Bekasi
Usai sarapan, Lachlan dan Nareswari pun memulai perjalanan mencari alamat terakhir Bu Indah, guru yang dibuat lumpuh oleh Rangga Dwipangga aka Tole aka Tuyul bukan mbak Yul. Lachlan sengaja memasang pewangi kopi di dalam mobil karena bagaimana pun kehadiran makhluk astral itu baunya aneh-aneh.
"Lewat sini?" tanya Nareswari sambil membaca peta sedangkan L bagian menyetir.
"Yup."
Mereka tiba di sebuah gang yang cukup dua mobil dan menuju rumah pojok yang tampak asri dengan banyaknya tanaman disana. Lachlan dan Nareswari melihat-lihat kondisi rumah yang sedikit sepi.
"Perasaan yang bersalah si Tole sontoloyo tapi kok aku yang deg-degan ya?" gumam Lachlan yang mendapatkan tatapan melas Tole.
"Mas Bule, aku juga deg-degan ini..." ucap Tole.
"Memangnya kalau sudah jadi hantu, bisa deg-degan gitu?" tanya Nareswari.
"Buktinya aku keringat dingin ini..." ucap Tole membuat Lachlan dan Nareswari melongo.
"Hiperbola !" ucap Lachlan dan Nareswari bersamaan membuat tiga hantu lainnya cekikikan.
"Yuk kita turun. Now or never..." ucap Lachlan sambil membuka pintu mobil dengan diikuti Nareswari.
Keduanya pun menuju pagar dan memencet bel rumah. Tole pun ikut keluar dari mobil dan berdiri di belakang Lachlan dan Nareswari.
Tak lama seorang pria tua keluar dan tampak bingung melihat dua orang asing berdiri di depan pagar rumahnya, apalagi yang satu bule. Pria itu menghampiri Lachlan dan Nareswari dengan tatapan curiga.
"Ya ? Mau cari siapa?" tanya pria tua itu ketus.
"Punten pak. Apakah benar ini kediaman Bu Indah Maryani?" senyum Nareswari.
Pria tua itu terkejut. "Neng saha ( siapa )? Eh maksud saya who are you?"
"Saya... Bekas muridnya di SMK Semesta, saya mengambil jurusan DKV. Kebetulan kok lewat sini karena tahu beliau pindah ke Bekasi ... Jadi sekalian mampir..." jawab Nareswari masih tetap tersenyum manis.
Pria tua itu langsung berubah raut wajahnya dan tampak sedih lalu membukakan pintu pagar. "Mari silahkan masuk. Neng namanya siapa?"
"Ari pak. Ini teman saya Lachlan..." Nareswari memperkenalkan Lachlan ke pria itu. "Bapak siapa ya?"
"Neng bisa panggil saya Pak Asep, saya suaminya Bu Indah." Pak Asep mempersilahkan keduanya masuk ke dalam ruang tamu yang kecil. Lachlan dan Nareswari bisa melihat rumah itu sangat sepi, seperti hanya ditinggali seorang diri saja.
"Silahkan duduk. Sebentar ya neng, mas. Saya buatkan minum dulu..."
"Eh pak, nggak usah repot-repot " ucap Lachlan sambil duduk membuat pak Asep terkejut.
"Lho? Mas nya bisa bahasa Indonesia?"
Lachlan tersenyum. "Oma dan Opa saya wong Jowo pak tapi cucunya lahir bule soalnya mama saya nikah sama bule."
"Aish, tiwas saya bingung ngomongnya..." kekeh Pak Asep. "Ini nggak papa saya nggak kasih teh manis?"
"Cukup air mineral ini saja pak" jawab Lachlan.
Pak Asep pun duduk bersama keduanya.
"Maaf pak, tapi Bu Indah dimana ya?" tanya Nareswari.
"Maaf Neng Ari, Bu Indah sudah meninggal tiga bulan lalu..."
Lachlan dan Nareswari terkejut. "Innalilahi wa innailaihi Raji'un..."
"Lha mas Bule muslim?" seru pak Asep lagi.
"Alhamdulillah saya muslim pak. Tapi Bu Indah meninggal kenapa? Sakit apa?" Lachlan menatap pak Asep penasaran sedangkan Nareswari bisa melihat wajah mendung Tole yang berdiri di depan pintu rumah karena dia tidak bisa masuk.
"Istri saya itu punya diabetes tapi bandel. Semenjak jatuh lumpuh, makin nggak terkontrol dengan alasan macam-macam. Akhirnya empat bulan lalu terkena serangan jantung terus opname di rumah sakit karena komplikasi macam-macam. Sebulan di rumah sakit, Allah memanggilnya pulang."
"Dimana Bu Indah dimakamkan? Saya mau nyekar..." Nareswari menatap Pak Asep sedangkan Lachlan gantian melihat Tole yang menangis.
"Di pemakaman umum dekat sini. Duh, Bu Indah pasti senang, ada muridnya yang datang..." senyum pak Asep sambil memberitahukan lokasi makam Bu Indah.
"Oh apakah ibu ada cerita tentang muridnya yang nakal?" tanya Lachlan.
Pak Asep tampak berpikir. "Oh ada. Beberapa hari sebelum meninggal, ibu bercerita kalau merasa menyesal menyumpahi muridnya yang membuatnya lumpuh. Namanya Rangga, kalau nggak salah... "
"Lalu?" Nareswari dan Lachlan menatap penuh minat.
"Neng Ari kenal dengan si Rangga?" tanya Pak Asep.
"Pernah ketemu tapi kami beda jurusan" jawab Nareswari. "Ibu cerita apa pak?"
"Ibu bilang kalau dia tidak menyangka ucapannya terbukti. Jadi ibu itu dendam dengan Rangga yang membuatnya lumpuh dan harus pakai kursi roda. Saat masih perawatan di rumah sakit dua hari setelah jatuh, ibu nyumpahi Rangga nggak bakalan selamat dan nggak bakal hidup lama... Eh malah kejadian seminggu kemudian, Rangga tewas kecelakaan motor. Ibu nyesal sekali karena itu hanya emosi sesaat tapi malah menjadi doa..." papar Pak Asep.
Lachlan dan Nareswari melirik ke arah Tole yang terduduk sambil menangis.
"Namanya takdir pak. Kita tidak bisa melawannya" ucap Nareswari.
"Iya neng."
Usai berbasa-basi, Lachlan dan Nareswari pun mendatangi makam Bu Indah lalu memanjatkan doa bagi guru itu. Tole tampak terpekur di sisi makam itu.
"Le..." panggil Lachlan.
"Aku harus gimana mas Bule?"
"Kamu sudah minta maaf? Sudah doa?"
Tole mengangguk.
"Kamu cari tahu apakah dipanggil pulang atau sebagai pengganti, harus berbuat baik atau gimana... Aku nggak paham. Karena biasanya kalau sudah begini, berarti sudah clear dan pada nyeberang ke alam sana..." ucap Lachlan membuat Nareswari menatap bingung ke pria itu.
"Kamu biasa begini?" tanya Nareswari yang dijawab anggukan Lachlan.
"Anggap saja side job aku ... Diberikan anugerah, ya digunakan sebaik-baiknya" senyum Lachlan.
Tiba-tiba Tole menghilang membuat keduanya celingukan.
"Mungkin sudah dipanggil pulang" gumam Nareswari.
Lachlan mengangguk. "Yuk balik ke Jakarta. Sepupuku yang super ngereog sudah datang."
***
Parkiran Kopi Kenangan dekat gedung PRC Group Jakarta
Raiden hanya bisa celingukan sambil ngopi karena hanya dirinya yang masih pengacara aka pengangguran banyak acara, apalagi Todai masih libur kuliah. Sementara duo anggota kampretos semuanya sudah bekerja, Alsaki di PRC Hospital sedangkan Kaivan di PRC Group. Jadilah dirinya bercengok ria di depan coffee shop dekat gedung perusahaan keluarga besarnya di Kuningan.
Wajah Raiden mulai cerah saat melihat mobil Lachlan datang ke area parkir itu dan tampak sepupunya tidak sendirian. Wuuuiiiihhhh ada cewek manis chuy! Raiden melihat keduanya turun dari mobil lalu mereka pun berjalan mendekati meja Raiden.
"Udah lama ?" tanya Lachlan sambil memeluk Raiden yang sering dibilang gapura kabupaten karena jangkung. Padahal sepupu lainnya juga jangkung-jangkung.
"Alhamdulillah... Lumutan!" jawab Raiden manyun. "Ini mbak Nyes?" Raiden mengulurkan tangannya ke Nareswari yang disambut oleh gadis itu.
"Senang berkenalan denganmu, Raiden" balas Nareswari.
"Kok kamu tahu?" tanya Lachlan.
"Ada yang kasih tahu aku. Hei, aku memang nggak bisa lihat tapi bisa dengar para kaum astral itu. Jadi ada bisik ke aku. Hanya saja ..." Raiden merasa merinding lalu beringsut mendekati Nareswari. "Mbak Nyes, katanya sama ya sama mas L?"
"Iya ... Aku sa... " Nareswari memucat saat melihat seorang gadis cilik berdarah Belanda berdiri di depannya dengan kondisi leher nyaris putus.
"Kakak-kakak, tolong bantu Chelsea dong... Leher Chelsea hampir putus .. " ucap hantu nonik kecil itu sambil menyangga lehernya.
"AAAAAHHHH !!!" teriak Nareswari dan Raiden bersamaan dan keduanya saling berpelukan.
***
Yuhuuuu Up Pagi Yaaaaaa
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 175 Episodes
Comments
Wandi Fajar Ekoprasetyo
ampun dah PD teriak.....bisa².langsing putus itu lehernya chelsea
2024-11-19
1
Ray
Aduh...jangan peluk2x, bukan muhrim😊
Semangat dan sehat selalu buat Outhor💪🙏😘
2024-08-23
2
Ermi Sardjito
wah....klo aku auto pingsan
2024-07-29
1