Bab 2 Awal Kisah

Lain pula dengan kediaman Abdillah, didepan sebuah rumah yang cukup mewah bergaya klasik tengah berjalan seorang gadis dengan balutan gamis berwarnah peach dan penutup kepala warna senada ditemani oleh wanita paruh baya.

“Ca (panggilan akrab Irtiza Ar Rajab), biar ayah saja yang ngantarin kamu sayang, nanti kamu telat loh ke kampus.” Kata wanita tersebut yang mengkhawatirkan putri satu-satunya itu.

“Maaaa, papa kan nggak searah sama kampusnya Ica, masa papa harus putar balik, ntar papa telat meetingnya.” Elak Irtiza. Dia memang gadis yang tumbuh menjadi sosok pengertian, walaupun cerewet dan terkesan ceroboh.

“Nggak kok sayang, dari pada kamu naik transportasi umum dan nunggu lama, ntar terlambat lagi, ayo papa antar sekalian nih adikmu sama papa juga.” Jawab Saad, laki-laki paruh baya yang selalu terlihat ramah dan sabar.

“Nggak paaa, papa berangkat aja sama dek Zel. Udah Ica jalan dulu. Assalamualaikum.” Pamit dan menyalami kedua orang tua serta memberi senyum pada adiknya yang menunggu dimobil bersama sang ayah.

“Waalaikumussalam, hati-hati nak.” Jawab Saad dan Diana berbarengan.

Irtizapun berjalan keluar halaman rumah dan matanya memicing setelah melihat seorang gadis yang tidak asing terlihat dari balik pagar rumahnya.

“Aniiiiiiiit.” Panggil Irtiza dengan suara khasnya yang melengking, mampu membuat kedua orang tua dan adiknya terkaget, hingga Qanita menoleh pada sahabatnya dari kecil itu.

Dengan setengah berlari Irtiza menghampiri Qanita

“Aku nebeng yah, motorku dibengkel, aku nggak mau diantar papa kasian ntar harus putar balik kekantornya. Apalagi pagi ini ada meeting. Kan kantormu searah dengan kampusku.” Cerocos Irtiza yang tanpa instruksipun sudah menjelaskan keadaannya.

“Assalamualaikum. Ya udah, nih helmnya. Cepet naik, katanya takut terlambat.” Jawab Qanita sembari memberi helm yang tetap tersedia di motornya kepada sahabatnya.

“Hehehe, Waalaikummussalam. Iye, iye. Bawel bet dah. Lagi PMS yah situ ?” Timpal Irtiza.

Qanita yang enggan beradu agumen dengan Irtiza pagi-pagi, memilih diam dan melajukan motor maticnya keluar dari arah perumahan mereka.

Sementara Saad menyalakan mesin mobilnya, setelah melihat anak gadisnya diantar (tidak, tidak, menebeng maksudnya) dengan Qanita.

“Ya udah, papa sama Azel berangkat dulu yah ma. Assalamualaikum.”

“Waalaikumussalam, hati-hati paa.” Jawab Diana dan kembali ke dalam rumah setelah suami dan anaknya berangkat.

Sesampainya dikantor, tentu setelah menurunkan Irtiza didepan kampusnya. Qanita mulai disibukkan dengan berkas-berkas dan pengawasan pada usaha ayahnya agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan nantinya. Memang Abdillah mempercayakan beberapa tugasnya kepada anak keduanya itu. Qanitapun patut diacungi jempol melihat dia belajar dan dapat beradaptasi dengan pekerjaannnya bergitu cepat, juga tak terlihat mengeluh ataupun mengaduh sedikitpun pada ayahnya.

Tak terasa waktu pun berlalu, pagi berganti siang, dan kini siang berganti sore. Datangnya sore menandakan kerja hari ini akan segera berakhir. Dengan wajah yang terlihat cukup lelah, namun tak membuat gadis itu kehilangan parasnya yang mempesona. Sembari bersandar dikursi yang dan sedang menatap meja kerjanya yang sedikit berantakan.

“Pyuuuh, capek banget ya Allah. Gini amat yah rasanya nyari uang, padahal dulu kalau mau uang tinggal minta aja, pantesan dulu ayah selalu bilang beli yang penting saja, jangan boros. Ternyata gini yah capeknya kerja. Huuuft.” Kata Qanita sambil membereskan meja kerjanya. Setelah itu iapun berjalan menuju parkiran dan mengendarai motor matic yang membawanya ke rumah.

Meskipun ia memiliki paras yang cukup rupawan dan mempesona namun malah menjadikannya sangat cuek dengan lawan jenis, termasuk juga dengan beberapa karyawan ayahnya yang ingin mendekatinya. Maka dengan siap siaga ia akan menepis laki-laki yang berniat mendekatinya. Hal itu membuat seluruh karyawan ayahnya tahu bagaimana terhadap lawan jenisnya.

Sepanjang jalan Qanita fokus pada jalanan yang dilalui, hingga saat akan masuk ke area perumahannya, sebuah motor sport berhenti mendadak, dan tanpa sengaja ia menabrak belakang motor tersebut.

Braaaak,,,

“Astagfirullahalazim, mas kalau berhenti tuh jangan mendadak, ngasih aba-aba dulu dong. Duuuh.” kata Qanita dengan ketus, sambil mengangkat kaca helmnya tanpa berniat turun dari motor dan melihat siapa yang berhenti mendadak didepannya.

Laki-laki yang berada didepannya pun tak kalah kaget dengan kejadian tersebut, namun berusaha tampil se-cool mungkin untuk menutupinya. Tanpa rasa bersalah ia tak menghiraukan gadis yang sedang mengomel dan malah sibuk dengan orang yang berada diujung teleponnya itu.

Seakan kata-kata yang keluar dari mulut Qanita hanya angin lalu. Merasa kesal akhirnya Qanita pergi meninggalkan pria yang tengah sibuk berbicara melalui HPnya.

“Assalamualaikum, lain kali berenti ngasih aba-aba dulu yah.” Kata Qanita yang dibuat semanis mungkin, tanpa melepas masker yang menutupi sebagian wajah manisnya itu.

“Astaga, aku udah bilang kemarin ke kamu. Apa pendengaranmu mendadak tidak berfungsi saat mendengar uacapanku kemarin ?” Bentak laki-laki tersebut entah pada siapa yang berada diujung teleponnya, kemudian memutuskan panggilan tanpa salam.

Setelah menutup telepon, ia melihat wanita yang kesal karena ulahnya sudah berada beberapa meter didepan dan tengah mengendarai motor maticnya kembali. Diperhatikan belakang motornya yang lecet karena ditabrak oleh wanita tersebut dan berteriak, “Woy, wooooy, motor ku lecet. Tanggung jawab woy.” Sia-sia pria itu berteriak, gadis berjilbab coklat itu jangankan putar balik menoleh saja tidak.

“Siapa suruh berhenti mendadak”. Omel Qanita.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!