Jika Aku Bisa Memilih
Sambil memukulkan kedua tangannya ke tanah, Bu Fatimah terus saja menangis tiada henti. Ratapan yang mengandung kesedihan yang mendalam, sepertinya tampak jelas tersirat di wajahnya yang renta.
Betapa tidak, lima orang anak kesayangannya, telah pergi meninggalkan Fatimah untuk selamanya. Air mata duka itu tak pernah berhenti mengalir, seakan-akan duka itu mengisyaratkan bahwa dia telah kehilangan segalanya.
“Sabar ya Bu, kuatkan hati Ibu. Semua ini kehendak Allah yang maha kuasa, kita harus yakin, kalau dibalik semua ini pasti ada hikmah yang sengaja di sembunyikan Allah untuk kita yang masih selamat,” kata Marini seraya memegang pundak Fatimah.
“Kau bisa bicara seperti itu Marini, karena bukan kau yang merasakannya. Sekarang aku nggak punya siapa-siapa lagi, buat apa aku hidup, jika beban duka ini terus saja menyiksa hidup ku.”
“Ibu jangan bicara seperti itu, bukan hanya Ibu saja yang kehilangan anggota keluarga hari ini, lihat di sebelah sana, semua Ibu-Ibu juga menangis, mereka sama dengan Ibu, yang juga kehilangan anggota keluarga mereka.”
“Tapi aku nggak kuat, untuk apa aku hidup, tanpa ada mereka bersamaku, hiks, hiks, hiks.”
“Kami sangat mengerti sekali dengan perasaan Ibu. Ingatlah Bu, Allah itu nggak akan menguji hambanya di luar batas kemampuan hamba itu sendiri.”
“Tapi aku udah nggak kuat lagi!” ujar Fatimah seraya memeluk tubuh jenazah kelima anak-anaknya.
“Ibu jangan begitu, cobalah untuk ikhlas. Lagian Ibu nggak sendiri kok, masih ada kita yang selalu bersama Ibu, yang perduli dengan penderitaan Ibu,” kata Marini seraya merebahkan kepala Fatimah di pundaknya.
“Aku hanya ingin anak ku kembali Marini, aku nggak ingin yang lain.”
“Iya Bu, kami semua mengerti kok, Ibu harus tahu, kalau mereka berlima adalah anak-anak penghuni surga nya Allah, dia akan menanti kan kedua orang tuanya di sana, asalkan Ibu mau mengikhlaskan kepergian mereka.”
Isak tangis Fatimah sungguh tak dapat di bendung lagi, lima orang jasad anak-anaknya terbujur kaku tak bernyawa di hadapannya, bukan hanya itu saja, bahkan kelima jasad itu satupun tak ada yang utuh.
Ibu mana yang kuat menghadapi semua kenyataan itu, dadanya terasa begitu sesak, seperti di timpa beban yang sangat berat, entah kemana harus di adukan.
Gempa yang telah membuat bukit Semeru berguncang kuat, membuat bebatuan dan tanah menjadi longsor dan menimpa semua yang ada di bawahnya. Sehingga membuat Desa itu rata dengan tanah.
Sungguh sangat mengerikan, Desa Waluh yang terletak di kaki bukit Semeru itu, seketika telah menjadi kuburan masal bagi penghuninya.
Seluruh para warga yang berasal dari Desa tetangga, datang berbondong-bondong memberikan bantuan pada mereka yang di temukan selamat.
Sementara itu untuk mencari para korban yang masih tertimbun longsor, dari pemerintahan telah mengirimkan tiga unit alat berat, sekaligus memperbaiki tanggul yang jebol akibat gempa.
Kini Desa Waluh ramai di padati para relawan yang ingin datang, untuk membantu, menyelamatkan para korban yang masih bisa di selamatkan.
Bukan hanya para relawan yang datang, beberapa ekor anjing pelacak juga di turunkan untuk mencari korban yang tertimbun tanah longsor.
Tiada di sangka sama sekali, akhirnya Allah menunjukan kekuasaannya pada penduduk Desa Waluh. Bagi mereka yang selamat, hendaklah menjadikan hal itu pelajaran yang berharga. Bahwa tak ada yang dapat menentukan selain Allah, yang kekuasaannya tak dapat kita pungkiri.
Jauh sebelum bencana menimpa Desa waluh, seluruh penduduknya sudah berada di ambang kekafiran, mereka hanya memikirkan dunia semata tanpa ingat akhirat.
Desa yang sangat subur, terletak di lereng bukit Semeru, sungguh sangat strategis. Hasil pertanian yang melimpah telah membuat masyarakatnya lupa diri dan jauh dari Allah.
Berawal dari pagi itu, Lusiana, putri sulung Fatimah sedang sibuk membantu Ibunya di dapur, keempat orang adik-adiknya masih tertidur pulas saat itu.
“Lusi, cepat kau bangunkan adik-adik mu, lihat hari sudah pagi, nanti kalian bisa terlambat berangkat kesekolah sayang.”
“Baik Bu,” jawab Lusi seraya bergegas menuju kamar adik-adiknya.
Saat memasuki kamar itu, Lusi melihat keempat orang adiknya sedang tertidur dengan nyenyak sekali. Satu persatu diantara mereka di bangunkan dan di bawa kekamar mandi. Setelah selesai mereka pun sarapan bersama-sama.
“Apakah Ayah nggak pulang semalam, Bu?” tanya Lusi pada Ibunya.
“Nggak nak.”
“Kenapa Ibu nggak tanya, kalau Ayah pulang terlambat?”
“Ibu nggak berani nak.”
“Kenapa ya, sudah beberapa hari ini,aku melihat Ayah pulang pagi terus, itupun dalam keadaan mabuk. Kenapa Ibu nggak menegurnya, Bu?”
“Udah nak, udah! Ibu udah menegurnya berulang kali, tapi Ayahmu nggak menggubrisnya.”
“Benar Ibu telah menegur Ayah?”
“Udah, udah, cepat habiskan sarapan kalian, nanti kalian bisa terlambat sampai kesekolah.”
“Baik Bu,” jawab anak-anak Fatimah serentak.
Di Desa Waluh, Fatimah tergolong keluarga yang berkecukupan, tapi karena Baron suaminya sudah mulai tergiur dengan judi dan perempuan, akhirnya sedikit demi sedikit harta Fatimah habis ludes terjual tak bersisa.
Baron sering pergi ke klub untuk bersenang-senang bersama wanita malam. Semua uang yang dia miliki habis dihambur-hamburkan untuk judi dan bermain perempuan.
Malam itu Sandi anak kepala Desa pergi bertamu kerumah kekasihnya Lusiana, Fatimah menerimanya dengan baik dan mengizinkan Sandi duduk diruang tamu bersama putrinya.
Di bawah pengawasan Fatimah, mereka berdua berlaku baik dan biasa-biasa saja. Akan tetapi saat Sandi pulang kerumahnya, di perjalanan dia berpapasan dengan Baron, Ayah kandung Lusi.
Pria itu sedang menggandeng seorang wanita yang masih muda belia. Perempuan itu terlihat sangat cantik sekali, sambil menoleh kearah Sandi wanita itupun mengedipkan matanya.
Sandi sangat terkejut, jantungnya berdebar begitu kuat. Perlahan-lahan, Sandi mengikuti keduanya dari belakang, ternyata Baron bersama perempuan itu secara diam-diam, mendatangi sebuah rumah kosong yang berada di luar Desa Waluh.
“Bang, sebenarnya kita ini mau kemana sih?” rengek perempuan itu yang terus mencumbu Baron dengan liarnya.
“Sabar sayang, kita mau ke luar dari Desa ini, kata orang di pinggir Desa ini ada rumah kosong di sana.”
“Kenapa begitu jauh sih, aku jadi nggak sabaran.”
“Kamu yang sabar ya? Abang sengaja mengajak mu kesana, kalau kita bercumbu di kampung kita sendiri, yang ada semua warga akan menghakimi kita, kamu mau nikah mendadak dengan Abang?”
“Nggaklah, aku kan hanya senang, lalu dapat uang!”
“Ya sudah, itu dia rumahnya, kita udah nyampe sayang.”
“Wih, rumahnya seram banget?”
“Tapi di rumah ini kita aman ngapain saja, karena nggak seorang warga pun berani datang ke rumah ini.”
“Abang yakin, kita akan bercumbu disini?”
“Yakin sayang, tempatnya aman kok!” bujuk Baron pada perempuan itu.
Bersambung...
*Selamat membaca*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Iril Nasri
semoga tetap semangat ya
2024-01-03
1
Dwi sonya
kasihan sekali nasib Fatimah, sebenarnya gimana kejadiannya ya,kok bisa begitu
2023-12-05
3
👑Meylani Putri Putti
penasaran apa penyebab kematian anak Fatimah dibunuh baron kah
2023-11-07
4