Aku bergegas mandi begitu sampai di apartemen. Berendam dalam air hangat yang begitu menenangkan.
Menggosok tubuhku dengan santai sambil mengikuti lagu yang sengaja ku putar.
Aku menghabiskan waktu hampir satu jam disana. Saat kuraih handuk dan melilitkannya di tubuh, saat itu ponselku berdering.
Nomor baru yang nggak ku kenal. Aku mengabaikannya, lebih baik aku memakai bajuku. Terlalu lama berendam membuatku agak kedinginan.
Apalagi malam ini Mas Bima tidak datang, katanya urusannya belum selesai. Praktis malam ini aku bakal lebih kedinginan lagi.
Begitulah kalau abdi negara, harus siap sedia 24 jam. Nggak boleh ngeluh, malu sama seragam, karena itu sudah tugasnya. Menjaga kesatuan negara ini.
Kalau tugas kita sih sudah pasti menjaga kepuasan pasukannya. Hmm...
Kubuka balkon saat sudah selesai berpakaian. Hanya lingerie putih dengan tali spaghetti tanpa dalaman yang kupakai. Dadaku jelas menonjol sempurna.
Malam ini aku tak ingin kemana-mana.
Ku hirup udara kotor kota ini. Bau polusi malam hari, sangat khas menyesakkan dada.
Aku menyesap Vape dengan penuh perasaan, asapnya menenangkan otak dan tubuhku. Ini lebih baik daripada polusi.
Aku melirik balkon sampingku. Seorang lelaki nampak sedang melamun. Tidak terlalu jelas karena jarak kita lumayan jauh.
Sepertinya penghuni baru, aku sering nongkrong disini tapi baru kali ini melihat balkon itu terbuka.
Dari siluet yang mataku tangkap, pria itu sedang melamun sambil sesekali menyesap rokok.
Yah memang nikotin lebih nikmat di hisap sambil bengong, sih.
Aku masih diam sambil menikmati asap vape, sambil mengamati pria itu.
Kemudian bel pintu apartemenku berbunyi. Aku mengrenyit, siapa gerangan? Yang tahu tempat ini hanya Mas Bima. Apa dia ingin memberi kejutan dengan datang tiba-tiba?
Aku melangkah menuju pintu, ku intip sedikit, seorang wanita, aku tidak mengenalnya.
Kubuka pintuku. Wanita itu tersenyum ramah sekali.
"Ya?" Tanyaku.
"Selamat malam, maaf mengganggu waktunya. Perkenalkan aku tetangga baru disamping sini."
Wanita itu mengulurkan tangannya ceria. Kutaksir umurnya nggak jauh-jauh dariku.
Hanya ia berperawakan mungil dan imut. Tingginya mungkin hanya sebatas ketiakku. Wajahnya terlihat ceria dan juga full senyum.
Meski tidak cantik, tapi wanita ini menarik.
"Namaku Dara." Lanjutnya lagi.
Aku menyambut tangan Dara, "hai, aku Melati."
Sambutanku tidak terlalu antusias, pada dasarnya aku malas bersosialisasi.
Pintuku juga tidak kubuka lebar, hanya sebatas badanku terlihat saja.
"Senang bertemu denganmu, Mel. Kamu cantik." Puji Dara tulus.
Aku tersenyum, "kamu juga." balasku.
"Sesekali mainlah ke rumah, aku akan sangat senang. Oiya, ini ada sedikit kue buatanku. Makanlah, semoga kamu suka."
Dara mengulurkan paper bag yang dari tadi dipegangnya. Aku menerimanya.
"Terima kasih, Dara. Semoga kamu betah disini. Aku masuk dulu ya."
Mungkin aku terlalu kasar, terkesan mengusirnya dengan halus. Tapi sepertinya Dara tidak masalah, dia sempat melambaikan tangannya saat aku menutup pintu.
Ku letakkan tas karton itu dan membuka isinya. Setoples nastar dan setoples kastangel.
Wah...
Aku mencomot sepotong kastangel, enak.
Beruntung sekali pria tadi, istrinya pandai di dapur, wanita yang ramah lagi menggemaskan.
Aku tertegun.
Jika aku berumah tangga nanti, ku kasih makan apa anak suamiku ya?
Jangankan masak, pergi ke dapur saja hampir tak pernah.
Aku mengibaskan tanganku didepan wajah, "gila, hari gini masih repot? tinggal pencet shaayy..." Aku terkikik sendiri lalu lanjut menikmati kue buatan tetangga baruku ditemani secangkir coklat hangat.
***
Pagi-pagi sekali, aku sudah berpakaian rapi. Rencananya hari ini meeting dengan calon Daddy baruku.
Ciee meeting...
Yah, nggak cuma pengusaha doang yang meeting, kita juga. Apalagi baby eksklusif sepertiku ini.
Ada beberapa poin perjanjian yang ingin di revisi dari pihak sana. Aku sih nggak masalah, asal nggak merugikanku aja.
Jadi intinya meeting kali ini semacam perjanjian pra nikah. Kalau untuk aku namanya perjanjian pra baby. Maksa? Emang!
Ku kunci pintu apartemenku, lalu melenggang menuju lift.
Karena sibuk memasukkan ponsel ke dalam tas, tanpa sengaja aku menubruk punggung seseorang.
Pyaar...
Ponselku jatuh dari genggaman dan hancur berantakan ke lantai. Aku memekik tertahan lalu berjongkok. Agak ribet karena rok span sepahaku dah heels tujuh centi yang ku kenakan.
Kupunguti kepingan ponselku satu persatu.
"Yaaahh..." Aku meratapi nasibku. Mau nyalahin orang itu tapi aku juga salah, jalan nggak fokus malah sibuk sendiri.
"Ehem, sorry..." ucap laki-laki itu. ikut berjongkok didepanku.
Aku menengadah ingin melihat wajahnya.
Dan dia di sana, berjongkok dengan stelan kantor berwarna hitam. Sedang menunduk membantuku memunguti remahan ponsel pintarku. Masih terlihat sama, menawan dan bercahaya.
"Appolo..." Gumamku tanpa sadar.
"Ya?" Pria itu mengrenyit aneh. Aku segera tersadar.
"Eh, sorry..." Ucapku gelagapan. Ku alihkan pandanganku ke lantai, aku salah tingkah.
Pria itu menahan tanganku, menghentikanku memunguti lagi pecahan itu.
"Biarkan saja, jangan lanjutkan. Tanganmu bisa tergores. Aku akan minta petugas kebersihan membereskannya."
Badanku seperti kesetrum listrik saat kulit ini bersentuhan dengan kulitnya. Wajahku langsung merona.
"Eh, tapi mungkin ini masih bisa di benerin." Aku bersikeras melanjutkan jiwa mendang mendingku, memunguti serpihan yang tak mungkin lagi bersatu.
Pria itu terkekeh, "ikut aku, kita beli ponsel baru."
"Eh tidak usah, aku akan membelinya lagi nanti."
"Tidak, aku yang akan belikan. Aku yang salah karena berhenti di tengah jalan."
"Tapi..." Aku merasa tak enak.
"Sudahlah, ayo..."
Akhirnya aku mengikuti pria itu setelah memungut SIM card di lantai dan membiarkan serpihannya begitu saja.
***
Appolo benar-benar membawaku ke counter ponsel di mall yang kebetulan searah dengan tempat kerjanya.
Omong-omong namanya bukan appolo ya, namanya Brian.
Oh Tuhan, akhirnya aku tahu namanya. Ngobrol berdua didalam mobilnya yang nyaman dan mahal, ditambah dibelikan ponsel juga.
Aku berjanji akan menjaga ponsel ini seperti nyawaku sendiri.
Kusadari aku sudah terhipnotis dengan pesona Brian.
Laki-laki ini irit bicara, tapi senyumannya mampu menghanyutkanku.
Sejenak aku lupa jika aku adalah seorang baby.
"Oiya, apa kamu mengenal Pamela?" Tanyaku saat kami sudah didalam mobil Brian. Aku ingat perjumpaan kami pertama kali adalah di pesta pernikahan Pamela.
Brian menggeleng, "aku relasi Pak Atmanegara, bosnya Rion."
Aku seperti tidak asing dengan nama Atmanegara.
Sedetik kemudian aku menutup mulutku tak percaya, "serius?"
Brian hanya menyeringai. Siapa yang nggak kenal Atmanegara, seluruh dunia tahu siapa pria tua itu.
Pam tak heran lagi mengapa Pak Presiden sampai datang ke pesta itu.
Brian memutar kemudinya, mengantarku sampai depan hotel yang kumaksud.
Setelah mobil Brian menjauh, aku melangkah masuk kedalam hotel.
Ponsel baruku berdering saat aku sampai di lobi, aku mengangkatnya.
"Kamar 405." Suara dari seberang. Aku mengangguk. Tidak perlu dijawab, mereka pasti sudah tahu aku paham.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Erna Yunita
hmmm.... mungkinkah
2024-11-19
0
Afternoon Honey
⭐⭐⭐
2023-11-02
0
Vlink Bataragunadi 👑
Brian... brian.. kynya tokoh baru ya, aku ga ingat >_<
2023-10-27
1