Vionika berlari ke arah Leona yang sedang duduk bermain ponsel di kursi taman, Kini Vionika sudah duduk di kelas satu SMP, Vionika tumbuh menjadi anak yang pendiam, namun selalu ceria saat ada Leona di sampingnya.
"Kakak.. Kenapa kakak hanya duduk saja? Ayo kita keliling di taman ini, Ayo berhenti dulu main game-nya!" Vionika menarik tangan Leona yang tengah duduk.
"Iya-iya, mau jalan-jalan kemana lagi sih, kita udah mutar-mutar selama lima kali Vion.. " Leona tertawa.
"Yah kakak, ayo lah.. kita jarang-jarang kan ke sini." Ucap Vionika.
"Hehe, iya-iya mulai deh kamu ini merengek seperti anak kecil begitu." Leona mengikuti langkah Vionika yang sumringah di tengah taman bunga itu.
Leona kemudian memetik satu tangkai bunga mawar berwarna pink di dekat kursi taman itu.
"Vion.. ke sini sebentar." Leona memanggilnya.
"Ha? ada apa?" Vionika mengangkat alisnya kemudian berbalik lagi ke belakang menuju tempat Leona berdiri.
"Tara!! bunga pink untuk tuan Puteri yang cantik dan bawel ini!" Leona mengulurkan bunga mawar pink itu sambil berlagak seperti pangeran.
"Hahah, apa sih! kakak tuh yang bawel!" Ucap Vionika sembari mengambil bunga itu dari tangan Leona.
"Eh, tapi bunganya mirip sama bunga mahkota mainan yang kakak pernah kasih ke aku dulu itu ya?" Kata Vionika.
"Eh? ternyata kamu masih ingat, padahal waktu itu kamu masih kecil sekali lo, kayak itik." Ledek Leona.
"Tuh kan! kakak ledek aku lagi, masa iya aku waktu kecil kayak itik?" Vionika mulai manyun.
"Iya, kamu kecil kayak itik suka nangis gak mau makan lagi." Ucap Leona.
"Tuh kan!! kakak ngeselin, aku mau pulang ah, aku tinggalin kakak di sini sendiri."
"Haha, apa sih.. cepat sekali ngambek, tapi kalau kamu ngambek gitu pipi kamu makin ngembang loh jadi seperti roti bulat yang ada di supermarket kemarin kita beli itu." Ucap Leona tertawa.
"Kakak!!" Vionika mulai memukul-mukul lengan Leona.
"Apasih Vion.." Leona tertawa melihat tingkah adik nya yang seperti anak kecil itu.
"Kakak, kakak kan sudah tamat SMA, kakak mau lanjut kuliah dimana? " Tanya Vionika.
"Hmm, belum tau sih.. kenapa emang?" Tanya Leona.
"Enggak apa-apa sih.. " Ucap Vionika mulai murung.
"Serius gak apa-apa? kok cemas begitu wajahmu? " Leona mengangkat dagu adiknya yang murung itu degan jarinya.
Vionika terdiam dan mengalihkan pandangannya ke sekitar, supaya Leona tidak melihat sorot mata sedihnya.
"Jangan nangis lagi.. udah gede." Leona tersenyum.
"Siapa yang nangis! enggak kok.." Vionika mulai manyun lagi.
"Kakak gak mungkin ninggalin kamu kuliah jauh apalagi tinggal di asrama seperti di kampus kak Sintha." Ujar Leona.
"Kenapa.. gak apa-apa kalau kakak mau kuliah, aku pasti dukung kakak." Ucap Vionika.
"Hmm.. serius? kalau gitu kakak mau daftar di kampus kak Sintha terus tinggal di asrama boleh ya? hehe" Leona mulai mengusili Vionika lagi.
"Eh.. Tadi bilang gak akan jauh, kok sekarang beda lagi, dasar labil!" Vionika mendorong nya.
"Tuh tuh.. kan, tadi katanya gak apa-apa.. kamu yang labil tuh" Leona tertawa.
Vionika mulai termenung, ia membayangkan jika. memang Leona harus kuliah dan tinggal di asrama, Hari-hari nya di rumah akan sangat kesepian, ditambah dirinya yang susah sekali bergaul, dan susah untuk mendapatkan teman.
Leona mengusap-usap rambut Vionika dan tersenyum.
"Vion.. vion, berpikir apa lagi kamu ini melamun begitu, kakak sudah bilang gak akan kuliah jauh, apalagi tinggal di asrama, mungkin kakak akan bangun bisnis kecil-kecilan dulu deh." Ujar Leona.
"Bisnis apa?" Tanya Vionika.
"Masih mikir hehe." Jawab Leona.
Vionika mulai tersenyum mendengar perkataan Leona, hatinya menjadi lebih tenang, kehidupan nya sejauh ini berwarna karena ada Leona, karena Vionika tumbuh menjadi anak gadis yang pendiam dan tertutup membuatnya tidak mempunyai teman.
"Kakak juga harus antar jemput kamu sekolah kan, kalau kakak kuliah jauh masa kamu pulang sekolah jalan kaki, nanti kaki kecil mu itu pegal lo" Ujar Leona.
"Kan aku bisa di antar teman hehe." Jawab Vionika.
"Teman? teman atau teman? jangan pacaran dulu kamu masih kecil." Ucap Leona mencubit pipinya.
"Eh.. aku udah gede tau, tadi kakak bilang aku gak boleh nangis karena udah gede, sekarang malah bilang aku masih kecil, kakak emang labil." Ucap Vionika.
"Tuh tuh.. mau pacaran emangnya? kok ngaku udah gede." Leona mendelik.
"Hehe, masa iya gak boleh? " Vionika tersenyum menyeringai.
"Gak boleh, belajar dulu yang rajin jangan pacaran." Ucap Leona dengan wajah serius.
"Iya iya kakak bawel!!" Vionika meledek nya.
"Vion.. pulang yuk, langit udah mendung nih, nanti biar gak kebelet hujan kita di sini." Leona beranjak.
Mereka pun menuju parkiran motor Leona, hujan nampaknya sudah mulai turun namun masih sekedar rintik-rintik kecil.
"Kakak! hujan sudah turun." Teriak Vionika sambil menutupi rambutnya supaya tidak d jatuhi rintikan hujan.
"Iya yuk makanya cepat naik!" Leona menghidupkan motor nya dan mereka melaju menjauh dari taman itu.
"Vion.. kakak gak bawa jas hujan nih, kalau hujan nya deras kita neduh aja ya." Ucap Leona.
"Iya kak, tapi gak apa-apa kan nanti kalau Ayah sama ibu marah gimana?"
"Biarin aja, toh juga mereka selalu marah setiap hari haha." Leona tertawa.
Hujan mulai deras dan semakin deras, Leona membelokkan motornya di salah satu warung di pinggir jalan, untuk berteduh.
"Vion.. kita neduh di sini aja ya." Ucap Leona.
Vionika melihat sekeliling, suasana warung yang nampak sepi pengunjung karena hujan, hanya ada pedagang nya saja, pedagang warung itu melihat Leona dan Vionika yang sedang berteduh di sana lalu menghampiri mereka.
"Hallo anak muda.." Sapa pedagang itu.
"Mohon maaf Bu, saya numpang neduh." Ucap Leona menundukkan kepalanya kepada ibu pedagang itu.
"Hehe iya, sini duduk di kursi, kasihan berdiri, kalian saudara ya?" Tanya ibu itu.
"Hehe iya bu, ini adik saya." Jawab Leona.
"Oh pantas mirip sekali wajah kalian seperti kembar." Ibu itu tersenyum.
Vionika hanya diam, kebiasaan masa kecilnya terbawa sampai dewasa, selalu tertutup saat bertemu orang asing.
"Vion, kamu mau beli apa? sepertinya hujan masih lama redanya, masih deras sekali, kita tunggu di sini sambil makan dulu." Ujar Leona.
Vionika hanya mengangguk, Ibu pedagang tersenyum melihatnya.
"Adik kamu kalem sekali ya, siapa nama mu cantik?" Tanya Ibu pedagang.
"Vionika." Jawabnya Singkat dengan raut wajah datar.
"Hehe, iya, adik saya memang kalem.. beda seperti saya yang suka bergurau Buk hehe." Leona berusaha permakluman kepada Ibu pedagang.
"Iya, tidak apa-apa. ngomong-ngomong kalian tinggal di mana?" Tanya ibu pedagang.
"Kami tinggal di Perumahan gang cempaka Bu." Jawab Leona.
"Ha? gang cempaka? perumahan elit itu ya." Tanya Ibu pedagang.
"Iya di perumahan itu Bu." Jawab Leona.
Leona melirik Vionika yang mematung di sampingnya tidak bergeming dan tidak berkata-kata apapun, hanya menatap Ibu pedagang itu dengan sorot mata datar, Leona langsung mencubit pipinya.
"Hei, bengong mulu.. nanti kesambet loh." Ucap Leona.
"Aduh sakit!" Vionika mendorong Leona.
"Ayo mau pesan apa, cepat." Kata Leona.
"Terserah Kakak saja." Jawabnya.
"Ya sudah, pesan coklat panas dua ya Bu." Leona berkata kepada ibu pedagang.
Ibu pedagang pun beranjak dari depan mereka dan menuju dapurnya, Leona kembali melirik adiknya yang masih mengusap-usap pipinya yang bekas di cubit Leona tadi, namun tiba-tiba ponsel Leona yang ada di saku nya berdering.
"Ayah nelfon." Leona mengusap layar ponselnya.
"Hallo, Ayah ada apa?"
"Leona, kamu di mana bermain dengan Vionika? ini sudah larut malam, kamu ini suka sekali keluar sampai malam tidak tau waktu!" Bentak Ayahnya.
"Sebentar Yah, aku sama adik masih neduh nih di warung pinggir jalan, hujan deras di sini." Jawab Leona.
Ayahnya langsung mematikan telfon nya, Leona memasukkan kembali ponselnya ke saku, Vionika menatapnya.
"Ayah kenapa Kak?" Tanya Vionika.
"Biasa, marah lagi." Jawab Leona.
Ibu pedagang pun datang dengan membawa se- cangkir coklat panas, lalu kembali duduk di dekat mereka.
"Oh iya, kalian kan tinggal di perumahan gang cempaka, saya dengar-dengar di sana ada pengusaha yang tinggal di rumah bertingkat, katanya keluarganya selalu bertengkar ya, Saya sering dengar kabar anak-anak mereka yang tidak di pedulikan karena mereka selalu bertengkar setiap hari, bahkan istrinya katanya sering kabur dari rumah." Ujar Ibu pedagang.
Leona terdiam, dan mengerutkan alisnya mendengar perkataan Ibu pedagang barusan, Vionika yang duduk di samping Leona juga menatap Ibu pedagang itu dengan sinis, namun Leona berusaha untuk mencairkan suasana.
"Oh ya? kami kurang tau, soalnya kami sibuk sekolah." Jawab Leona.
Setelah selesai meminum coklat panasnya, Leona dan Vionika melihat hujan sudah lumayan reda meskipun belum sepenuhnya, Akhirnya Leona memutuskan untuk menerobos pulang saja, karena jam juga sudah menunjukkan pukul sembilan malam.
"Yuk Vion kita pulang, permisi ya bu kita pamit dulu." Leona tersenyum.
Vionika yang berjalan di belakang Leona saling tatap dengan Ibu pedagang itu, Vionika merasa risih dengan obrolan Ibu pedagang itu karena yang di bahasnya sesuatu yang menurut Vionika sensitif.
Mereka pun berangkat dan menerobos hujan, tanpa menggunakan Jas hujan, Leona menarik pedal gas motornya dan melaju kencang menuju rumahnya.
"Pegangan Vion, kakak mau ngebut!" Ucap Leona.
Vionika berpegangan dengan erat, tubuh mereka berdua basah dengan air hujan, Vionika mulai merasa cemas akan di marahi oleh Ayah dan Ibunya sesampainya di rumah.
Beberapa menit akhirnya mereka berdua sampai di rumah, suasana masih hujan deras Leona memarkirkan motornya di garasi, Vionika yang sudah duluan turun masih berdiri di samping Leona menunggu Leona selesai memarkirkan motornya.
Vionika terlihat wajahnya yang pucat, seakan takut akan di marahi oleh orang tuanya, jantungnya berdebar kencang sebelum masuk kedalam rumah, Leona pun selesai memarkirkan motornya, Vionika memegangi baju Leona dan berjalan di belakangnya menuju masuk ke dalam rumah.
Ayah dan Ibunya sudah duduk di sofa, Ayahnya langsung menaruh secangkir kopi yang di pegangnya.
"Lihat itu basah kuyup begitu, awas kalau sakit kalian, ngerepotin orang tua saja." Ucap Ayahnya.
"Maaf Ayah." Leona menunduk.
Vionika masih memegangi baju Leona, dan hanya diam menatap Ayahnya yang marah di depannya, Ibunya pun menatap mereka dengan sinis namun hanya diam.
Mereka berdua pun masuk ke kamar Masing-masing, Vionika sudah punya kamar pribadi sekarang, begitupun Leona, mereka mengganti pakaiannya yang basah, Vionika terduduk lesu di kasurnya setelah mengganti pakaiannya, setiap tiba di rumah hatinya mulai muram, tiada hari tanpa bentakan Ayah dan Ibunya.
Leona pun terduduk di samping jendela kamarnya, ia masih mengingat perkataan Ibu pedagang tadi, itu semua adalah tentang Ayah dan Ibunya sendiri yang di bicarakan, Leona merasa malu dan sedih bahkan pertengkaran orang tuanya sudah menjadi bahan perbincangan sampai di area yang lumayan jauh dari rumahnya.
"Kapan ya Ayah dan Ibu berhenti seperti ini?" Batin Leona kemudian mengehela nafas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
~(Key)~
leona sini kupeluk/Whimper/ btw ni org tua udh tua masih aja marah" huh..
2024-01-23
1