...☽☽☾☾...
Azura memulai harinya dengan senyum dan tekad membara di dalam jiwanya. Satu minggu sudah dirinya berada di dunia baru ini, Azura dengan segera menggali informasi di sekitarnya, mulai dari pekerjaan sang ibu, aktivitas sang abang saat ini dan juga lingkungan sekitarnya.
“Kamu baik-baik saja, Azura?”
Azura menoleh saat menatap sahabat kecilnya yang selalu menemaninya, Adema Lise. Gadis dengan rambut hitam sepinggang itu menatap bingung Azura yang hanya diam.
Azura menggelengkan kepalanya dan tersenyum lembut ke arah Adema, sahabat yang dulu pernah dirinya suruh untuk menjauhi dirinya di kehidupan sebelumnya. Adema ikut tersenyum kecil dan mulai mengajak Azura untuk menghabiskan waktu di taman dekat rumah mereka.
“Apa tubuhmu sudah lebih baik? Aku dengar dari bang Barata kamu demam tinggi.”
Azura menoleh ke arah Adema dan menganggukkan kepalanya. Kejadian itu tepat sebelum dirinya datang ke dunia ini.
Apa itu artinya dirinya di dunia ini sudah meninggal karena demam tinggi tersebut dan digantikan oleh dirinya dari dunia lain?
Mata hitam Azura menatap lalu-lalang orang-orang di depannya. Taman itu mulai ramai oleh anak-anak balita yang bermain dengan sepeda bersama orang tua mereka.
Adema mengajak Azura untuk duduk di salah satu kursi taman sambil menikmati langit senja di atas mereka.
Adema sekali lagi melirik Azura dengan kedua jemari tangannya yang terus bergerak gelisah membuat Azura menoleh ke arahnya.
“Ada yang ingin kamu tanyakan, Adema?”
Adema sedikit tersentak dan tersenyum canggung. “Bagaimana kabar ibumu? Apa pesanan kuenya lancar?”
Azura kembali tersenyum menatap kepedulian Adema kepadanya. Gadis itu menganggukkan kepalanya dan menatap langit di atasnya.
“Ibu baik dan pesanan kue kami juga lancar. Ibu sangat senang saat mendapatkan komentar positif dari para pelanggannya.”
Adema tersenyum menatap Azura yang bersemangat bercerita kepadanya. Gadis itu menunduk menatap tanah di bawahnya dan kembali memainkan jemarinya.
“Syukurlah, aku juga senang mendengarnya.” Adema kembali mendongak dan menoleh ke arah Azura. “Kita akan selalu bersama kan, Azura? Saat SMA nanti … kamu tidak akan meninggalkan aku, kan?”
Azura tertawa kecil mendengar kalimat Adema. “Tentu saja. Kita sudah berjanji untuk bersama. Kita akan menjadi sahabat selamanya dan saling membantu satu sama lain.”
...***...
Azura menatap jalan di depannya dan ramainya mobil yang lalu-lalang di sekitarnya. Gadis itu merapatkan jaket hitam berhoodie yang digunakannya dan kembali memandang rumah mewah lantai dua di depannya. Pagar hitam rumah itu menjulang tinggi dan menutupi bagian dalam rumah.
Manik hitam Azura memandang mobil sedan hitam yang terparkir di garasi rumah. Telinganya samar-samar mendengar suara tawa riang seorang gadis dengan rambut hitam sebahu yang sedang bermain dengan ponsel pintarnya.
Ketemu. Itu pasti dia, Lani Phimela. Batin Azura saat melihat gadis dengan rambut hitam sebahu itu menoleh ke arah luar pagar.
Mata baby blue itu bertemu dengan mata hitam Azura yang memandang datar.
Azura yang berada di seberang jalan itu tetap duduk tenang dan berpura-pura memainkan ponsel pintarnya sambil terus mengamati Lani yang tertawa dengan seseorang di dalam sambungan teleponnya.
Mobil sedan hitam di dalam rumah itu tampak menyala dan Azura menatap familiar pria yang keluar dari dalam rumah dengan baju batik putih hitam dan celana dasar hitam, di tangannya terdapat tas kulit hitam yang berkilau terkena cahaya.
Mata hitam Azura menyipit menatap Lani yang bangkit berdiri dan hendak bersalaman dengan pria yang tak lain adalah ayahnya itu. Kecanggungan yang terlihat jelas dan raut wajah Lani yang tampak masam.
Itu kepala sekolah? Jadi ayahnya seorang kepala sekolah? Pantas saja dia berkuasa sebelumnya. Batin Azura kembali menatap layar ponselnya saat mobil sedan hitam itu keluar dari halaman rumah mewah itu.
“Apa susahnya memuji anak sendiri?”
Azura yang hendak berdiri itu terdiam mendengar teriakan samar-samar Lani dari halaman rumahnya.
Gadis dengan mata hitam itu tanpa sadar menyeringai dan menemukan poin penting yang bisa digunakannya untuk membalas dendam kepada Lani.
...***...
“Rumah ini tampak kosong.” Azura bergumam menatap rumah lantai tiga di depannya.
Gadis itu melirik rumah sekitarnya yang juga sepi. Komplek perumahan mewah itu seperti tak berpenghuni.
Azura mengikatkan kembali tali sepatunya yang lepas sembari menurunkan hoodie jaket hitamnya.
Sesekali mobil melintas di depannya dan Azura mulai berlari pelan seperti seseorang yang sedang lari sore.
Mengamati keadaan sekitarnya yang sepi mata Azura tetap terpaku kepada rumah tiga lantai di sampingnya, rumah dari Bagas si pembully dirinya.
Setengah jam duduk santai di trotoar di seberang rumah tersebut, Azura mengerutkan keningnya saat tak kunjung mendapati pergerakan dari rumah tersebut.
Gadis itu merenggangkan jemarinya dan memutuskan untuk pulang sebelum mendapat kemarahan Barata dan juga ibunya.
Azura melirik jam di pergelangan tangannya. “Jika aku lari santai dari daerah ini butuh waktu sekitar satu jam untuk sampai rumah. Tidak apa-apa, kan?”
Azura mengedarkan pandangannya menatap langit senja di atasnya kepalanya. Gadis itu mulai berlari dan sesekali melirik kanan-kiri, memastikan tidak ada mobil yang akan menabraknya.
Saat sampai di taman yang biasa disinggahinya dengan Adema, Azura mulai menghembuskan nafas lelah sambil menyeka keringat di dahinya.
Saat itulah Azura menatap seorang pemuda yang duduk santai di atas ayunan. Bajunya tampak berantakan, ada memar samar di pipinya, bekas darah di sudut bibirnya dan matanya tampak basah oleh air mata.
Azura yang cukup jauh dari pemuda itu hanya diam dan mundur perlahan. Gadis itu bersembunyi di balik pohon di dekat taman dan menelisik wajah sang pemuda.
Itu Bagas, kan? Kenapa dia ada di daerah ini? Batin Azura sambil mengusap keringat di dahinya.
Dua menit kemudian Azura tersentak saat melihat sebuah mobil avanza hitam berhenti di depan taman dan dari dalam mobil itu keluar seseorang dengan jas putih dan rambut hitam dengan ujungnya berwarna abu-abu berlari ke arah Bagas.
Azura mengamati setiap ekspresi dan tindakan keduanya. Pelukan dan usapan yang diberikan pria itu kepada Bagas membuat Azura bingung dengan situasinya.
Azura melihat pria itu menunjuk tas punggung di dekat kaki Bagas saat keduanya terus berdebat. Azura kembali menyembunyikan dirinya saat kedua orang itu mulai berjalan menuju mobil sang pria.
Apa dia kabur dari rumah? Batin Azura saat melihat Bagas membawa tas punggung yang cukup besar.
Mobil hitam itu segera berlalu dari depan taman dengan Bagas yang ikut di dalamnya. Mata hitam Azura menatap mobil yang menjauh dan melirik kembali taman yang kosong.
“Hmm … aku harus mencari lebih dalam lagi. Semua rencana harus sempurna agar balas dendamku bisa terlaksana dengan baik!”
...☽☽☾☾...
Jangan lupa tinggalkan like dan komentar ya ... 🌺
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments