"Kalau begitu, ikutlah denganku. Tinggallah di gubugku saja. Apalagi aku tinggal hanya seorang diri. Lagipula kalian tidak akan merepotkanku. Aku yakin kamu kamu pasti bisa mendapatkan pekerjaan kembali bahkan jauh lebih baik dari sebelumnya. Dan kamu tidak perlu khawatir akan Cello. Saat kamu bekerja, aku yang akan menjaganya. Percayalah diantara kita kini tidak ada yang namanya orang asing" pinta Widuri dengan wajah memelas. Hal itu membuat Wina hatinya bimbang.
"Baiklah, ibu. Nanti akan saya pikirkan kembali" jawab Wina merasa tidak enak. Wina hanya tidak ingin menjadi beban orang lain. Namun dalam benak Wina juga terbesit memikirkan kondisi Widuri bagaimana nanti setelah pulang dari rumah sakit. Jika Widuri tinggal seorang diri, lalu siapa yang akan merawatnya. Pikiran Wina menjadi kacau akan hal itu. Lalu Wina tersenyum kala mendapat tatapan dari Widuri.
"Aku tahu Wina, kamu sebenarnya mengkhawatirkan keadaanku setelah pulang dari rumah sakit. Kau memikirkan siapa yang akan merawatku bukan?! Kau sungguh anak yang baik. Tidak peduli siapa yang kau bantu. Tapi nasib baik belum berpihak padamu. Sungguh anak yang malang" batin Widuri menatap Wina melihat kebimbangan dari sorot mata Wina.
"Ceritakan pada ibu, nak. Hal yang mengganjal di hatimu. Apakah kau dari pengadilan agama?" tanya Widuri ketika teringat Wina kala menolongnya baru keluar dari halaman pengadilan agama. Widuri memang sempat melihat Wina keluars dari pelataran gedung itu. Apalagi sambil menangis sesenggukan dan menggendong anak.
"I..iya, bu" jawab Wina malu.
"Ceritakan pada ibu. Tidak perlu sungkan. Dengan bercerita mungkin hatimu akan lega, nak" ujar Widuri meraih tangan Wina.
Wina pun melihat sorot keibuan dalam diri Widuri. Akhirnya Wina merasa ingin menumpahkan seluruh perasaannya pada seseorang. Dia memang butuh tempat untuk menuaangkan semua perasaannya saat ini.
"Iya, bu. Suamiku menceraikan aku. Hanya dengan mengatakan bahwa anakku ini wajahnya berbeda dengan kami. Jadi dia menuduhku sudah berselingkuh. Padahal aku tidak pernah melakukannya. Jika anak ini bukan anak kami, lalu anak ini anakku dengan siapa?! Sungguh bu, aku tidak pernah berselingkuh" cerita Wina sambil meneteskan air matanya. Hatinya merasa perih mengingat kejadian-kejadian itu. Berbagai kata kasar keluar dari mulut ibu mertuanya. Bahkan sangat menyakitkan hatinya.
"Apakah kau sudah melakukan pengecekan di rumah sakit? Mungkin tertukar?" tanya Widuri merasa heran dengan cerita Wina.
"Sudah, bu. Kata pihak rumah sakit, hari itu tidak ada bayi yang tertukar. Dan aku juga masih ingat betul wajah anak kami saat dia disodorkan padaku setelah beberapa saat lahir ketika masih dalam ruangan persalinan. Dan aku juga yakin jika dia memang anakku, bu" jawab Wina yang merasa sangat yakin jika bayinya itu tidak tertukar.
"Dia memang sangat tampan. Bahkan sangat mempesona. Dia masih bayi tapi auranya sudah terlihat sangat berwibawa. Dia pasti akan tumbuh menjadi anak yang sukses berkharisma" ujar Widuri menatap Cello.
"Dulu, hidup kami sangat bahagia. Ibu mertuaku sangat memanjakanku. Apalagi ketika tahu aku sedang hamil. Kepeduliannya sangat tinggi. Aku tidak boleh ini dan itu. Bahkan aku sendiri merasa tidak bebas bergerak karena dibatasi. Dia sangat menginginkan cucu perempuan. Bahkan ketika teman-temannya datang, dia selalu menceritakan kehamilaanku. Jenis kelaminnya, tentang rencana masa depannya, namanya, semuanya. Bahkan disaat aku menginginkan sesuatu ibu mertuaku bergerak begitu cepat. Karena dia sangat menyayangi anak yang ada dalam kandunganku saat itu. Jadi apa yang aku inginkan dia turuti. Bahkan saat aku ingin melakukan USG untuk mengetahui jenis kelaminnya, diapun melarang kami. Karena itu akan menjadi kejutan nanti. Apalagi dia sudah yakin jika anak yang ku kandung adalah perempuan dilihat dari bentuk perutku, warna kulitku yang sangat bersih dan putih bersinar, bahkan terlihat cantik kata ibu mertuaku. Tapi setelah anak kami lahir, mereka sangat kaget kami melahirkan bayi laki-laki dengan wajah yang bahkan tidak ada kemiripan dengan suamiku atau denganku. Sempat semua itu terkesampingkan karena mungkin masih bayi jadi wajah bisa berubah nantinya. Dan lambat laun, sikap manis dan baik ibu mertua perlahan-lahan berubah. Apalagi wajah anakku tidak berubah seperti kebanyakan bayi pada umumnya diusia anakku sudah hampir 3 minggu. Kemudian diam-diam ibu bicara denganku menyuruhku untuk pergi angkat kaki dan meninggalkan putranya, Tedi. Aku tidak mau. Kemudian dia menyuruh anaknya untuk menceraikan aku. Dan mengenalkan anaknya pada seorang perempuan anak dari temannya yang satu level dengan mereka" ucap Wina dengan mata berkaca-kaca.
"Mas Tedi adalah laki-laki yang bertanggung jawab. Tapi karena campur tangan ibunya, pola pikirnya selalu berubah ubah dalam mengelola rumah tangga kami. Mas Tedi sebenarnya tidak pernah mempermasalahkan wajah anak kami. Dan aku juga sudah meyakinkannya jika aku tidak pernah selingkuh. Dan dia percaya padaku. Bahkan Mas Tedi terlihat sangat bahagia dan bersyukur memiliki anak yang sangat tampan. Dia merasa bangga. Namun hasutan ibunya lebih mengena hatinya karena lebih percaya ibunya daripada aku yang hanya orang luar pada awalnya dan kini pada akhirnya. Maka dari itu dia tidak mau bertanggung jawab pada anakku. Bahkan rumah yang kami beli pun tidak mau membagikannya denganku padahal rumah itu dibeli dengan sebagian besar gajiku. Rumah yang kini dikontrakkan oleh ibu mertuaku. Dialah yang memegang kendali dalam rumah tanggaku juga rumah kami. Semenjak kelahiran anak kami, aku pernah menanyakan rumah kami pada suami dan ibunya. Namun jawaban mereka sangat menyakiti hatiku. Rumah itu sebagai pengganti dari kesalahanku" lanjutnya lalu meluluhkan air matanya dan duduk dengan sesenggukan. Hatinya sangat sakit mengingat kejadian-kejadian itu. Betapa menjijikkannya dirinya bagi keluarga mantan suaminya. Bahkan dirinya diminta mengganti seluruh makanan yang dia konsumsi selama kehamilannya. Sempat Tedi mengajaknya untuk tes DNA namun, ibunya melarangnya.
"Buat apa tes DNA segala hanya membuang duit. Dilihat dari wajahnya saja tidak ada kemiripannya denganmu atau bahkan ibunya sekalipun. Jelas-jelas anak itu bukan anakmu" tutur ibu Tedi kala itu. Kata-kata itu selalu terngiang di telinga Wina.
Wina menundukkan kepalanya. Widuri mendengar itu hatinya ikut prihatin.
"Sungguh malang nasibmu, nak. Bersabarlah. Allah melihat dan mendengar semuanya. Allah akan menggantikan semuanya yang terbaik" ucap Widuri menenangkan.
"Terimakasih ibu. Maafkan aku yang cengeng dan sudah mendengar keluhanku" ucap Wina menatap Widuri.
"Tidak masalah, nak. Jika kamu memiliki uneg-uneg, ceritakanlah padaku. Insyaa allah ibu akan mendengarkan ceritamu. Selain itu, hatimu akan menjadi lebih lega" jawab Widuri memanggil Wina dengan lambaian tangannya lalu memeluknya.
Setelah beberapa menit percakapan itu dan Wina menceritakan semua hal yang telah terjadi padanya kini hatinya benar-benar menjadi lega. Entah kenapa dia merasa seolah-olah bebannya hilang. Kini dia menjadi lebih tenang meskipun dia belum menemukan solusi apa yang harus dia lakukan dalam kedepannya.
...*****************...
Bersambung.......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments