Dendam Si Anak Yatim

Dendam Si Anak Yatim

Akhiri Semuanya

...☽☽☾☾...

“Lihat! Itu dia! Masih berani ya menginjakkan kaki di sekolah ini?”

“Pftt ...  tubuh kecilnya membuatku muak! Si Kurus kering!”

“Jangan terlalu kasar! Nanti dia menangis dan mengadu lagi!”

“Dasar cupu!”

Ucapan kasar mengiringi jalan gadis muda berambut hitam sepunggung itu. Dengan langkah kaku dirinya berjalan sambil menunduk, enggan menatap mata orang-orang yang menatapnya jengkel dan rendah.

Hinaan dan cercaan adalah hal yang biasa didengarnya bahkan kekerasan fisik pun sudah biasa dihadapi gadis itu.

Menaiki satu demi satu anak tangga menuju ruang kelasnya gadis itu tetap menunduk. Rambut hitam panjangnya menutupi name tag nama di dada kanannya.

Berusaha datang sepagi mungkin untuk menghindari luka yang didapatnya, namun gadis itu selalu kalah dengan waktu. Ya bahkan sang waktu enggan berpihak padanya membuat gadis itu semakin terpuruk.

“Hei Nak, kamu baik-baik saja?” tanya seorang guru saat gadis itu melewati ruang guru di lantai dua dan hampir menabrak dirinya.

Gadis itu hanya menjawab dengan anggukan kepala dan menunduk sebagai permintaan maaf.

“Luka apa itu?” tanya guru muda di depannya saat melihat perban lusuh melingkar dari pergelangan tangan hingga siku gadis berambut hitam itu.

“Tidak apa-apa Bu ini hanya luka lama. Saya pamit dulu ya, Bu.”

Gadis berambut hitam itu berlalu dari hadapan sang guru sambil menutup rapat lengan bajunya. Menyembunyikan perban lusuh yang menutupi luka yang terus timbul.

Sementara guru muda yang menegurnya tadi hanya terdiam dan tak terlalu peduli menganggap luka dan perban lusuh kemerahan yang baru saja dilihatnya adalah hal yang biasa.

Guru itu segera memasuki ruang guru dan kembali melanjutkan aktivitasnya. Gadis berambut hitam itu berhenti sejenak di depan pintu kelasnya, menahan rasa ragu untuk menggeser pintu di depannya.

Menghela nafas sejenak gadis itu mulai membuka pintu kelas X-A dengan hati-hati. Gadis itu berharap agar tak ada lagi air yang membasahi tubuh kurusnya namun belum satu detik harapan itu terpetik dalam hatinya sebuah air kotor langsung membasahi sekujur tubuhnya disertai dengan gema ember yang jatuh tepat di sampingnya.

“Pff ... hahaha ... lihat! Tebakanku benar lagi!”

“Tidak belajar dari pengalaman, ya? Selalu kena, tidak bisa menghindar ya, Kamu!”

“Hahaha ... ada yang belum mandi!”

“Ewww ... baunya! Sana pulang!”

Gadis itu hanya melirik sekilas bajunya yang basah dan menatap datar suasana kelas yang menertawakan dirinya.

Gadis itu kembali melangkahkan kakinya ke dalam kelas sampai sebuah penghapus papan tulis datang menghantam kepalanya membuat langkah gadis itu terhenti.

Mata hitamnya menatap orang yang berdiri tak jauh darinya. Dengan wajah yang kesal mata baby blue gadis di depannya tampak mengintimidasi.

“Siapa suruh lo masuk? Pulang sana!” teriak gadis itu menggema sementara siswa di dalam kelas lainnya hanya tertawa kecil.

“Tidak mau!” jawab gadis itu membuat seisi kelas mendadak terdiam.

“Ho? Melawan, ya?”

Suara berat seorang pemuda menggema membuat seisi kelas merinding, sedangkan gadis bermata hitam itu hanya memandang datar. Matanya menyapu seluruh kelas membuat penghuni kelas itu heran.

Gebrakan di meja kembali menarik perhatian sang gadis, mata hitamnya tertuju pada pemuda bertopi terbalik di depannya. Gadis itu tertawa kecil dan kembali menatap pemuda yang kini berdiri tepat di depannya.

“Udah gila, ya? Ketawa sendiri?”

“Nasibnya tidak beruntung sekali!”

“Kita saksikan saja drama baru ini.”

“Biarkan Bagas memberinya pelajaran agar tidak melawan lagi.”

Pemuda itu mulai mengayunkan tangannya hendak menampar gadis bermata hitam itu, tetapi gadis itu dengan gesit menghindar membuat seisi kelas terkejut dengan tindakannya.

Gadis itu dengan santai berbalik dan berjalan menuju jendela yang terbuka, melempar tasnya yang basah sembarangan. Kerumunan yang ada disana segera menyingkir saat gadis itu mendekat.

Jemari tangannya membuka jendela lebar-lebar membuat angin pagi memasuki kelas. Mata hitamnya menatap ke arah dasar gedung dari lantai tiga yang ramai oleh lalu lalang. Gadis itu menutup mata sejenak menikmati semilir angin yang membelai wajahnya.

“Mau apa dia?”

“Dia tidak akan lompat, kan?”

“Gak mungkin lah. Dia kan pengecut! Haha ....”

“Heh! Mau buat drama baru lagi lo, Azura?”

Gadis dengan mata baby blue itu berteriak memecah lamunan gadis bermata hitam di depannya. Dengan gerakan anggun gadis  setinggi 156 cm itu berbalik menatap kerumunan di belakangnya.

Wajah yang selama ini kaku itu tersenyum kecil membuat kerumunan itu mengerut heran. Gadis bermata baby blue dengan name tag Lani itu melirik pemuda bertopi terbalik di sampingnya yang menampilkan wajah tenang.

“Pstt ... Lo yakin ini-”

“Kenapa?” tanya Azura setelah hening cukup lama.

“Ha?”

“Kenapa kalian membullyku? Apa salahku sampai kalian menghina dan merendahkanku seperti itu?” tanya Azura datar.

Kerumunan di depannya mulai tertawa. Salah seorang yang berdiri di depan bersama gadis bermata baby blue tadi menatap remeh.

Pemuda dengan name tag Bagas itu maju selangkah dan menendang meja di dekatnya menuju Azura, membuat sang gadis terundur dan menghantam keras dinding di belakangnya.

Suara yang cukup keras memecah pagi yang mulai ramai membuat orang yang berada di lapangan menatap kearah jendela kelas yang terbuka.

“Kenapa, ya? Hmmm ... jawabannya tidak ada kami hanya bosan. Jadi, saat kami melihat dirimu kami bisa menghilangkan rasa bosan kami. Bukankah itu baik? Kami mendapatkan hiburan di tengah hidup yang membosankan ini?”

Bagas itu menatap hina gadis di depannya yang menahan rasa sakit pada perutnya. Azura perlahan tersenyum meski permata mulai mengalir dari mata hitamnya. Azura bangkit, beringsut menuju jendela yang terbuka dan mulai duduk dipinggir jendela.

“Begitu, ya? Kalau begitu saatnya mengakhiri drama menyedihkan ini,” ucap Azura pelan, tetapi menggema.

“Apa yang-”

Belum sempat orang-orang dalam ruangan bereaksi Azura perlahan menjatuhkan dirinya. Merentangkan tangannya lebar-lebar sambil menikmati angin yang datang dari bawah tubuhnya dan rasa berdebar yang datang memacu jantungnya.

Haha ... lihatlah wajah panik mereka. Menyebalkan! Batin Azura menatap wajah-wajah yang menatapnya dari jendela.

“Aku tidak akan pernah memaafkan kalian!” gumam Azura pelan dan suara kecil itu  terbang dibawa oleh angin.

Mengabaikan teriakan dan seruan atas tindakannya Azura menutup manik hitamnya rapat, dengan senyum yang mekar di wajahnya yang penuh lebam keunguan.

“Selamat tinggal dunia penuh drama. Manusia lemah dan pengecut ini pamit undur diri.”

Detik berikutnya suara benda jatuh membentur kerasnya tanah menggema.

Tak terhitung dengan cairan merah yang menyebar dari tubuh yang sudah tak bergerak itu sementara orang-orang di sekitar panik dan berusaha mencari pertolongan, sedangkan mereka yang berada di dalam ruangan kelas terdiam dengan kepanikan yang mulai menghantui jiwa mereka.

...☽☽☾☾...

Terpopuler

Comments

Sarah Sarah

Sarah Sarah

kenapa di akhir cerita tidak ada pembalasan dari azura ke Mereka yang membuli azura

2023-12-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!