Transmigrasi? Aku?

...☽☽☾☾...

Gelap, hanya kegelapan yang menyambut dirinya. Azura perlahan menatap riak dirinya yang transparan.

Gaun putih yang digunakannya melambai kesana kemari, tubuhnya terasa ringan bahkan hatinya terasa lapang tanpa beban. Mata hitamnya menatap sekitar yang gelap tanpa cahaya.

Azura mulai berjalan memecah keheningan dengan suara langkahnya. Berusaha mencari keberadaan seseorang, tetapi yang didapatnya hanyalah keheningan yang menusuk.

Kakinya mulai lelah untuk melangkah dan gadis itu berhenti dan mulai merebahkan tubuhnya.

“Apa aku sudah mati?” tanya Azura pelan.

“Belum,” jawab sebuah suara membuat Azura tersentak dan menatap sekitarnya.

“Dimana? Siapa? Siapa itu?”

Azura menoleh mencari sosok yang bersuara tersebut. Namun, hening kembali menyambutnya.

Suara langkah kaki terdengar mendekatinya, sedangkan gadis itu hanya memilih diam di tempat. Mencari pun tak ada gunanya karena hanya kegelapan yang menyambut pandangannya.

“Azura Amaryl. Apa pilihanmu?” Azura mengerutkan keningnya saat mendengar pertanyaan itu bergema di sekitarnya.

“Pilihanmu! Hidup atau mati?” Suara itu kembali terdengar saat Azura tak kunjung menjawab pertanyaannya.

“Mati! Bukankah aku ada di sini, karena aku sudah mati?” tanya Azura heran.

“Belum. Jiwamu sedang berada di antara dua dunia.”

Azura mengerutkan keningnya. “Dua dunia?”

“Ya. Apa kamu tidak penasaran dengan dunia yang satunya?”

Azura menggelengkan kepalanya dan menjawab cepat. “Tidak!”

“Kamu percaya dengan teori dunia paralel, bukan? Mungkin saja kamu bisa mencapai kebahagiaan di sana,” ucap suara itu membuat gadis bermata hitam itu terdiam.

Kata bahagia berputar dalam kepalanya, perasaan aneh mulai meliputi hatinya. Bahagia. Adalah satu kata yang tak pernah lekat dalam hidupnya, hidupnya selalu dipenuhi dengan hinaan dan cacian.

Dirinya yang ditinggal seorang diri tanpa seorang pun menemaninya berbagi luka. Menyembuhkan semua luka fisik sendiri, tetapi tidak dengan luka batinnya yang kian menggunung.

Akan tetapi, jika bicara tentang dunia paralel tentu saja Azura pernah mendengarnya. Dahulu, beberapa kali sang abang pernah bercerita hal itu kepadanya.

Seperti teori mekanika kuantum, penjelasan tentang lubang hitam yang menjadi portal menuju dunia lain, atau para ilmuan yang menemukan memar kosmik (titik dingin aneh di semesta) kita dan hal-hal lainnya yang tenggelam dalam memori Azura.

“Jadi bagaimana, hm? Kamu tertarik, bukan?”

Azura tersentak dan kembali menatap ke depan saat suara sosok itu menggema di sekitarnya.

“Sebenarnya kamu siapa?” Azura mendongak menatap kegelapan di depan matanya.

“Kamu akan tahu nanti. Aku anggap jawabanmu iya,” ucap suara itu perlahan menjauh.

“Tunggu-”

Belum sempat ucapan lainnya terlontar cahaya putih menyambut penglihatan gadis itu.

Suasana yang sebelumnya sunyi kini berganti riuh, ruangan yang sebelumnya gelap kini berganti menjadi putih dan manik hitamnya menatap langit-langit ruangan yang berwarna putih.

Menyesuaikan pandangannya sejenak gadis itu menatap lamat langit-langit ruangan di atasnya.

“Akhirnya kamu bangun! Tidak biasanya kamu susah dibangunkan, Azura.”

Azura menoleh ke arah sampingnya saat mendengar suara serak basah yang cukup familiar baginya. Mata hitam gadis itu melebar menatap pemuda di sampingnya yang memandangnya heran.

“Abang ... Barata?”

Pemuda itu mengerutkan keningnya menatap reaksi Azura dan tersentak saat sang adik tiba-tiba memeluknya. Samar-samar telinganya mendengar suara tangis kecil dari tubuh sang adik di pelukannya.

Apa dia mimpi buruk? Batin Barata mulai mengelus pelan puncak kepala Azura.

Azura mencengkram erat baju sang abang saat merasakan tangan pemuda itu terus mengelus puncak kepalanya. Rasa rindu membuncah di dalam hatinya dan memori tentang kematian Barata di kehidupan sebelumnya memenuhi hatinya.

Rasa sakit karena kehilangan Barata masih terasa jelas di dalam hatinya, sedangkan Barata yang melihat sang adik terus menangis mulai melepaskan pelukan Azura dari tubuhnya. Mata coklat gelap pemuda itu menelisik wajah Azura yang basah oleh air mata.

Jemari tangannya bergerak menghapus air mata di wajah sang adik. “Ada apa, Azura? Kamu mimpi buruk?”

Azura hanya diam dan berusaha menghentikan tangisnya. Barata yang berada di depannya kembali memeluk sang adik dan berusaha menenangkannya.

Azura yang mulai bisa mengendalikan dirinya itu melepaskan diri dari pelukan sang abang dan menatap wajah Barata.

“Sudah tenang? Apa wajah tampan abang ini bisa membuatmu tenang?”

Azura mengerutkan keningnya dan memukul pelan perut Barata. Pemuda itu hanya tertawa kecil dan segera mengajak Azura untuk makan pagi bersama. Azura menganggukkan kepalanya dan tersenyum ke arah Barata yang keluar dari kamarnya.

Manik hitam Azura menatap jemari tangannya dan segera berlari ke arah cermin di dalam kamarnya.

Gadis itu terdiam menatap pipinya yang sedikit berisi, rambut hitam sebahu, dan juga mata hitamnya.

Azura melirik kalender yang berada di kamarnya dan menatap tahun yang 20xx yang terpampang jelas. Kembali melirik penampilannya di cermin Azura tersenyum tipis.

Penampilan dirinya saat berumur empat belas tahun. Mata hitam Azura mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar. Suasana kamar yang dirindukannya dan juga wangi lavender yang samar-samar masih tercium.

Ini benar-benar dunia paralel? Batin Azura ke arah pintu kamar dan melirik Barata yang baru saja lewat menuju kamar mandi.

Gadis itu berjalan menuju jendela kamarnya dan menatap lalu-lalang tetangga di sekitar rumah.

“Aku berumur empat belas tahun, itu artinya ayah tetap meninggal? Sayang sekali, aku tetap tidak bisa merasakan pelukannya.”

Azura kembali berdiam diri menatap lantai kamarnya dan kembali tersentak saat kepala Barata yang muncul dari balik tirai kamarnya.

"Ayo, Azura! Jangan melamun lagi!"

...***...

“Tumben kamu makannya sedikit? Apa kamu sakit, Sayang?”

Azura menatap sang ibu yang bertanya di depannya. Wanita paruh baya itu tersenyum tipis dan menanti jawaban putri bungsunya, sedangkan Barata yang berada di samping Azura melirik sang adik yang terus bertingkah aneh.

“Sejak tadi kamu bertingkah aneh. Kamu baik-baik saja, Azura?” Azura tersentak dan segera melirik Barata di sampingnya.

"Bertingkah aneh bagaimana?" tanya sang ibu menatap putra sulungnya.

Barata meminum air di dalam gelasnya dan menatap sang ibu. "Pagi-pagi dia sudah menangis tak jelas dan dia menatap kamarnya seperti orang bingung."

Wanita paruh baya itu kembali menatap cemas Azura. "Azura, apa kamu sakit? Kamu baik-baik saja, Sayang?"

Azura segera menganggukkan kepalanya dan kembali menatap sang ibu dengan senyum di wajahnya. Gadis itu melirik kesal Barata yang terus melanjutkan makannya.

Sang ibu yang menatap senyum di wajah Azura memutuskan untuk diam dan kembali memakan makanan di dalam piringnya.

Mata wanita itu kembali menonton siaran berita pada televisi di depan mereka, sedangkan Azura menatap sang ibu dan sang abang yang berada di dekatnya.

Aku akan merubah masa depan buruk keluarga kita dan akan aku pastikan mereka semua mendapat balasannya. Batin Azura mulai menyuap makanan di dalam piringnya.

Mata hitam Azura menangkap senyum merekah di wajah sang ibu dan candaan Barata yang mengisi hangatnya suasana makan pagi bersama mereka.

Saatnya untuk menyusun rencana pembalasan untuk mereka yang sudah menorehkan luka padanya.

...☽☽☾☾...

Hai ... Hai ... White Blossom disini 🌺

Aku ucapkan terima kasih untuk yang sudah mampir dan jangan lupa tinggalkan like dan komentar nya ya ... 🌺

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!