"Satu minggu, Will." Abraham duduk di sebuah ruangan di rumah itu menghadap ke arah William yang berdiri tertuntuk di hadapannya. Di sampingnya duduk sang mantan istri yang juga menatap ke arah William. "Baru satu minggu tapi Nesha sudah ingin berpisah denganmu."
"Dad, itu bukan salahku. Seperti yang Nesha katakan. Kami memang terlalu berbeda, sulit untuk kami bersama." William melakukan pembelaan.
"Jadi kamu menyerah begitu saja? Kamu sudah tak ingin menjadi pengganti Daddy suatu hari nanti?"
"Abra, kamu keterlaluan. Selama ini Will sudah mengusahakan yang terbaik untuk menjadi seorang pewaris. Dia belajar bisnis bahkan sejak di bangku sekolah. Hanya karena ia tidak bisa membuat seorang gadis betah bersamanya, kamu mengabaikan semua usahanya?" Veronica membela sang putra.
"Ver, kamu tidak mengerti. Aku ingin Will menjadi laki-laki yang bertanggung jawab. Jika ia bisa bertanggung jawab pada keluarganya, maka dia akan bertanggung jawab sebagai pimpinan."
"Daddy selama ini juga hidup dengan bergonta-ganti perempuan. Tapi perusahaan tetap berjalan. Kenapa aku harus memaksakan hidup yang tidak aku sukai demi menjadi pimpinan. Itu tidak adil, Dad!" Will semakin jengah.
"Justru itu kamu harus tahu, Will. Selama ini Daddy tidak bahagia! Bermain dengan banyak wanita tak membuat Daddy mendapatkan kebahagiaan dan kenyamanan. Daddy tidak ingin hidup kamu seperti itu." Abraham menatap kosong dengan penuh harap. "Seandainya Daddy menyadari lebih cepat, Daddy akan bahagia bersama Lestari. Seandainya Daddy tidak mengikuti ego Daddy, hidup Daddy akan sempurna dengan hanya adanya satu wanita yang Daddy cintai."
"Itu lagi yang kamu katakan. Dasar tidak punya perasaan. Tidak bisakah kamu memikirkan perasaanku, Abra?" Keluh Veronica.
"Kamu sendiri tahu, aku menikahimu bukan karena cinta. Karena kamu terlanjur mengandung. Kamu juga sama, menikahiku bukan karena kamu mencintaiku, tapi karena ingin menjadi istri seorang presdir."
Veronica langsung bungkam diingatkan mengenai awal pernikahan mereka.
"Sudahlah, tidak perlu mengingatkanku tentang awal kelahiranku yang tidak diharapkan oleh kalian berdua." Ucap William dengan kesal.
"Walaupun kenyataannya demikian, tapi kami menyayangimu, Nak." Ujar Abraham tulus.
"Betul, Darling. Kami sangat mencintaimu. Kami selalu menginginkan yang terbaik untukmu." Timpal Veronica.
William hanya terdiam tak merasa tersentuh. Ia sudah terlalu dewasa untuk terharu dengan hal seperti itu.
"Berusahalah mencintai Nesha. Setia padanya, jadi suami yang baik untuknya. Daddy ingin melihat kalian mencoba untuk mempertahankan pernikahan kalian. Setelah itu Daddy akan mengembalikan semua kartumu, dan juga kamu akan duduk di posisi wakil Daddy yang sangat kamu tunggu-tunggu itu. Untuk sekarang hanya ini yang akan Daddy kembalikan." Abraham menyimpan sebuah kartu ATM di atas meja. "Besok kamu mulai bekerja. Sebagai karyawan biasa di Hart Group, dengan gaji setara karyawan biasa juga."
"Karyawan biasa?!" William tak terima. "Setelah ini aku harus hidup di apartemen kecil lalu aku hanya akan menjadi karyawan biasa?! Dad, jangan-jangan aku ini bukan anakmu. Mengapa Daddy memperlakukan aku seperti ini?"
"Justru karena kamu adalah anak Daddy satu-satunya, Daddy ingin kamu belajar semuanya dari nol. Bahkan tadinya Daddy ingin kamu memulainya dari seorang office boy, tapi ibumu tidak mengizinkan."
"Tentu aku tidak mengizinkan. Putraku terlalu tampan untuk menjadi seorang OB." Sahut Veronica. Lalu ia menatap kembali pada sang putra. "Kamu pasti bisa, Darling."
Abraham beranjak dari duduknya. "Baiklah, Daddy harus berangkat ke Thailand sekarang. Besok hubungi Mario saat kamu tiba di kantor." Kemudian Abraham melangkah keluar ruangan itu. "Kamu akan pergi bersamaku, Ver?"
"Mommy juga harus pergi sekarang." Ia beranjak dari duduknya dan menghampiri sang putra. Diraihnya kedua pundak William. "Dengar, kamu hanya perlu melakukan semua hal yang selama ini kamu lakukan untuk membuat para wanita terpesona, Darling. Buat Nesha jatuh cinta padamu dan biarkan ayahmu melihat itu. Di saat yang sama, bekerja keraslah di kantor hingga kamu mendapatkan posisi wakil presiden direktur. Setelah itu kamu bisa pergi meninggalkan Nesha."
William tertegun sesaat sebelum satu sudut bibirnya terangkat. "Mommy benar."
"Tentu Mommy benar. Mommy lebih mengerti kamu. Mommy juga tidak suka pada istrimu itu. Lihat dirimu, dan lihat dirinya. Sangat berbeda. Dia tidak pantas bersanding dengan putra Mommy yang tampan ini. Sekarang kamu hanya harus bersabar dan melewati satu persatu ujian yang ayahmu berikan. Saat kamu berada di posisi tertinggi nanti, tak akan ada yang bisa mendiktemu lagi. Kamu paham, Darling?"
Sebuah seringai muncul di bibirnya. "Yes, Mom." Ucap William setuju. Apa yang dikatakan sang ibu memang benar, kali ini ia harus bisa fokus membuat Nesha jatuh cinta padanya, juga menunjukkan kinerja terbaiknya di tempat kerja. Setelah posisi wakil presiden direktur ia dapatkan, ia akan meninggalkan perempuan aneh itu.
***
"Silahkan masuk." Ucap Nesha ketika membuka pintu apartemen lamanya.
William masuk menarik sebuah koper besar di tangannya. Ia menatap ke sekeliling. Sungguh apartemen yang sangat kecil. Hanya ada dua kamar, satu ruang tamu yang menyatu dengan ruang TV dan dapur, satu kamar mandi, juga balkon di dekat ruang TV. Namun William akui, walaupun kecil tapi apartemen ini cukup nyaman dan ditata dengan sangat rapi. Kesan sederhana dan homey sangat terasa dengan warna-warna pastel yang ada di setiap benda di ruangan itu.
"Lo tidur di kamar ini." Nesha menunjukkan sebuah kamar yang berhadapan dengan kamarnya, yang terjeda oleh kamar mandi kecil. William berjalan menuju kamar itu dan melihat ke dalamnya. Ada banyak poster dan pernak-pernik kpop di ruangan itu.
"Seriously?" Komentar William.
"Ntar gue beresin barang-barang kpop gue. Buat sekarang lo tidur dulu aja disini. Atau lo mau tidur di sofa ruang tengah aja?" Tawar Nesha.
"Besok kamu harus membereskan semuanya. Aku tidak ingin mimpi buruk bertemu laki-laki berdandan seperti mereka."
"Iya. Bawel."
Willliam pun masuk ke kamar itu, tatapannya masih menelisik sekeliling kamar.
"By the way, thanks lo udah mau pindah kesini." Ujar Nesha merasa tidak enak. Nesha tahu bukan hal mudah bagi William untuk tinggal di apartemen kecil miliknya.
"Bisa juga seorang Panda berterimakasih." Sindirnya.
"Ya bisalah." Gerutu Nesha. "Ya udah lo istirahat. Besok lo 'kan udah mulai masuk kerja. Kalau mau mandi kamar mandinya ini ya." Ucap Nesha seraya menunjuk ke arah kamar mandi yang diapit oleh kamarnya dan kamar yang kini ditempati William.
William mengangguk pelan, kemudian Nesha pun masuk ke kamarnya untuk beristirahat.
Keesokan harinya, pagi sekali Nesha sudah terbangun dan beraktivitas. Ia sudah terbiasa membuat sarapan tepat waktu sehingga pukul 6 pagi makanan sudah tersedia di meja makan. Setelah itu ia pun bersiap bekerja.
Beberapa saat ia sudah mandi dan berpakaian rapi dan berjalan menuju meja makan.
"Apa ya? Kok rasanya ada yang lupa?" Gumamnya seraya meraih sebuah sandwich. Tak ingin memikirkan lebih jauh, ia pun menyalakan TV sambil mulai memakan sarapannya. TV menyala dan menayangkan sebuah film animasi anak-anak dengan penguin sebagai tokoh utamanya dan buaya sebagai tokoh pendukungnya.
Sontak Nesha ingat. "Buaya 'kan tinggal sama gue sekarang." Segera ia berlari kecil menuju kamar William, ia membukanya dan mendapati William masih tertidur pulas.
Nesha menghampiri suaminya itu dan menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya. "Buaya, bangun! Lo kerja hari ini!"
"Jam berapa sekarang." Gumamnya dengan mata terpejam dan suara mengantuk.
"Jam setengah tujuh."
"Hah?!" Langsung ia bangkit dari posisinya, sepertinya rasa kantuk langsung hilang dari kedua matanya setelah mengetahui pukul berada sekarang. "Kenapa kamu baru membangunkanku sekarang?!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Erni Fitriana
untung nyetel tipi y nessss...jadi inget ada buaya🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2024-06-23
0
⁽⁽ଘ[🐾©️le🅾️🦋]ଓ⁾⁾
Veronica benar benar ibu yg buruk
AQ doain Wiliam Bucin panda
tapi Panda nantinya yg akan meninggalkanmu jauh...jauh...jauh sekali🧐🧐
2023-11-21
2