Langit yang mendung, burung camar dan burung gagak yang berterbangan. Juga, suasana sekitar yang mirip hutan penuh pepohonan hijau nan besar. Binar terdampar di sana, di pinggir sungai tempat yang sangat asing sekaligus terpencil.
“Aku masih hidup. Aku benar-benar belum mati. Seperti sumpahku, aku akan segera sehat dan balas dendam!” batin Binar seiring kedua kelopak matanya yang perlahan bergerak dan berakhir membuat kedua matanya terbuka.
Kedua mata Binar benar-benar sayu, wajah pucat penuh luka sayat, juga tubuhnya yang gemetaran tak berdaya. Kedua tangannya yang menopang wajah, berangsur berusaha mengepal. Namun, Binar benar-benar belum bisa melakukannya. Binar paham kenyataan tersebut terjadi lantaran lukanya yang terlalu parah. Binar bahkan memiliki luka baru akibat kenyataannya yang dibuang ke sungai.
Kini, bersama air matanya yang bergulir, Binar tak hanya teringat semua siksa*an yang ia dapatkan dari dokter Luri dan keemat rekan wanita ibli*s itu. Karena Binar juga teringat masa lalunya yang nota bene korban KDRT. Di masa lalu, papah kandungnya selingkuh dengan janda dari kakaknya sendiri. Kisah yang sangat pelik karena mereka masih tinggal di atap yang sana. Saat itu, Binar yang masih kecil disuguhi video tak pantas dari sang bude atau itu tante selaku istri muda papahnya Binar, hanya karena wanita itu tak mau kehilangan bapak Binar. Terakhir, dengan kedua matanya juga, Binar menyaksikan kekejia*n sang papah yang dengan sangat entengnya melakukan KDRT kej*i kepada mamah Binar.
“Ya Allah ... aku tidak akan menyalahkan siapa pun termasuk itu menyalahkan—Mu. Aku juga tidak akan pernah mengeluh kenapa aku sampai ada di titik ini. Cukup, ... tolong beri aku kesempatan agar aku bisa memberi mereka pelajaran. Aku benar-benar memohon, biarkan aku balas dendam agar samp*ah seperti mereka, agar ibl*is berwujud manusia seperti mereka, jera!” batin Binar lagi yang tidak akan pernah lupa pada peran nyonya Rima maupun para orang tua pelaku perundung*an kepadanya. “Dasar ib*lis berwujud manusia! Bisa-bisanya mereka sebaik itu di depan umum, padahal mereka rac*un! Aku jadi curiga, ... jangan-jangan, mereka memiliki banyak rahasia. Bukan hanya ruang rahasia di gudang dan penuh minuman alk*ohol maupun obat terl*arang!”
“Ada yang terdampar di sini!” seru seorang wanita yang detik itu juga mengusik ketentraman Binar.
Tiga wanita yang tersisa, dan masing-masing menggendong keranjang bambu, segera menghampiri Binar. Mereka yang penampilannya layaknya suku pedalaman, segera mengecek keadaan Binar khususnya napas dan detak jantung Binar.
Dalam keadaan terluka parah dan hanya memakai pakaian dal*am, Binar ditemukan sekaligus diselamatkan warga tanpa identitas. Warga yang menolong Binar langsung mengobati Binar dengan pengobatan tradisional. Di sebuah rumah gubuk dan atapnya saja berupa anyaman daun pohon kelapa, warga memanfaatkan hasil alam setempat untuk melakukan pengobatan. Detik itu juga, Binar yang meski masih dalam keadaan sekarat, memiliki ide untuk menggabungkan keahliannya di bidang medis, dengan kemahiran masyarakat setempat.
“Mereka sehebat ini. Sepertinya mereka suku pedalaman. Logat bicara mereka saja terdengar sangat aneh. Namun dari cara mereka mengobatiku dan sangat antusias, mereka terlihat tulus. Mereka orang-orang baik! Ya Allah, ... ini kah jawaban dari permohonanku? Aku benar-benar akan menggabungkan keahlian medis yang kumiliki dengan kemahiran mereka dalam pengobatan herbal,” batin Binar yang berangsur memejamkan kedua matanya. Karena setelah ia yang awalnya tengkurap, berangsur dibaringkan dengan sangat hati-hati.
Luka-luka di wajah Binar segera diobati. Aroma lidah buaya yang membuat perut Binar mual, Binar hirup kuat dari wajahnya. Luka-luka yang sempat tidak Binar rasa itu perlahan terasa dingin sekaligus perih.
“Kaki dan tangannya diikat yang kencang dan dibiarkan lurus selama dua hari. Tulang-tulangnya patah!” sergah seorang wanita yang sedari awal selalu melakukan pengecekan sekaligus memberikan arahan pada tindakan yang harus dilakukan kepada Binar.
“Aku yakin mereka bukan orang berpendidikan. Aku yakin mereka juga bukan orang berada, tapi mereka jauh lebih bisa memanusiakan manusia daripada Luri dan teman-temannya!” batin Binar lagi bersama air matanya yang berlinang.
“Luka-lukanya terlalu parah. Luka di wajahnya juga terlalu dalam. Kuning, siapkan ramuan pencegah infeksi!” ucap si wanita yang lagi-lagi masih memimpin. Sambil memberi arahan sekaligus bekerja mengurus Binar, ia tak hentinya menginang atau itu menikmati daun sirih. Gigi-giginya tampak putih sekaligus kuat, meski bibir dan sekitarnya berwarna merah.
“Mereka bahkan memiliki ramuan anti infeksi,” batin Binar lagi makin takjub, selain Binar yang makin semangat untuk sembuh. Terlebih jika melihat semangat para wanita di sana yang begitu gesit merawat sekaligus menolongnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Ita Mariyanti
kasta perundungan nya level tertinggi bnrn ki 🥺🥺
2024-12-01
0
Muhammad Fauzi
kamu harus kuat bunar.....
balas berkali-kali lipat mereka..
agar tidak ada korban yg lain lagi
2024-03-15
3
Sandisalbiah
org baik gak butuh alasan buat menolong sesamanya, krn hatinya akan tergerak bilah melihat saudaranya dlm kesusahan.. begitu juga sebaliknya.. org jahat dan pelaku kejahatan tergerak krn penyakit hatinya... rasa iri dan dengki...
2024-02-20
0