Wajah Mama Iren merah padam, dan rahangnya mengeras. Dada wanita itu naik turun, saking emosinya. Sementara Alula, wajahnya langsung pias, dan tubuhnya gemetaran. Kalau saja ada Papanya, dia tak akan setakut ini.
"Dasar anak tak tahu diuntung." Rambut Alula langsung ditarik kasar oleh mamanya. "Anak tak tahu diri. Hamil anak siapa kamu, hah?" bentaknya tepat didepan wajah Alula.
"Ampun, Mah. Sakit, lepas," Alula berusaha melepaskan jambakan mamanya.
"Jawab pertanyaan Mama, hamil anak siapa kamu?" Suara mamanya menggema keseluruh ruangan, membuat Eliza dan Willy yang dengar, langsung datang mendekat.
"Ha-hamil. Lula hamil, Mah?" Eliza tampak tak percaya. Wanita itu menunduk, mengambil foto USG lalu melihatnya dengan mulut menganga. Willy yang ada disebelahnya, juga ikut melihat. Dan seketika, senyum miring tersungging dibibirnya.
"Sakit, Mah. Lepas," Alula masih memohon. Namun Mamanya yang terlihat seperti orang kesetanan, malah makin menarik kencang. Sama sekali tak ada belas kasihan. Tadi tak sengaja, art yang membersihkan kamar Alula menemukan benda itu dibawah bantal. Dan segera, art tersebut melapor pada sang nyonya.
"Astaga, La. Aku benar-benar gak nyangka kamu bisa berbuat seperti ini," Eliza menatap kecewa ke arahnya.
"Sekarang kamu tahukan Sayang, seperti apa kelakuan adikmu itu." Willy seakan punya celah lebar untuk memanas manasi. "Kamu percayakan, kalau malam itu, dia juga merayuku, mengajakku tidur bersama. Bukan seperti apa yang dia ceritakan, aku mau memperkosa dia."
"DIAM LO," bentak Alula.
"Kamu yang diam," Mamanya balas membentak.
Willy seakan makin diatas angin. Cowok itu tersenyum miring sambil menatap Alula. "Udah ketahuan boroknya, masih aja ngelak," Willy geleng-geleng. "Licik banget kamu, La. Kamu yang ngajak aku tidur, tapi malah ngaku kalau aku mau perkosa kamu. Sampai-sampai Eliza jadi ngeraguin ketulusanku. Tapi sekarang, lihatlah, bukti sudah menunjukkan seperti apa kelakuan kamu. Duh, ABG jaman sekarang sungguh makin berani saja. Masih belum dinikahi, udah nyodorin badan duluan."
Alula mengepalkan telapak tangannya. Mau membela diri seperti apapun, Mama dan Kakaknya pasti lebih percaya Willy. Tapi dia bersumpah, suatu saat, dia akan membalas Willy lebih dari ini.
"Udah Tante, usir aja. Malu-maluin keluarga, Tante," Willy memprovokasi.
"Enggak, Mah." Alula menggeleng cepat dengan wajah mengiba. "Jangan usir Alula."
Mama Iren melepaskan rambut Alula lalu mendorongnya hingga hampir terjatuh. "Cepat kemasi barang-barang kamu dan pergi dari sini."
"Ampun, Mah. Ampun. Tolong jangan usir Lula," pintanya sambil memegang tangan Mama Iren. Tapi wanita itu seolah jijik, langsung menghempaskan tangan Alula. "Pria itu akan tanggung jawab, Mah. Dia akan menikahi Lula." Alula sengaja tak mau menyebut, takut Eliza atau Willy, menyebarkan berita ini. Dia takut reputasi Aydin rusak. "Dia akan datang untuk melamar Alula setelah Papa datang. Tolong selama itu, jangan usir Alula."
"Halah Tante, dia pasti bohong. Sudah 3 bulan lebih usia kandungannya. Kalau memang mau tanggung jawab, kenapa gak dari dulu," Willy masih terus mengompori.
Mama Iren yang memang sudah benci pada Alula, langsung termakan omongan Willy. "Mau kamu kemasi sendiri, atau Mama yang kemasi?"
"Enggak, Mah. Jangan usir Alula," gadis itu masih betah memohon karena saat ini, dia memang tak punya tempat tujuan jika diusir.
Mama Iren menarik kasar tas Alula. Mengambil ponsel serta uang dan semua kartu didalam dompetnya. "Mah, itu punya Lula," gadis itu berusaha merebut tapi Willy memeganginya. "Lepas, gak usah pegang-pegang gue," bentak Alula. Tak sudi dia disentuh Willy sedikitpun.
"Astaga, udah ketahuan murahan, masih aja akting sok jual mahal," Willy geleng-geleng.
Eliza hanya diam saja sejak tadi. Dia memang tak membenci Alula, tapi kecewa dengan kelakuan adiknya itu. Selama ini dia masih berusaha membela Alula didepan Mamanya, tapi kali ini, menurutnya perbuatan Alula sudah diluar batas. Bisa mencoreng nama baik keluarga.
Mama Iren naik ke kamar Alula. Membuka almari lalu mengeluarkan baju-bajunya.
"Mah, Lula mohon jangan seperti ini. Tolong kembalikan ponsel Lula, Mah. Biar Lula ngomong sama Papa."
Mendengar itu, Mama Iren langsung tersenyum kecut. "Mau minta bantuan sama Papa? Jangan harap." Dia lalu lanjut mengeluarkan barang-barang Alula. Sirna sudah harapan Alula untuk meminta bantuan pada Papanya.
Tak suka barang-baranganya dibanting kasar oleh sang Mama, akhirnya Alula memilih mengemas sendiri barang-barang miliknya. Karena hanya punya 1 koper saja, dia hanya membawa barang-barang yang penting saja, seperti peralatan sekolah dan sedikit baju.
Dengan berat hati, dia menyeret koper besarnya, keluar dari rumah tersebut. Tentu saja diiringi seringaian Willy yang puas karena Alula didepak dari rumah ini.
Setelah keluar dari gerbang, Alula menatap nanar rumah yang meskipun mewah, tapi tak membawa kenyamanan baginya. Namun sialnya, hanya rumah itulah satu-satunya tempat yang bisa menampungnya. Dengan langkah lunglai, dia menyusuri tepi jalan sambil menyeret koper. Andai saja ada ponsel, dia tak akan sesusah ini. Mau ke rumah, Nifa, lumayan jauh juga jika jalan kaki. Ke rumah Mas Dokter, juga jauh.
Lelah berjalan, dia berhenti disebuah halte. Tenggorokan terasa kering, tapi tak ada uang sepeserpun. Kalau saja dia masih menjalankan tradisi dari kecil, menyimpan uang dicelengan ayam, mungkin dia tak akan sesusah sekarang, masih bisa membobol si jago. Sayangnya sejak Papanya memberi kartu ajaib, semua uangnya jadi ada disana, dan beberapa di dompet.
"Pah, Lula rindu Papa," gumam Alula pelan. Dia yakin, jika Papanya ada, dia tak akan sampai diusir.
Alula merogoh semua kantong yang ada didalam tas sekolahnya. Berharap terselip uang disana. Dan senyumnya langsung merekah saat tangannya menyentuh lembaran yang mirip uang. "Yah, hanya 5 ribu," dia kembali tertunduk lesu.
Disaat putus ada seperti itu, seseorang tiba-tiba datang dan menyodorkan beberapa lembar uang ratusan ribu kearahnya. "Butuh ini, ambil aja," ujar Willy sambil menyeringai. "Tapi ada syaratnya."
Alula tersenyum getir. Dia sudah paham itu. Mana mungkin seorang Willy mau memberinya uang cuma-cuma.
"Lo ikut gue. Udah gak perawan jugakan? Udah hamil malahan. Jadi, nyenengin gue malam ini, gak akan jadi masalah buat lo. Betul gak?" Tangan Alula langsung mengepal kuat saat Willy terang-terangan ingin membeli harga dirinya. Dia tersenyum lalu mengambil uang ditangan Willy. "Gitu dong. Itu namanya, baru cewek penu_" Kalimat Willy terpotong saat Alula melemparkan uang tersebut tepat kewajahnya.
"Shitt, dasar cewek gak tahu diuntung," makinya.
"Gue gak butuh duit lo." Alula meraih kopernya lalu pergi dari sana. Bersyukur Willy tak mengejarnya, jadi dia tak perlu tergesa-gesa. Saat melewati minimarket, dia mampir untuk membali minum. Uang lima ribu yang biasanya tak berarti apa-apa bagi dia, mendadak sangat penting hari ini. Dia duduk didepan minimarket sambil meneguk sebotol air mineral dingin. Berlama-lama disana, karena tak tahu mau kemana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Julik Rini
sabar Lula semoga pertolongan segera datang
2024-04-23
1
Rinaku
gregetenn
2024-05-05
0
💗vanilla💗🎶
dasar kompor
2024-03-10
3