Sesuai yang di katakan oleh ibu mertuanya, ternyata bu Sinah keesokan harinya kembali datang lagi ke rumah Maya untuk meminta uang.
"Mana uangnya ?" Bu Sinah datang - datang langsung menadahkan tangannya pada Maya yang kebetulan saat itu sedang menyapu di halaman rumahnya.
"Masuk dulu bu" ajak Maya, ia tak ingin jika nanti ibu mertuanya membuat keributan dan memancing para tetangga untuk berdatangan.
"Ibu buru - buru" ketus bu Sinah.
"Maya mohon maaf, untuk saat ini Maya belum ada uangnya, bagaimana kalau tunggu kiriman dari Mas Wahyu" ujar Maya dengan lemah lembut.
"Apa !!" Pekik bu Sinah.
"Kan sudah di bilang, jika uangnya harus ada hari ini. memangnya kamu tidak mengusahakan nya ? ya kalau kamu tidak punya uang minimal kamu pinjamlah pada teman - teman kamu itu" lanjut bu Sinah, ia tak mau tahu bagaimana pun caranya hari ini ia harus mendapatkan uang untuk membeli mesin cuci yang baru.
"Ya mau bagaimana lagi bu, Maya memang tidak memiliki uang sebanyak itu, kiriman uang dari mas Wahyu hanya cukup untuk membayar kontrakan rumah dan kebutuhan Faaz sementara gaji ku sebagai guru di gunakan untuk makan itu pun terkadang masih kurang. Kalau Maya ada uangnya pasti Maya kasih, bukankah selama ini Maya tidak pernah absen ketika ibu minta uang, coba ibu pikir lagi bulan ini sudah berapa banyak Ibu meminta uang pada Maya" jelas Maya panjang lebar, berharap ibu mertuanya mau mengerti dan paham kenapa saat ini dirinya tidak bisa memenuhi permintaan sang mertua.
"Oh berani ya kamu sekarang ! Berani kamu mulai hitung - hitungan sama saya ?! Heh, ingat saya ini ibu kandungnya Wahyu, saya juga berhak atas apa yang di hasilkan oleh anak saya !!" Seru bu Sinah suaranya sudah naik beberapa oktaf.
"Tapi mau bagaimana lagi bu, sekarang memang Maya enggak ada uangnya" lirih Maya. Sejujurnya Maya memiliki sedikit uang tabungan tapi Maya telah bertekad jika uang tabungan itu hanya akan di gunakan untuk hal - hal yang darurat saja dan juga sebagai dana untuk sekolah Faaz.
"Dasar menantu pelit, akan ku adukan kamu sama Wahyu biar tahu rasa. Nyesel rasanya aku punya menantu seperti kamu udah penampilannya kampungan pelit pula, sudah bagus dulu Wahyu berencana menikah dengan si Ririn tapi malah gagal" ujar ibu mertuanya seraya berlalu meninggalkan halaman rumah Maya. Ia terpaksa harus pergi dari sana karena tak ingin menjadi tontonan para tetangga dan di cap sebagai mertua yang jahat.
Maya kembali melanjutkan pekerjaannya setelah selesai ia baru masuk ke dalam rumah, ke datangan langsung di sambut oleh Faaz yang sudah dari tadi menunggunya.
"Bun, kenapa kok nenek kalau datang ke sini itu selalu saja minta uang ?" Tanya Faaz dengan rasa yang penasaran.
Maya langsung gelagapan saat mendengar pertanyaan dari Faaz karena ia bingung harus menjelaskan seperti apa pada putranya tersebut.
"Hmm, ya kalau bukan minta sama bunda sama siapa lagi ? kan nenek itu ibunya Ayah otomatis menjadi ibunya bunda juga. Ahh nanti pokoknya kalau Faaz sudah gede pasti Faaz akan mengerti kok" jelas Maya, berharap anaknya tak lagi bertanya - tanya seputar tentang neneknya yang selalu datang untuk meminta uang.
"Apa nenek itu enggak sayang sama Faaz ya, kok setiap datang ke sini nenek enggak pernah tuh sekali pun menanyakan kabar Faaz, berbeda lagi dengan enin dan Abah yang kalau datang ke sini pasti langsung menanyakan kabar Faaz dan langsung memeluk dan mencium Faaz sampai mereka puas ?".
Maya terkejut dengan pertanyaan yang di ajukan oleh putranya tersebut, sungguh ia tak menyangka jika putranya akan bertanya seperti itu. Maya aku jika ibu mertuanya tidak begitu dekat dengan putranya tersebut berbeda sekali dengan ibu dan bapaknya yang begitu sangat menyayangi Faaz.
"Nak, setiap orang itu punya cara tersendiri dalam menyampaikan rasa kasih sayangnya, begitu pun Nenek, Enin dan Abah mereka pun punya cara tersendiri untuk menyampaikan rasa sayang pada cucu - cucunya" Maya sengaja berbicara seperti itu karena ia tak ingin menjelek - jelekkan ibu mertuanya di hadapan sang cucu.
"Ini udah mau magrib loh, ayo siap - siap memangnya kamu enggak ngaji ?" Maya berusaha mengalihkan pembicaraan mereka agar Faaz tak kembali bertanya - tanya lagi.
"Kata ustad Adi, selama ujian sekolah berlangsung kegiatan ngaji di liburkan dulu agar kita semua fokus pada ujian tersebut" jelas Faaz.
"Oh seperti itu, kalau begitu Faaz belajar ngaji sama bunda saja seraya menunggu adzan magrib".
"Oke bunda" Maya sangat beruntung sekali karena memiliki anak yang begitu penurut dan tak banyak tingkahnya.
Tak terasa Adzan magrib pun sudah berkumandang di masjid dekat rumah Maya, ibu dan anak pun langsung saja bersiap - siap untuk melakukan kewajiban nya sebagai umat islam.
____
"Maya keluar kamu !!" Teriak seorang perempuan dengan sangat lantang.
"Bun, itu siapa ?" Tanya Faaz dengan raut wajah yang sudah seperti orang ketakutan.
"Bunda juga enggak tahu sayang" Maya mencoba memeluk putranya agar tak lagi merasa takut.
Suara teriakan dari luar rumah kembali terdengar sangat kencang bahkan di barengi dengan suara gedoran pintu. Untung saja pintu rumah Maya masih kokoh kalau tidak entah jadinya seperti apa pintu tersebut karena saking kencangnya gedoran tersebut.
"Faaz tunggu di sini yah, bunda lihat dulu ke luar, kamu kunci saja kamarnya ya" pinta Maya.
"Lalu bunda bagaimana ? Bagaimana kalau itu orang jahat ?".
"Kamu tenang saja, bunda kan sudah besar jadi bunda sudah di pastikan bisa jaga diri bunda".
Maya keluar dari kamar, Faaz pun langsung menuruti permintaan ibunya dengan langsung mengunci pintu kamarnya.
Dengan jalan tergesa - gesa Maya langsung menuju pintu depan rumah, sebenarnya Maya sudah bisa menebak suara siapa yang sudah teriak - teriak di luar rumahnya tersebut.
'Ya Allah mau apalagi dia datang kesini' gumam Maya seraya membuka kunci pintu.
"Dasar perempuan tidak tahu diri. kamu pikir, kamu bisa seperti sekarang ini memangnya berkat siapa hah ? Pastinya berkat Kakak ku !! Kakak ku itu anak laki - laki satu - satunya di keluarga kami otomatis semua yang terjadi di rumah kami jadi tanggung jawab mas Wahyu. Kamu ingin menguasai gaji Kakak ku ya, padahal ibu ku cuma minta untuk membeli mesin cuci tapi kamu pelit sekali" seru Wina, ia langsung saja mengeluarkan kekesalannya setelah melihat Maya muncul dari balik pintu rumahnya.
'Ternyata masalah mesin cuci belum selesai juga' batin Maya.
"Masuk dulu Win, jangan teriak - teriak di luar seperti itu, malu di lihat tetangga dan juga takut mengganggu para tetangga yang sedang beristirahat" ujar Maya dengan santai, ia tak ingin terpancing dan ikut - ikutan emosi seperti Wina.
"Biarkan saya tetangga kamu pada tahu kalau kamu itu adalah menantu yang pelit, bahkan mertuanya datang memohon untuk meminjam uang pun tak di kasih malah di usir !" Seru Wina dengan sangat lantang, hal itu tentu memancing rasa penasaran dari para tetangga.
Mereka ada yang terang - terangan keluar rumah guna melihat apa yang terjadi, ada juga yang hanya mengintipnya jadi balik jendela kaca.
"Ayo, masuk Win" ajak Maya lagi.
"Pokoknya aku enggak mau tahu, sekarang mana uangnya untuk membeli mesin cuci itu !!" Tanpa rasa malu atau pun sungkan Wina langsung menadahkan tangannya padahal usia Wina lebih muda dari Maya tetapi perempuan itu seperti tak memiliki sopan santun terhadap kakak iparnya tersebut.
"Makanya ayo masuk dulu, kita bicarakan di dalam" berulang kali masa menarik napasnya panjang agar mampu mengontrol emosinya.
Akhirnya Wina pun mau masuk ke rumah, Maya belum meminta Wina untuk duduk tapi perempuan yang usianya beda lima tahun di bawahnya langsung saja duduk tanpa di persilahkan oleh si pemilik rumah.
"Aku cape kalau harus tiap hari nyuci pakai tangan tahu !!" Seru Wina.
"Tapi aku mohon maaf, untuk saat ini aku belum ada uangnya. Kamu tahu sendiri kalau aku ada uang tak mungkin menolak permintaan kalian, jadi mohon bersabar dulu sampai Mas Wahyu kirim uang" jelas Maya dengan nada yang lembut.
"Kalau harus nunggu kiriman Mas Wahyu itu masih lama lah, kamu ingin menyiksa aku apa, kamu enak cuma nyuci baju kamu dengan Faaz doang. Berbeda dengan aku yang harus mencuci baju lima orang. Pokoknya aku enggak mau tahu uangnya harus ada sekarang !!" Sungguh sikap Wina ini tidak ada sopan santunnya padahal Maya merupakan kakak iparnya.
"Kalau kamu memang ada uang pakai dulu uang kamu biar nanti kalau Mas Wahyu sudah kirim, uang aku ganti" ujar Maya.
"Enggak ada !" Sahut Wina dengan cepat.
Sebetulnya suami nya sudah memberinya uang sebanyak dua juta untuk membeli mesin cuci tersebut hanya saja sifat Wina yang tak ingin rugi sehingga uang dari suaminya malah masuk ke kantongnya dan untuk uang mesin cuci Wina memilih untuk meminta pada Maya yang merupakan kakak iparnya.
"Ya kalau begitu tunggu saja sampai Mas Wahyu kirim uang karena memang sekarang aku enggak ada uangnya, lima hari lalu ibu sudah minta uang sekarang minta uang lagi, ya aku enggak ada lah, kamu tahu kalau aku hanya guru honorer gajinya pun tak seberapa, uang kiriman dari Mas Wahyu juga tidak banyak jadi mohon pengertiannya kenapa aku tidak bisa memberi uang kali ini ya karena memang tidak ada" jelas Maya.
"Makanya kamu itu kerjanya di kantoran saja jangan kerja di sekolahan begitu, percuma kamu sekolah tinggi - tinggi tapi gaji masih sedikit" ujar Wina tanpa malu. "Kalau begitu, aku bawa mesin cuci kamu sajalah, bukannya mesin cuci kamu itu masih baru ya" tiba - tiba sebuah ide terlintas di pikiran Wina, tak masalah bekas pakai pun yang terpenting ia tak perlu repot - repot mengeluarkan uangnya dan yang terpenting uang dari suaminya akan utuh menjadi miliknya. Sungguh licik sekali pikiran Wina.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments