BAGIAN 04

...SELAMAT MEMBACA...

Kehebohan yang senyap kembali terjadi, tapi bukan di Istana Sol melainkan Paviliun Et Luna. Semua pekerja yang berada di sana tampak terkejut melihat Rowan keluar dari kamar dengan setelan piyama tidur sambil membopong Ziria yang digulung selimut tebal, hanya sebagian kepala wanita itu yang terlihat menyembul.

"Sepertinya Yang Mulia cukup kasar," komentar Drake.

Drake, kesatria pilihan Rowan tersebut berkomentar dan berdiri di samping Donna yang terlihat tidak baik saat berdiri. Yah, itu karena Donna lalai hingga batu Mana jatuh ke tangan Ziria alhasil Rowan memberi misi berat pada Donna untuk berburu monster sepanjang malam dan tanpa istirahat.

"Sial! Wanita itu membuatku jadi sangat bau oleh darah monster." Sudut bibir Donna berkedut sementara Drake menyemburkan tawa pendek.

"Tapi itu bukan seperti dirimu. Lagi pula kenapa kamu bisa ceroboh begitu."

Donna diam. Ia memang mengurangi rasa kewaspadaan pada Ziria karena berpikir wanita itu tidak bisa melakukan apapun tanpa sihir tapi pergerakan tangan wanita itu jelas lebih terlatih.

"Jangan lupa, Donna, walau saat ini sihirnya bermasalah, dia adalah salah satu kebanggan Syremis. Sama seperti kita, dia pasti veteran dalam penaklukan monster jadi kemampuan bertarungnya mungkin bisa membuat kita kerepotan."

Pria berambut merah tersebut menepuk pundak Donna kemudian pergi begitu saja sambil bersenandung kecil. Dia datang ke Paviliun Et Luna hanya untuk melihat pemandangan sang majikan yang tidak biasa.

"Yah, sepertinya aku juga harus berhati-hati saat ada di samping wanita itu." Drake bergumam saat Rowan sudah menghilang dari pandangannya.

Sementara itu, dalam ruang pemandian terdapat kolam lapang berisi air hangat bertabur wewangian bunga. Kanopi ruangan amat tinggi dan dekorasi di setiap sudut bersepuh emas, benar-benar tempat pemandian yang megah namun, decak kagum Ziria harus berakhir tragis saat Rowan menurunkan tubuhnya masuk ke dalam kolam setelah melepas selimut secara kasar.

Sekarang Rowan bisa melihatnya lebih jelas dan teliti. Kulit putih semulus porselen wanita berambut blonde selirnya telah penuh jejak kemerahan bahkan ada beberapa noda keunguan. Mata hijau cerah milik Ziria menatap sengit Rowan yang berdiri di tepi kolam sambil menatapnya begitu rendah namun kenyataannya pria itu memikirkan hal lain saat melihat Ziria yang masih kesal karena semalam kembali menyerang selir itu tanpa belas kasih.

Ziria benar-benar kesal dan benci pada dirinya sendiri karena tidak bisa melakukan perlawanan di bawah kendali Rowan. Pria itu bahkan hanya mendapat sedikit luka cakar darinya semalam, lalu ... Ziria merutuki diri karena meninggalkan beberapa jejak di leher jenjang Rowan padahal sekeras mungkin dirinya untuk tidak goyah namun, Rowan benar-benar mahir memancing lawan untuk merespon dan menikmati pergulatan.

"Turunkan pandanganmu jika tidak mau itu terjadi ketiga kalinya di sini," intrupsi Rowan hingga Ziria langsung menundukkan kepala dan hal tersebut memicu Rowan untuk sedikit tersenyum.

Rowan lantas memutar tubuh saat pintu berderit bersamaan beberapa dayang masuk sambil membawa perlengkapan mandi. Perhatian mereka jatuh pada Ziria yang telah menenggelamkan tubuh hingga sebatas leher dalam kolam pemandian.

"Lakukan dengan hati-hati." Rowan melirik penuh kecaman pada para dayang.

"Baik, Yang Mulia."

Setelahnya Rowan keluar dari sana sementara para dayang tertegun melihat Ziria secara dekat. Selir tersebut merendam tubuh hingga sebatas dada dan memandang mereka sedikit waspada.

Rambut panjang blonde berkilau karena sedikit basah, sepasang mata bak batu zamrud serta kulit putih semulus porselen yang penuh tanda cinta sang Raja membuat semua dayang disana menahan decak lidah kekaguman. Siapapun berpikir bahwa mungkin sulit bagi seorang pria menolak sosok Ziria.

"Aku bisa melakukannya sendiri. Kalian keluarlah."

Para dayang tersebut terkejut lalu menunduk amat dalam. "Tolong jangan menolak kami, Nyonya. Jika Yang Mulia melihat kami keluar tanpa menyelesaikan tugas maka kepala kami akan terlepas."

Tsk! Ini sangat menyebalkan!

Tidak punya pilihan lain, Ziria membiarkan para dayang mulai membantunya mandi hingga tuntas lalu beralih dikenakan gaun sederhana setengah betis kemudian rambutnya diikat pontail disusul polesan lembut nan tipis sebagai riasan wajahnya.

"Kenapa begini? Aku mau dibawa kemana?" Ziria bertanya pada para dayang tersebut.

"Yang Mulia sudah menunggu Anda untuk bersiap ke perkotaan."

Tidak mendapat jawab lagi, Ziria kemudian dituntun ke halaman utama istana dan disana Rowan sudah menunggu dalam kereta kuda sederhana, tidak berkulit mewah khas kereta kuda seorang penguasa lalu sang sais adalah Drake yang menyamar dibalik pakaian rakyat biasa.

Setelah Ziria masuk, kereta kuda mulai bergerak dan meninggalkan istana. Suasana di dalam kereta sangat suram dan senyap, tidak satupun dari mereka hendak membuka pembicaraan namun, mata Rowan selalu memandang Ziria. Jika diingat lagi, perlakuannya kemarin memang sangat kasar jadi Rowan yang sedikit terbebani rasa bersalah berusaha membawa Ziria melihat Perkotaan.

"Itu ... apa kamu masih kesakitan?" Rowan berdehem sebelum bertanya, pria itu berusaha mempertahankan otot wajahnya agar terlihat tidak bersalah.

Ziria memicing ganas. "Aku hanya mau tidur seharian di kamar karena rasanya tubuhku mau hancur jika berjalan lebih lama lagi, tapi kamu malah membawaku keluar."

"Ah! Seharusnya aku tidak mengajaknya keluar." Rowan tersentak dan langsung menatap ke arah lain, di ruang hampa di atas kepala Ziria.

"Maaf, menyela Yang Mulia. Apakah Anda akan mampir ke pusat penelitian sihir?" Drake menyahut dari area sais.

Ziria langsung menajamkan indera pendengarnya.

"Tidak untuk sekarang." Rowan menjawab cepat setelah melihat binar harapan muncul di mata Ziria.

"Tapi hari ini monster itu akan eksekusi oleh para peneliti. Saya mendapat laporan bahwa mereka kesulitan karena monster itu tiba-tiba terbangun dan memberontak padahal bius yang diberikan sudah terlalu banyak."

Rowan mengembuskan napas. "Ya. Apa boleh buat. Kita akan mampir sebentar kesana sebelum pulang."

...***...

Kota Ralle, Pusat Penelitian Sihir.

Gedung besar putih gading diapit dua menara sedang telah tertangkap oleh mata Ziria. Tidak butuh waktu lama untuk sampai disana dan sekarang semua kepala terantuk penuh hormat kala Raja dan selirnya memasuki gedung lebih dalam.

Kepala pusat penelitian adalah wanita berusia 32 tahun. Dia memiliki rambut cokelat dan kulit kuning langsat, di bawah mata terdapat kantung mata hitam pasti itu disebabkan tidur dan istriahat yang kurang, Ziria menebaknya saat wanita itu menyambut Rowan tanpa semangat dan melirik Ziria penuh tanda tanya.

"Apakah dia yang jadi perbincangan panas akhir-akhir ini?" Emine mengarahkan telunjuk pada Ziria.

"Ya."

Rowan menjawab sambil melirik Ziria yang sudah memusatkan perhatian di seluruh ruang dalam gedung.

Pasti dia memikirkan cara untuk kabur lagi. Rowan menerka lalu memanggil Drake untuk memasang kembali borgol rantai di kedua kaki dan tangan Ziria.

"Apa-apaan ini?!"

Ziria meninggikan suara dan menatap sengit Rowan yang tampak acuh lalu beberapa orang di sekitar Emine mengangkat kedua alis karena Ziria diperlakukan seperti itu.

"Dia sangat nakal, Emine. Jika aku membiarkannya terlalu bebas, kamu mungkin akan kehilangan benda berharga seperti batu Mana."

Rowan menjelaskan pada Emine seraya membopong Ziria dan segera melangkah menuju ruang di mana monster yang dimaksud tengah dikekang.

Emine terkikik lalu mengerling nakal pada Ziria. "Bukankah Yang Mulia sangat romantis?"

" ... "

Ziria mengeraskan rahang sangking kesalnya dan tidak menanggapi Emine. Perlakuan Rowan membuatnya merasa diperlakukan sebagai seorang budak daripada selir karena itu Ziria merasa ini lebih buruk dari pada berada di Syremis sebagai alat yang tidak pernah berhenti bekerja.

"Lihat itu."

Wush!

Gelombang angin dahsyat langsung menyambut mereka di ruang monster yang dikurung dalam kerangkeng raksasa terbungkus sihir pertahanan kuat.

"Itu ... Strix?"

Mata Emine langsung mengarah pada wanita dalam gendongan Rowan.

"Kamu tahu tentang monster?" Emine setengah percaya dan terkejut.

"Strix itu menyimbolkan pertanda buruk. Strix sangat merepotkan karena hidup nomaden untuk mencari makanan dan hal yang paling disenangi oleh Strix adalah daging dan darah manusia."

Emine semakin tertarik pada penjelasan Ziria. Tanpa berkedip, kepala peneliti sihir itu mengepalkan kedua tangan seolah menunggu penjelasan lebih dalam.

" ... walau begitu mudah sekali menangani Strix." Ziria kembali melanjutkan.

"Mudah katamu? Apa kamu tahu sejak tadi kami berusaha menyerangnya tapi dia tidak kunjung mati walau terluka parah."

Telunjuk Ziria lantas menyipitkan mata, memperhatikan Strix yang memiliki wujud burung hantu namun ukurannya lebih besar terutama mata merah yang seperti mau meledak itu.

"Disana. Kamu harus menghancurkan inti Mananya." Ziria mengarahkan telunjuk ke arah dada Strix namun, Emine tidak melihat apapun kecuali tebalnya bulu Strix.

"Aku tidak lihat apapun," aku Emine.

Ziria langsung menoleh pada Rowan, tapi jarak di antara kedua wajah mereka yang sudah dekat justru makin terpangkas hingga pangkal hidung bangir Ziria bergesekan dengan bibir tebal Rowan yang kepalanya merunduk amat rendah saat menatap Ziria dalam gendongannya.

"Apa? Kamu mau dicium?" tanya Rowan datar.

Ziria mendengus. "Lempar pedangmu ke tengah dada Strix itu."

"Kamu memberiku perintah?" Rowan mengangkat sebelah alis tak percaya.

"Lakukan saja, Rowan." Ziria jengkel karena Rowan terlalu banyak buang waktu.

"Pfft ... ya, Istriku."

Ziria dan Emine menatap Rowan penuh tanda tanya. Pria itu tiba-tiba mengulas senyum bangga sambil menurunkan Ziria dari gendongan lalu menarik pedang yang tersampir di pinggang. Dalam sekali kedipan mata, pedang itu melesat kuat dan tepat mengenai target. Perlahan Strix yang mengamuk dan memekakkan telinga terdiam bersama nyawa yang hilang.

Wah!

Tanpa sadar Ziria kagum dan matanya tak lepas dari Strix yang terkulai begitupun Emine yang tak pernah bosan setiap kali Rowan menjatuhkan monster hanya dalam satu kali serangan.

Eh?! Ziria terhenyak dari kekaguman.

Rowan menyelipkan tangan kanan di pinggang Ziria, menarik wanita itu untuk menempel di tubuhnya. "Coba sebut namaku sekali lagi." mata Rowan menyipit diiringi senyum tipis menawan dan hal itu membuat Ziria yang kebingungan jadi tertegun.

"Otakmu bermasalah, ya?" Ziria bergidik sampai sudut bibirnya tertarik dan berkedut, menunjukkan rasa jijik dan ngeri.

"Pftt!" Emine langsung menahan tawa, tubuhnya gemetar melihat Rowan masih mempertahankan senyum setelah dikatai begitu.

...BERSAMBUNG ......

Terpopuler

Comments

Anramu

Anramu

OMG AKKKKK

2023-11-07

0

Anramu

Anramu

emang boleh sefrontal ini yang mulia?😭

2023-11-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!