Di taman yang cukup asri belakang gedung perpustakaan SMA harapan.
Di atas rumput hijau dan di bawah pohon rindang duduk 2 orang pemuda dengan nafas Senin Kamis, ngos-ngosan dengan butir keringat yang jatuh dari dahi keduanya.
2 pemuda itu tidak lain tidak bukan adalah Eno dan Ujang, 2 sahabat yang baru selesai kejar-kejaran dan berakhir di taman sekolah.
"No minum No?". Dengan nafas yang masih tidak teratur Ujang menyodorkan botol teh pucuk harum.
Eno melihat ke samping, tangannya yang terulur tampak mengambang di udara mengambil botol tapi dengan ekspresi wajah yang kesal.
Dengan cepat dipukulnya kepala Ujang pelan dengan botol itu.
"Aduh! Kita kan udah damai dan gencatan senjata No, kenapa malah loe aniaya gua lagi sih?". Ujang protes dan mengelus kepalanya pelan.
"Masih untung gua cuma pukul loe pakai botol Jang, kalau gua khilaf bisa gua robohin pohon belakang kita buat pukul loe!". Eno masih tampak kesal dan gregetan.
"Enggak sekalian itu loe robohin tower Indosat atau Telkomsel No, tanggung amat". Ujang menjawab dan cemberut.
"Emang tega loe sama temen sendiri". Ujang melanjutkan.
"Loe yang tega!". Eno langsung tancap gas bersuara dengan nada tinggi.
"Botol minum kosong, isinya abis loe minum sendiri tega kasih ke gua! benar-benar enggak punya hati ya loe". Eno bicara sambil melempar botol kosong ke Ujang.
"Hap!". Ujang menangkap dengan cekatan, "Siapa bilang habis No? Gua ma enggak sejahat itu sama temen, ini coba loe liat masih ada kan?". Ujang kembali mengangkat botol di udara.
"Ada apanya Ujang! loe liat pakai mata kepala apa mata batin sih sebenarnya? Apa jangan-jangan karena lari tadi sekarang loe jadi berhalusinasi?". Eno memandang curiga Ujang.
"Loe itu yang berhalusinasi Tresno! coba liat masih ada sekitar 3 tetes kan ini?". Ujang menggoyangkan botol di depan muka Eno.
Saat ini Eno hanya bisa termenung bengong memandang manusia buntalan kentut yang kebetulan adalah sahabatnya.
"Emang teman laknat loe Jang! bicara kek gitu dengan muka polos, serah loe dah!". Eno tampak semakin kesal dan langsung rebahan dengan lengannya sebagai bantal.
"Hehehe marah ya No elo? Sorry deh enggak sengaja tadi gua habisin, tenggorokan gua kering karena lari-lari tadi". Ujang ikut merebahkan tubuhnya di atas rumput.
"Emang tenggorokan loe doang yang kering! Gua juga ini, sana beli lagi buat gua". Eno memberi perintah.
"Entar deh gua beliin, rehat dulu capek gua". Ujang beralasan.
Untuk sesaat dua sahabat itu terdiam menikmati semilir angin sejuk di taman, berbaring di atas rumput hijau sambil memandang birunya langit.
"No loe nyadar gak?". Ujang kembali membuka pembicaraan.
"Nyadar apa?". Eno menjawab dengan acuh tak acuh dengan sebatang rumput yang dia selipkan di mulut.
"Kita dari kelas 7 SMP sampai sekarang kelas 12 SMA masih sama saja dan enggak ada perubahan". Ujang bicara dan ikut-ikutan selipkan batang rumput di mulut bukan 1 tapi 3 batang sekaligus, mungkin rumput sudah termasuk camilan di mata Ujang.
"Perubahan dalam hal apa? bukannya loe udah berubah jadi tambah gendut ya? Dan gua berubah menjadi semakin tampan".
"Sialan, pede gila loe! maksud gua itu bukan perubahan tentang itu tapi perubahan dengan status kita". Ujang bicara sambil mencabut rumput, seperti 3 batang yang ada di mulutnya kurang.
"Loe jangan buat gua takut lho Jang, sebagai informasi gua masih normal dan cuma menganggap loe sebagai sahabat tidak lebih". Eno sedikit bergeser.
"Bocah gila! maksud gua itu status Jomblo kita Tresno! dari orok sampai segede gini kita masih saja belum pernah pacaran, emang loe gak tertarik sama cewe?".
Mikirin System yang error aja gua udah mau gila suruh mikirin masalah pacar dan wanita, Eno menjawab dalam hati.
"Lah elah! malah bengong ini bocah, sepertinya betah banget loe jadi jomblo". Ujang mencibir.
"Loe sendiri juga sama kan Jang? betah banget jadi Jomblo".
"Terkadang gua heran sendiri No". Ujang tampak mendesah pelan.
"Heran apa lagi sih? Banyak keluhan banget hidup loe".
"Ya gua heran aja, dari begitu banyaknya cewe di SMA ini kenapa tidak ada satupun yang melirik kita? kita kan gak jelek-jelek amat dan masih pantas jika di bawa ke pesta ulang tahun".
"Iya dibawa untuk jadi badut kan kita? Loe kagak liat SMA kita ini seperti apa? Semua yang sekolah sini itu kebanyakan adalah anak Gedongan semua, berangkat pulang di jemput pakai mobil".
"Anak-anak kaya itu kagak mungkin lirik kita Jang walau loe punya penampilan menarik sekalipun, dari gaya hidup dan pergaulan kita sudah berbeda sama mereka dan perbedaan yang paling mencolok loe tau gak apa?". Eno mengakhiri perkataannya dengan pertanyaan.
"Apa No?". Dengan muka serius Ujang menanggapi.
"Perbedaan yang paling mencolok antara kita dan mereka adalah isi dompet Jang". Jawab Eno sambil tersenyum miris, tertawa dalam hati dan muak akan realita hidup di dunia.
Untuk beberapa detik Ujang merenung dan segera bangkit setelahnya, dia mengeluarkan dompet hitam dari saku belakang celananya dan Eno melihat itu.
Ujang mendesah melihat isi dompetnya dan dari dalam dompet itu pula terbang keluar beberapa nyamuk.
"Berapa sisa uang loe mas Ujang?". Eno tersenyum melihat muka Ujang yang murung.
Tanpa menjawab Ujang membalik dompetnya dan jatuhlah 3 keping koin lima ratusan.
"Tinggal 1500 perak uang saku gua No". Ujang bicara dengan muka melas dan badan lemas, "Kalau duit loe masih berapa?". Ujang melanjutkan.
"Loe kan tau sendiri gua gak pernah bawa duit ke sekolah, uang saku gua selalu gua tinggal di rumah tepatnya di bawah kasur". Eno menjawab santai.
"Dari SMP kebiasaan hidup hemat loe emang enggak berubah No, enggak takut dimakan rayap itu duit loe?".
"Rayap ma enggak doyan sama duit receh Jang". Jawab Eno sekenanya sambil masih rebahan dengan tangan menjulur ke atas mencoba meraih awan.
"Kalau gini emang udah nasib kita No, sempat lupa gua kalau duit dan kedudukan itu sangat berpengaruh untuk kita cari betina disini". Ujang tampak putus asa.
"Andai system gua aktif dan enggak error pasti udah berada di puncak dunia gua". Eno melamun dan bergumam pelan dan itu di dengar oleh Ujang.
"Kumat ini bocah, masih mimpi dapat System loe No? sepertinya otak loe udah terkontaminasi sama novel-novel gak jelas itu". Ujang langsung berkomentar sarkas.
"Gua kan cuma berandai-andai Jang dan ngomong sendiri, kek emak-emak aja loe suka berkomentar pedas". Eno berubah posisi rebahannya menjadi miring memunggungi Ujang.
Tidak lama bel tanda istirahat berakhir telah berbunyi dan itu langsung membuat Eno semakin kesal.
"Ayo kita masuk No abis istirahat ini kan jam pelajaran Sejarah Bu Gladys". Ujang langsung bangkit dan menepuk-nepuk celananya.
"Emang kenapa kalau pelajaran Bu gladys, membosankan juga ini cara dia mengajar". Eno ikut bangkit dengan malas.
"Jangan liat cara dia mengajar dong". Ujang menjawab dengan ekspresi wajahnya yang berubah dan senyum lebar menjijikkannya ada di sana.
"Terus liat apanya?". Perasaan Eno mulai tidak enak melihat wajah sahabatnya.
"Halah seperti gak tau aja loe No, Bu gladys kan guru kita yang paling aduhai dengan aset yang menantang bencana surgawi, udah ngerti kan loe maksud gua?". Ujang mengedipkan satu matanya.
"Koplak siak!". Eno tendang pelan bagian belakang tubuh Ujang, "Ayo jalan balik ke kelas". Eno melangkah terlebih dulu.
"Tunggu mas No". Ujang tersenyum di belakang dan berjalan cepat.
Dua sahabat itu pun bersama-sama kembali ke kelas.
"Cepat banget sih No langkah kaki loe, udah gak sabar ya ingin bertemu sama guru Cindo kita itu?". Ujang menyenggol lengan Eno.
"Gua cuma enggak mau mendapatkan kesan buruk Jang, mending sekarang loe tetapi janji loe tadi aja dulu".
"Janji apa?".
"Janji mau belikan gua minumlah, sana cepat ke kantin". Eno mendorong bahu Ujang pelan.
"No duit gua kan tinggal 1500 perak, dapat apaan coba?". Dengan iba Ujang menatap sahabatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Hades Riyadi
Lanjuuuuutt Thor 😛😀💪👍🙏
2023-11-10
0
Hades Riyadi
Kemarin baca sistem busuk, sekarang sistem Error yang udah setahun gak nongol³, sistemnya ketiduran kaleee... Kesian deehh Lo...😛😀💪👍👍👍
2023-11-10
3