan ketus.
"Kamu naenyak?"
"Bisa diem gak sih lo berdua?" kesal Ghazwan, sebab mereka sudah menjadi pusat perhatian orang-orang seisi Perpus.
"Iya, siap!" jawab Ronald dan Syahdan bersamaan.
Ghazwan menepuk dahinya pelan. Ia menatap sekitar, mencoba mencari Ghadira yang belum juga muncul batang hidungnya.
Ghazwan tersenyum senang ketika melihat Ghadira yang baru saja masuk dari pintu perpustakaan. Ia pun berdiri dari duduknya, membuat Ronald dan Syahdan ikut berdiri.
"Kenapa, Wan?" tanya Ronald sembari melihat dimana arah tatapan Ghazwan.
"Lo berdua tunggu di sini. Gue ada urusan bentar." Belum sempat Ronald bertanya, Ghazwan lebih dulu pergi meninggalkan mereka.
"Ghadira," panggil Ghazwan, membuat perempuan yang tengah sibuk memilih buku itu pun langsung menoleh.
"Eh, Kak Ghazwan. Udah lama, Kak?" tanya Ghadira dengan memperlihatkan kedua lesung pipinya.
Ghazwan menggeleng. "Baru kok. Oh iya, gue udah bawa buku yang mau gue rekomendasiin ke lo."
Ghadira menerima buku yang diberikan Ghazwan padanya. "Ini buku pertama gue yang udah terbit pas tahun 2020 yang lalu. Gue yakin sih lo bakal suka."
Ghadira memandangi buku tersebut sambil membolak-balikkannya. "Dulu aku mau ikutan PO novel ini, tapi gak sempet. Udah keburu habis stoknya," ungkap Ghadira dengan wajah memelas.
Ia mengingat betapa antusiasnya dulu untuk membeli buku tersebut. Ghadira sampai rela menyisihkan sebagian uang jajannya agar bisa ikut PO, tapi ternyata ia kehabisan stok.
"Oh ya? Yaudah, kalo gitu bukunya buat lo aja. Anggap, ini tanda terima kasih gue karna lo udah suka sama cerita yang gue buat."
"Bener nih, Kak? Sayang loh bukunya, masa dikasih ke aku secara cuma-cuma."
Kening Ghazwan berkerut, ia menipiskan bibirnya. "Yang bilang gratis siapa emang?"
Ghadira membelalakkan matanya. "Jadi, bayar? Kalau gitu bukunya diambil aja deh, Kak. Aku lagi gak ada uang buat beli bukunya," ucap Ghadira dengan nada kesal.
Ghazwan tertawa pelan, ia menutup mulutnya menggunakan telapak tangan. "Gampang banget sih lo dibohongin. Gue cuma bercanda kali," ujar Ghazwan lalu kembali memberikan buku tersebut pada Ghadira. "Nih, ambil. Gue ngasihnya ikhlas, gak usah bayar."
Ghadira mengulum bibirnya, ia menatap laki-laki di hadapannya itu dengan mata menyipit. "Gak bohong kan?"
"Iyaa, Ghadira."
"Yaudah, kalo gitu makasih ya, Kak. Nanti malam aku bakal baca bukunya sampe habis," ucap Ghadira diiringi kekehannya.
"Oh iya, aku boleh nanya ga, Kak?" sambungnya, dan Ghazwan hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Jadi penulis itu susah atau enggak? Soalnya aku sering banget liat para penulis suka ngeluh, pas mau ngelanjutin cerita mereka. Apalagi kan nyari ide itu gak gampang ya. Belum lagi penulisannya harus sesuai sama KBBI."
Ghazwan menyandarkan kepalanya pada kursi dan menatap ke atas. "Jadi penulis itu susah. Dan alasan gue tetep jadi penulis itu karna ... "
" ... karna dengan menulis, gue bisa berimajinasi dengan sesuka hati. Keinginan yang belum sempat tercapai di dunia nyata, bisa gue gapai lewat tulisan."
"Bukan cuma itu. Ketika gue jatuh hati sama seseorang, maka nama orang itu akan abadi disetiap lembar tulisan gue."
Ghadira menyibakkan rambutnya ke belakang, dan berdecak kagum. "Oh ya? Aku juga mau dong Kak dibikinin cerita."
Ghazwan mengerutkan keningnya. "Emang kisah hidup lo seseru apa?"
"Hidup aku itu seru, Kak. Banyak lika-likunya. Apalagi kejadian waktu aku kecelakaan pas masih SD."
Ghazwan menghela napasnya cepat, lalu menatap perempuan itu dengan lekat. "Sebenarnya sih bisa-bisa aja. Tapi, banyak yang harus gue persiapin."
Ghadira manggut-manggut mendengarnya. "Aku kira langsung nulis aja."
Ghazwan tersenyum, lalu mengeluarkan secarik kertas yang berada disaku seragamnya. "Gue punya puisi buat lo."
Tanpa ragu, Ghadira pun mengambilnya. "Puisi tentang apa?"
"Tentang senja dan rindu," ucap Ghazwan dengan kedua sudut bibir yang tertarik ke atas.
Ghadira mulai membaca kata demi kata yang tertulis dari kertas tersebut dengan dalam hati.
Senja dan rindu
Cipt : Aghazwan C.A
Sinar cahaya orange menyelimuti langit itu
Elok dipandang, tampak indah menenangkan hati
Nyanyian rindu tentangmu kembali terekam jelas dipikiranku
Jauh dari mata memandang, itu membuatku sedikit lengah
Aku menatap ke atas, dan kembali beradu dengan nestapa
Kita pernah saling mengutarakan perasaan yang sama
Kau berkata, "aku suka senja"
Aku pun begitu
Kau kembali berkata, "aku menyukaimu"
Aku pun juga begitu
Kugenggam tangan lentikmu, membuatmu tersipu malu
Kau tersenyum padaku, begitu pula aku
Memelukmu sangat erat
Dan kau membalasnya
Kita pernah menanti senja bersama
Duduk berdua di tepi pantai
Menjemput rembulan yang bersiap menerangi langit
Namun, kuharap kau tidak sama seperti senja
Meninggalkanku sendiri di tengah kegelapan
To be continued ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments