"Bram! Apa yang mau kamu lakukan?!". suara wanita setengah baya terdengar nyaring dari arah pintu dan suara langkah kaki juga terdengar masuk ke dalam kelas.
Wanita itu adalah Bu Pertiwi guru bahasa Indonesia yang baru saja datang dan terkejut saat melihat Bram mencengkram kerah baju Eno dengan posisi siap memukul.
Semua murid yang fokus menatap Bram dan Eno sontak terkejut dengan datangnya sang guru yang tiba-tiba.
Sialan! Kenapa Bu Pertiwi datang di saat seperti ini sih? Bisa gagal rencana gua dapat uang mudah, Eno merasa kesal di dalam hati.
"Bram cepat lepaskan Eno! Apa kamu mau ibu laporkan kepada kepala sekolah?". Bu Pertiwi mengancam dan berjalan cepat mendekati Bram dan Eno.
Bu Pertiwi saat ini merasa sangat ketakutan jika Bram benar-benar memukul Eno pasti Marchel Harsono akan mengetahuinya dan masalah akan semakin runyam bisa berimbas ke sekolah juga.
Ini juga tanggung jawabnya karena sekarang adalah tugasnya untuk mengajar di kelas 12a.
Bu Pertiwi tidak mau kehilangan pekerjaannya, cicilan rumah belum lunas dan anak pertamanya masih kuliah dan membutuhkan dana yang tidak sedikit, keranjang belanjaan kosmetiknya di Lazada juga belum dia beli.
Bu Pertiwi nyakin Eno ada hubungan dengan Marchel Harsono walau dia tidak tau hubungan apa itu yang pasti pemilik Harsono grup itu terlihat sangat mengagumi Eno.
"Bram cepat lepaskan Eno!". Bu Pertiwi kembali berteriak setelah sampai di dekat 2 muridnya.
"Loe beruntung sampah miskin!". Bram berani mencaci saat ada guru di sampingnya dan langsung melepaskan cengkraman tangannya di kerah baju Eno.
"Sepertinya elo yang beruntung tuan muda kaya". Eno tersenyum tipis.
"Bram cepat duduk kembali ke kursi kamu, cepat!". Bu Pertiwi melotot menatap Bram memberi perintah.
Tanpa menjawab dan acuh tak acuh Bram langsung pergi ke depan duduk di bangkunya.
"Eno? Kamu gak apa-apa kan? Bram tidak menyakiti kamu kan?". Ekspresi wajah Bu Pertiwi langsung berubah 180 derajat saat berhadapan dengan Eno yang membuat semua orang terkejut.
Bu Pertiwi memegang kedua pipi Eno dan membalik ke kiri dan ke kanan untuk memeriksa apa ada luka.
Eno pun terkejut saat ini, biasanya kan para guru kecuali pak Reno akan cuek saja sama dia, kenapa sekarang Bu Pertiwi ini malah sangat perhatian seperti emak gua?
"Bu saya tidak apa-apa, tolong lepaskan pipi saya". Eno bicara terbata karena Bu Pertiwi juga memeriksa bibir dan giginya.
"Maaf-maaf ibu cuma khawatir kamu terluka, Alhamdulillah jika kamu tidak apa-apa". Bu Pertiwi menarik tangannya dari wajah Eno dan bernafas lega.
"Boleh saya kembali duduk Bu?". Eno meminta izin.
"Silahkan-silahkan duduk kembali dan hati-hati". Bu Pertiwi mempersilahkan.
Hati-hati untuk apa? Gua kan cuma mau duduk di atas kursi kayu bukan di atas kursi paku, semakin Eno memikirnya sikap Bu Pertiwi semakin dia bingung sendiri.
Para murid pun masih bengong saat ini, mereka tau Eno murid dari kasta rendah dan sebagian guru termasuk Bu Pertiwi awalnya tidak selalu memperhatikan Eno tapi yang sekarang mereka liat adalah sesuatu yang aneh dan menggelikan.
Bu Pertiwi tidak terlihat seperti guru dan malah terlihat seperti baby sister pengasuh pribadi Eno.
Bu Pertiwi tersenyum kepada Eno sebelum berbalik badan dan kembali berjalan ke depan kelas.
"No punya jimat apaan loe sampai bisa buat bu Pertiwi berubah seperti itu?". Ujang yang sangat penasaran langsung bertanya kepada sahabatnya.
"Gua juga gak tau Jang dan merasa aneh, biasa mendapatkan perlakuan buruk tiba-tiba mendapat perlakuan baik membuat gua tidak nyaman". Eno menjawab pelan.
"Bocah aneh? udah terlalu lama ditindas malah loe jadi ke tagihan, emang melenceng otak loe No". Ujang menatap sahabatnya dengan tidak percaya.
Eno hanya tersenyum menanggapi ejekan Ujang dan satu detik kemudian dia langsung cemberut karena teringat dengan suatu hal.
"Kenapa lagi itu bibir loe manyun? teringat sentuhan Bu Pertiwi ya?".
"Ngaco loe kalau ngomong, gua malah lagi sebel itu sama Bu Pertiwi gara-gara dia gagal gua dapat duit dan traktir loe es teh jumbo". Eno menjawab lesu dan hilang semangat.
"Udahlah mungkin itu bukan rezeki loe, kalau loe butuh tambahan uang hari Minggu nanti loe ikut gua aja". Ujang berucap misterius dan tersenyum penuh arti.
"Ikut kemana? Ada kerjaan kah Jang?". Eno langsung bersemangat.
"Udah tunggu saja sampai hari Minggu nanti, kalau sekedar untuk uang jajan sih bisa dapat kita".
Eno langsung mengangguk cepat mendapatkan tawaran kerja dari Ujang, sejenak dia bisa melupakan rasa kesal di hatinya.
...***...
15 menit kemudian suasana kelas sudah kondusif dengan Bu Pertiwi yang mulai mengajar.
Para siswa pun duduk dengan tenang karena untuk pertama kalinya tadi mereka mendapat ceramah panjang oleh guru bahasa Indonesia itu.
Bu Pertiwi dengan fasih bicara di depan kelas mengajar para anak didiknya.
Saat ini mata Eno entah kenapa terasa sangat berat sekali dan beberapa kali dia hampir terlelap.
Mendengar Bu Pertiwi bicara bagi Eno seperti mendengar sebuah dongeng pengantar tidur.
Bukannya Eno sombong dan tidak menghargai guru tapi pelajaran bahasa Indonesia itu sangat mudah baginya.
Ujang pun terlihat bosan saat ini dan malah sedang menggambar suatu yang tak senonoh di bukunya.
Dengan hati-hati Eno memasukan tangan ke dalam saku celana dan dengan hati-hati pula dia mengeluarkan Hp Oppo yang kacanya udah retak karena beberapa kali jatuh dari sepeda.
Maaf Bu Pertiwi izinkan saya main hp sejenak untuk menghilangkan rasa kantuk, Eno bicara meminta izin dalam hati.
Sesaat kemudian Eno sudah asik bermain game Tetris susun menyusun balok dan tentu saja dalam mode silent, Eno menunduk dan hp ada di atas pahanya.
Saking asiknya bermain Eno tidak sadar jika ada sekelompok orang yang sedang berdiri di koridor dan menatap Eno dari jendela, sekelompok orang itu adalah Marchel Harsono bersama kepala sekolah berserta stafnya.
Kepala sekolah saat ini merasa wajahnya panas melihat Eno yang sedang bermain Hp di jam pelajaran, padahal teman sebangkunya sedang menulis dengan serius.
Kepala sekolah tidak tau apa yang dilakukan Ujang sebenarnya, jika dia mendekat dan melihat karya seni yang dibuat Ujang pasti langsung salto ke kebelakang dia dan langsung pura-pura pingsan saking terkejutnya.
Beberapa saat yang lalu kepala sekolah telah memuji Eno setinggi langit di depan Marchel Harsono tapi saat ini pujian yang dia sampaikan dan fakta di lapangan sangat bertolak belakang.
Jika dia tidak bersama Marchel sekarang pasti kepala sekolah sudah masuk dan menyita hp Eno serta memberikan surat cinta untuk orang tuanya agar hadir di sekolah.
Untuk saat ini kepala sekolah tidak berani gegabah karena takut dengan Marchel, dia belum sepenuhnya tau ada hubungan apa Eno dan pemilik Harsono grup ini.
Marchel tersenyum memandang Eno dan itu dilihat oleh kepala sekolah dan para stafnya.
"Di saat beban belajar yang berat, sesekali menghibur diri memang diperlukan". Marchel bergumam pelan.
Kepala sekolah langsung mengelus dada, terang-terangan Marchel membela Eno dan untungnya dia tidak mengambil keputusan sendiri masuk dan menyita hp.
Anak muda yang unik, Marchel bicara dalam hati dan berbalik badan pergi dan Langsung di ikuti oleh semua orang yang menemaninya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Hades Riyadi
Mustinya khan Marchel Harsono berusaha memanggil dan bertatap muka dengan Eno, ngapain cuman depan kelas terus pergi, bukankah Tugas Misi Sistem harus memasang AC di kelasnya Eno....fokus dong author, janganlah lupakan Misi Sistem...🤔🙄😩😛💪👍👍
2023-11-10
1
Ling Ye
menunggu jejak bimo muncul kembali 😂
2023-11-07
1
Indah Wahyu ningsih
jangan lupa preman campus lanjut thor
2023-11-06
1