Akhirnya bulan madupun berakhir. Dari bandara William dan Nesha langsung diantar menuju sebuah mansion mewah di kawasan elit. Mansion itu pemberian Abraham untuk anak dan menantunya yang baru saja memulai rumah tangga mereka. Ia berharap dengan tempat tinggal yang diberikannya, Nesha dan William bisa merajut hari-hari indah bersama dengan nyaman. Menjadi semakin dekat dan lebih mengenal.
Mobil yang membawa mereka berdua pun tiba dan memasuki sebuah gerbang besar mansion tersebut. Sejak memasuki gerbang Nesha terus merasa tercengang.
"Kontrol wajahmu, Panda." William memperingatkan setelah melihat wajah Nesha yang tercengang seraya menatap ke arah halaman luas di kanan kiri mereka yang ditutupi rerumputan hijau. Mobil terus melaju mengitari sebuah kolam air mancur berbentuk bulat besar dan akhirnya berhenti di depan pintu utama.
"Ini, kita tinggal disini?" Tanya Nesha dengan khawatir.
"Iya. Padahal aku lebih ingin tinggal di penthouse. Tapi Daddy memberikan mansion ini sebagai hadiah pernikahan." Ucapnya tak tertarik.
"Gimana gue beresin rumah sebesar ini?" Gumam Nesha seraya menatap pintu utama yang begitu besar.
"Kamu berencana membersihkan rumah ini sendirian?" William nampak keheranan.
"Ya enggak sendirian juga. Tapi tetep aja cape beresin rumah segede ini."
"Ada banyak pelayan di rumah ini. Kamu tak perlu membersihkan apapun." Sahut William.
"Gak usah?" Tanya Nesha.
"Tentu. Tapi jika kamu mau ingin menjadi pelayan juga, kita bisa pecat beberapa." ucap William seraya menuruni mobil.
Nesha mencebikan bibirnya mendengar ucapan William. Lalu ia pun ikut menuruni mobil saat seorang berpakaian serba hitam membukakan pintu untuknya. Nesha kembali dibuat terkejut melihat beberapa orang berseragam pelayan tengah berbaris rapi di kanan kiri teras hingga ke pintu masuk dan menyambut mereka.
"Selamat datang Tuan. Selamat datang Nyonya." Ucap para pelayan itu bersamaan seraya membungkuk dalam kepada mereka.
Nesha langsung merasa kikuk. Ia membungkuk sedikit dan tersenyum tipis pada mereka sambil mengekor William yang kini berjalan diantara para pelayan itu hingga mereka masuk ke dalam rumah besar itu.
"Selamat siang, Tuan William. Nyonya Nesha. Selamat datang di mansion anda. Perkenalkan saya Aini, kepala pelayan di rumah ini." Sapa seorang wanita paruh baya kepada keduanya. Ia nampak sangat sopan dan profesional, sekalipun usianya sepertinya sudah tidak muda lagi.
"Selamat siang." Sapa Nesha dengan canggung. Sedangkan William terus berjalan menuju tangga tak menyahuti salam dari pelayan yang menyapanya dengan ramah itu.
"Buaya, tunggu!" Panggil Nesha. "Permisi." Ucapnya lalu segera mengekor William ke lantai atas.
"Silahkan Nyonya. Namun saya perlu mengabarkan nanti malam ayah dan ibu mertua anda, juga, ayah dan kakak anda akan datang untuk makan malam bersama disini." Ucap Aini.
"Oh, iya. Makasih nanti, aku kasih tahu Bua, eh William." Nesha melanjutkan langkahnya.
Sampai di lantai dua Nesha mendapati William akan memasuki sebuah kamar. "Tunggu!" Cegah Nesha membuat William menoleh dengan jengah.
"Apa lagi? Aku ingin tidur. Selama seminggu aku tidur di sofa. Badanku sakit semua. Aku ingin tidur sebentar sebelum daddy dan yang lainnya datang."
"Lo tahu daddy, mommy, papa, sama Kak Nathan mau dateng?"
"Tentu aku tahu. Sudah, biarkan aku beristirahat." Ujarnya seraya masuk ke kamar. Namun Nesha menarik sisi blazer yang dikenakan oleh William.
Mengapa ia tak diberitahu, keluh Nesha dalam hati.
"Tunggu. Gue pengen nanya sesuatu."
William berdecak kesal. "Kamu ingin bertanya apa? Sudahlah tanyakan di kamar, agar aku bisa sambil merebahkan tubuhku."
Iapun masuk ke dalam kamar itu dan langsung menjatuhkan tubuhnya ke tempat tidur besar yang menjadi pusat kamar luas itu. Nesha pun dengan ragu masuk ke dalamnya. Seketika matanya menatap ke sekeliling, kembali takjub dengan semua kemewahan ini.
"Buaya." Panggil Nesha.
William menjawab dengan gumaman. Ia sedang merasakan nyamannya kasur yang ditidurinya setelah selama seminggu ia tidur di sofa yang sempit.
"Perlu banget kita punya pelayan sebanyak itu? Terus perlu banget kita tinggal di rumah sebesar ini? Gak bisa gitu kita tinggal di rumah biasa aja?"
Sontak William menatap ke arah Nesha. "Kamu tidak mau tinggal disini? Apa rumah ini kurang nyaman? Kamu bahkan belum melihat semua ruangannya."
Nesha menggeleng pelan. "Gak mau. Rumahnya kebesaran. Terus rasanya pernikahan ini jadi kayak serius dan nyata banget. Gue dipanggil nyonya lagi tadi. Terus apa gue juga harus mulai pakai baju-baju yang lo beliin waktu itu?" Nesha teringat baju-baju yang dibelikan William sebagai hantaran pernikahan mereka yang jumlahnya mencapai ratusan itu.
"Kamu ini bukannya merasa beruntung. Kamu tahu berapa milyar yang aku keluarkan untuk membeli pakaian, tas, sepatu, make up, beserta perhiasan itu untukmu? Jika wanita lain yang menerimanya, ia akan sangat gembira dan berterimakasih sekali padaku. Berapa kali lagi aku harus terkejut dengan semua pemikiranmu yang aneh itu."
Nesha menggerutu dengan gelisah. "Tapi gue gak mau semua itu. Baju yang lo beliin aneh-aneh. Lo gak lihat badan gue? Gue lebih nyaman pakai kaos sama hoodie tahu!"
"Baju yang aku belikan dan juga rumah ini, semua melibatkan ahli di dalamnya. Daddy menyuruhku menghubungi desainer terkenal dan mendesain pakaian-pakaian yang akan cocok di tubuh gemukmu itu. Rumah ini juga melibatkan banyak ahli sehingga berdiri seperti ini! Kamu ini istri dari seorang calon wakil presiden direktur, Panda! Sadarlah! Kamu harus membiasakan diri untuk hidup sepertiku!" WIlliam mulai kesal.
"Tapi lo ngomongnya gak gitu waktu itu! Lo bilang hidup gue gak akan ada yang berubah walaupun kita nikah. Terus ini apa? Belum lagi gue juga harus mulai belajar table manner, bisnis, terus gaul sama cewek-cewek sosialita biar relasi gue nambah? Ini gak kayak perjanjian awal!"
"Apa itu sesuatu yang sulit? Bukankah semua perempuan menyukainya? Hidup bergelimang harta, siapa yang tidak suka? Kamu ini hidup di planet mana selama ini sebenarnya?"
"Gue enggak kayak gitu! Gue gak suka bisnis! Gue gak suka cara makan gue diatur! Gue gak suka ngobrol gak penting terus mamerin semua yang gue pake! Gue gak suka ngobrol sama orang yang gue gak kenal! Gue cuma pengen hidup kayak dulu sebelum gue nikah sama lo!"
"Jangan berlebihan, Panda. Hidup kita tak seberbeda itu. Selama ini bukankah kamu sering makan malam bersama kolega ayahmu? Menghadiri acara perusahaan?"
Nesha menggeleng. "Gue belum pernah ikut acara kayak gitu." Cicitnya.
William menyatukan kedua alisnya. "Apa? Kenapa?"
Nesha kembali menggeleng. "Mungkin aja bener gue anaknya bokap gue. Tapi dari lahir perlakuan dia sama gue gak pernah sama kayak perlakukan dia ke abang gue. Sejak SD sampai SMA gue disekolahin di sekolah negeri biasa. Gue juga gak pernah diajak ke acara bisnis. Jadi temen-temen gue juga bukan dari kalangan yang tajir kayak lo."
"Apa? Kamu sekolah di sekolah negeri?" William tak percaya. "Tapi Nathan lulusan dari International High School terbaik dan bergengsi di Jakarta. Dia juga kuliah di luar negeri. Tapi kenapa kamu hanya disekolahkan di sekolah negeri?"
Nesha menghela nafas. "Karena bokap gak suka sama gue. Bagi dia, gue yang bikin nyokap gak selamat pas ngelahirin gue." Cicit Nesha.
William tertegun. Ternyata ada cerita menyedihkan seperti itu pada saat perempuan yang kini berstatus istrinya itu dilahirkan ke dunia ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Erni Fitriana
kak lalaaaaaaa...the best ceritanya gak ngebosenin😘😘😘😘😘😘👍🏾👍🏾👍🏾👍🏾👍🏾👍🏾
2024-06-23
1
⁽⁽ଘ[🐾©️le🅾️🦋]ଓ⁾⁾
Next Kak Lala ❤️❤️👍👍
2023-11-17
2