DEWASA SEBELUM WAKTUNYA

2 kali bel sekolah berbunyi menandakan pelajaran telah usai dan telah masuk ke jam istirahat pertama.

Kelas 12a, para siswa telah berjalan keluar dengan riang gembira dan kebanyakan dari mereka langsung bergegas ke kantin.

Leona melirik Eno sesaat sebelum ditarik teman sebangkunya untuk keluar bersama.

"No ayo ikut gua". Sambil memasukkan buku bahasa Indonesia ke dalam tas Ujang bicara kepada Eno.

"Ikut kemana?". santai Eno menanggapi.

"Ke kantin lah, entah kenapa ingin makan nasi goreng kambing Bu Sum gua". Ujang menjawab dan membayangkan Nasi goreng dengan daging kambing yang membuat air liur di dalam mulutnya keluar.

"Pergi sendiri aja Jang gua udah sarapan tadi, Gua mau ke perpustakaan saja". Eno menolak.

"Tiap jam istirahat pertama pasti loe ke perpustakaan gak bosen apa No? Untuk hari ini gua traktir karena uang saku gua 3 kali lipat lebih besar dari hari biasa". Ujang tersenyum lebar.

"Astagfirullah Jang, loe curi uang belanjaan nyokap loe lagi? Enggak ah, gua gak mau makan dari uang haram". Eno menolak keras.

"Pelan kan suara loe Eno!". Ujang langsung panik melihat ke kanan dan ke kiri dan untungnya kelas udah kosong tinggal mereka berdua saja. "Masih ingat saja loe sama hal itu". Ujang cemberut.

"Ya ingatlah terakhir loe traktir gua kan pakai duit belanjaan emak elo, sampai enggak enak sendiri gua. Kebiasaan buruk masih loe lakoni saja".

"Kejadian itu kan udah satu tahun yang lalu No lagian sejak saat itu nyokap gua tidak pernah lagi kok simpan uang di kolong tempat tidur, kali ini uang saku gua ini halal dan hasil dari gua yang lembur kerja semalaman". Ujang bicara dengan bangga.

"Lembur kerja apaan? Kenapa gak ajak gua sih loe kalau ada proyek?".

"Emang loe mau pijitin bapak gua selama 3 jam? kalau loe mau sih nanti gua calling loe jika bokap gua minta pijit". Ujang terkekeh pelan.

"Oalah jadi itu uang hasil loe pijatin bapak loe". Eno mengangguk mengerti.

"Iya gua pijit 3 jam sampai tangan gua mati rasa, tapi itu tidak sia-sia karena hari ini uang saku gua jadi 3 kali lipat, biasa 25 ribu sekarang 75 ribu". Ujang mengelus dompet yang dia pegang.

"Mending loe sisihkan aja itu duit Jang dan tabung, gua enggak lapar kok". Eno menolak lagi.

"Alah udah ayok!". Ujang menarik Eno untuk berdiri, "Seperti sama siapa aja loe". Ujang tersenyum kecil dan berjalan menarik Eno keluar kelas.

Walau Eno merasa tidak enak dia tetap menuruti apa kemauan sahabat terbaiknya itu dan dalam hati dia berniat membagi bekal makan siangnya nanti sama Ujang.

...***...

Dengan wilayah sekolah yang luas kantin di SMA harapan pun tidak hanya 1 atau dua melainkan ada 5 kantin dengan tempat yang terpisah.

Kantin di SMA harapan sudah seperti restoran karena setiap kantin di bangun dengan baik oleh pihak sekolah karena itu juga merupakan pemasukan yang lumayan untuk kas.

Setiap 3 tahun sekali pihak sekolah mengadakan lelang sewa bangunan kantin kepada orang luar yang ingin berjualan di dalam sekolah dan itu bernilai puluhan juta.

Walau harga sewa yang selangit itu tidak mempengaruhi antusias semua orang bahkan 4 kantin sekarang di sewa oleh pemilik usaha restoran yang menjadikan kantin di SMA harapan cabang usahanya.

Para pengusaha itu melihat peluang dengan jeli karena kebanyakan siswa SMA harapan adalah anak orang kaya dari kalangan menengah ke atas, cuma Eno dan Ujang saja yang dari kalangan bawah yang kebetulan nyasar di sekolah ini.

1 kantin yang tempatnya paling jauh dari gedung utama dan itu dekat dengan parkiran sepeda Eno, kantin dengan harga sewa termurah dari 4 lainya dan penyewanya adalah Bu Suminah yang biasa di panggil Bu Sum oleh Ujang.

"No surti enggak kedinginan itu terparkir di sana sendirian dan enggak ada temannya". Ujang terkekeh saat melewati parkiran sepeda.

"Ngeledek Surti loe Jang? Tenang saja doi suka menyendiri kok dan tidak suka tempat ramai". Jawab Eno asal

"Iya suka menyendiri seperti pemiliknya, kenapa gak minta motor aja sih loe No dari SMP setau gua loe selalu bersama Surti".

"Loe kan tau keadaan keluarga gua Jang, gua enggak mau susahkan Ibu dan ayah gua terlalu banyak dan selama surti masih bisa gua naiki, itu udah cukup bagi gua". Eno menjawab dan tersenyum kecil terus berjalan sampai dia sadar Ujang tidak ada disampingnya.

Eno berbalik badan dan melihat Ujang yang malah berdiam seperti patung Pancoran, Eno juga melihat mata Ujang yang basah melihat dirinya dengan sendu.

"Jang loe dikencingi burung ya?". Tanya Eno polos sambil berjalan menghampiri Ujang berdiri di depannya.

"Gua terharu Tresno! Miris banget sih hidup loe". Ujang menyeka matanya yang basah.

"Jang terima kasih loe udah bersedih buat gua tapi sepertinya itu tidak perlu deh". Eno menatap Ujang datar dan tidak merasa senang sama sekali.

"Gak perlu kenapa? Loe kan tau walau gua bad boy tapi hati gua tetap lembut seperti pantat bayi".

"Bad Boy apaan yang tampangnya seperti elo Jang? lagian situasi keluarga kita kan sama sebelas dua belas, Marni motor butut loe aja itu juga motor warisan dari kakek loe kan? walau kita tidak tetanggaan tapi orang tua kita juga sama-sama pedagang di pasar".

"Mungkin yang membedakan kita cuma 2 saja". Eno melanjutkan bicara setalah mengambil nafas.

"Benar juga sih omongan loe No, harusnya kan gua bersedih untuk diri gua sendiri ya? tapi 2 itu apaan yang membedakan kita?". Ekspresi wajah Ujang udah kembali normal.

"Yang pertama sih pasti loe udah tau, loe yang boros dan gua yang hemat".

"Itu emang elo aja No yang terlalu menyiksa diri sendiri, Masih muda tapi jalan pikiran udah seperti orang tua". Ujang mencibir.

"Situasi dan keadaan Jang memaksa gua untuk tumbuh lebih dewasa sebelum waktunya tapi gua senang kok dengan itu, ngomong-ngomong mau sampai kapan ini kita berdiri disini?". Eno memberi isyarat sambil menunjuk kantin Bu Sum.

"Elo sih pakai cerita yang buat suasana jadi Melo jadi lupa kan gua sama nasi goreng kambing, yok kita kesana". Ujang merangkul bahu Eno dan 2 sahabat karib itu kembali berjalan.

"Tapi No, nomer dua yang membedakan kita apa? Kok kamu belum bilang?". Sambil terus melangkah seirama Ujang masih tampak penasaran.

"Oh itu, itu juga loe udah tau dan sadar sepertinya". Jawab Eno ambigu.

"Emangnya nomer 2 apa?".

"Ya apalagi kalau bukan soal penampilan, gua kan tinggi tampan dan atletis sementara loe". Eno memandang sekilas Ujang sambil menghela nafas panjang, Eno lanjut jalan sementara Ujang berdiri terpaku di tempat.

"Tresno Mangku Bumi! Berhenti di sana loe!". Ujang berteriak tapi langkah kaki Eno semakin cepat dengan suara tawa renyah yang keluar dari mulutnya.

Terpopuler

Comments

Nur Tini

Nur Tini

tragis banget nasibmu kawan

2023-11-14

0

Hades Riyadi

Hades Riyadi

Yaaahh.... ceritanya mbulet ajaaahh... berisi banyolan duo sekawan ini doang...masa dari SMP ampe menjelang akhir SMA ga da perubahan samasekali...😛😀💪👍👍👍

2023-11-10

1

Stephen (Phoenix dalam celana)

Stephen (Phoenix dalam celana)

lanjut thor.

2023-11-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!