Nikah Kontrak Dengan Om Ceo Tampan
Rara yang telah selesai mandi, ia segera menyiapkan bekal untuk ia bawa ke sekolahan. Selesai menyiapkan bekal. Rara segera membawa semangkuk bubur ke kamar sang ibu yang beberapa hari ini sakit.
"Ibu makan dulu ya, Rara pamit dulu ya, Rara berangkat sekolah. Ibu jangan lupa minum obat. Jika terjadi sesuatu segera hubungi Rara," tutur Rara mencium punggung tangan sang ibu.
"Iya, Nak. Maafkan Ibu yang tak bisa membuatmu seperti teman-teman sebaya kamu," kata Ibu Nia sambil mengelus-gelus kening Rara.
"Ibu jangan bicara seperti itu, sudah Rara berangkat dulu," pamit Rara.
Rara mengendarai motor scopynya menuju sekolahan favorit dikota Kediri. Hanya motor inilah barang mewah yang ia punya, itu pun hasil kredit ibunya saat ia masih kuat jadi kuli serabutan.
Rara mulai memikirkan bagaimana ia meminta uang semester kepada sang ibu yang sudah beberapa hari tak bekerja karena sakit. Apa saya berhenti sekolah saja tapi ibu ingin saya menjadi orang sukses atau saya harus cari kerja saja tapi apa ada yang mau menerima saya batin Rara.
Di sekolahan
"Rara, kamu di panggil kepala sekolah. Kamu di suruh kesana sekarang?" ucap ketua kelas.
"Iya, terimakasih," jawab Aira. Aira pun menutup bekal yang ia bawa, ia masukkan kedalam laci mejanya.
Rara berjalan ke ruang kepala sekolah dengan tak bersemangat, ia sudah menduga jika kepala sekolah akan meminta tagihan uang semester yang belum ia bayar.
Bagaimana ini, jika kepala sekolah memberiku skor maka saya kemungkinan mengulang lagi kelas dua, maka itu akan membuat beban menjadi bertambah, saya harus segera mendapatkan pekerjaan agar dapat membantu ibu, aku tak ingin ibu semakin sakit gara-gara kerja keras, hanya ibulah yang aku punya satu-satunya di dunia ini. Apa aku harus menjual motor saja tapi pasti ibu akan semakin marah karena itu satu-satunya harta kita.
Tok ... Tok ...
"Permisi Pak," sapa Rara.
"Masuk! Duduklah kamu!" perintah kepala sekolah.
"Ada apa bapak memanggil saya? Apa saya melakukan kesalahan?" tanya Rara.
"Bukan. Bapak memanggil kamu karena ingin menanyakan biaya semester kamu? Jika minggu depan kamu tak bisa membayarnya maka kamu tak dapat mengikuti ujian ke naikkan kelas," tutur kepala sekolah.
"Tapi Pak, apa tidak ada keringanan bagi saya. Saya anak yatim, ibu saya hanya buruh serabutan. Ayah saya sudah tiada sejak saya dalam kandungan. Rara mohon berilah keringan ya pak," Rara memohon dengan wajah memelas hingga hampir saja ia mengeluarkan air matanya.
"Rara, bapak sebenarnya kasihan denganmu. Kamu anak yang sangat pandai, kamu juga salah satu murid berprestasi tapi di sekolahan elit ini memang tak ada bidikmisi atau biaya keringanan lainnya. Bapak akan membantu kamu, tapi hanya separuh dari jumlah total semuanya karena bapak bangga dengan kemampuan kamu tapi ..." kata kepala sekolah mengantungkan ucapannya.
"Tapi apa Pak?" tanya Rara penasaran.
"Tapi kamu harus mendapatkan nilai istimewa dalam semester ini," ucap kepala sekolah.
"Pasti Pak, saya akan berusaha mendapatkan nilai yang terbaik, terimakasih bapak sudah rela membantu biaya semester saya, jika suatu saat nanti saya sukses saya akan selalu mengingat jasa bapak," kata Rara.
"Ya sudah, kamu saya beri waktu dua minggu untuk membayar sisa kekurangan biaya semester kamu," kepala sekolah memperingatkan Rara kembali.
"Iya Pak, pasti saya usahakan lekas membayarnya," kata Rara.
"Kembalilah ke kelas, belajar yang sungguh-sungguh! Jangan buat bapak kecewa," kata kepala sekolah.
"Pasti, Pak. Saya permisi," pamit Rara kembali ke kelasnya.
Setelah dari ruangan kepala sekolah, Rara duduk di bangkunya dengan melamun membiarkan bekal yang ia bawa terbuka begitu saja tanpa ia sentuh sama sekali.
Lina dan Dimas yang baru saja dari kantin segera duduk menghampiri Rara dengan membawa tiga bungkus nasi serta tiga bungkus es.
"Ra, kamu kok bengong! Lihat itu bekal kamu, di makan Dimas habis kamu ngak tahu, karena yang punya sibuk dengan lamunannya," kata Lina mencoba membuyarkan lamunan sang sahabat.
"Kamu lagi ada masalah ya?" tanya Dimas.
"Apa?" tanya Rara. Rara tak mendengar apa yang di tanyakan kedua sahabat dekatnya itu.
Rara hanya memiliki dua sahabat yang mau berteman dengannya karena semua siswa di sekolahnya merupakan anak orang kaya dan para penjabat. Rara saat itu memang beruntung bisa masuk karena nilanya yang cukup bagus hingga ia tak perlu memberi uang sogokan.
"Ra, nanti pulang sekolah kita belajar kelompok ya," ajak Lina.
"Maaf, Lin. Saya ngak bisa." Jawab Aira.
"Kenapa ngak bisa? Biasanya kamu paling semangat mengajari kami. Apa kamu ada masalah cerita dong sama kita. Kita inikan sudah seperti saudara, mungkin kita bisa bantu," ucap Lina.
"Iya Ra," sahut Dimas.
"Tapi saya tak mau membuat kalian khawatir juga merepotkan kalian," ucap Rara.
"Sudahlah Ra, kita sebagai sahabat harus saling membantu, juga saling khawatir. Kami menyayangi kamu, Ra." Lina mencoba memegang salah satu bahu Rara memberinya semangat. Lina memang tahu jika sahabatnya ini memang anak orang tak punya walaupun begitu Lina sangat senang bisa berteman dengan Rara.
"Tadi saya di panggil kepala sekolah. Katanya jika saya tak membayar dalam dua minggu ini saya tak bisa mengikuti ulangan ke naikkan kelas," Rara berkata sambil menundukkan kepala.
"Biar saya saja yang membayar itu," sahut Dimas.
"Tidak Mas, saya sudah banyak menerima bantuan kamu, saya takut jika suatu saat nanti tak bisa membalas kebaikan kamu," ucap Rara.
"Terus kamu gimana bayarnya?" Dimas bertanya sambil mengerutkan alisnya.
"Entalah, saya nanti pulang sekolah akan mencoba mencari kerja," jawab Rara.
"Kamu mau kerja apa? Kita saja belum lulus, gimana kerjanya," kata Dimas.
"Saya mau cari kerja yang mau menerima saya sebagai kerja paruh waktu, hingga saya bisa sekolah juga bisa cari uang. Walaupun sulit cari kerja seperti itu," kata Rara.
"Ra, kemarin abang saya cari karyaman. Gimana kalau kamu kerja di cafe milik abang saya," tawar Lina.
"Memang boleh sama abang kamu?" tanya Rara.
"Boleh dong, nanti abang saya yang bujuk dia, kamu terima jadinya saja," ucap Lina.
"Terima kasih ya, kamu itu sahabat paling baik sedunia. Walaupun kamu tahu saya hanya anak gembel seperti ini kamu masih mau berteman dengan saya," kata Rara.
"Ra, kita sahabatan itu tidak memandang harta, toh harta dan kekayaan hanya titipan Allah. Terus itu juga bukan milik kita, milik orang tau kita," kata Lina sambil tertawa.
"Jangan ngobrol saja, sudah ayo kita makan," ajak Dimas.
"Ra, nanti pulang sekolah kamu saya ajak ke cafe milik abang saya, nanti saya akan membujuk abang agar kamu bisa bekerja tapi juga masih bisa sekolah," tutur Lina.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments
Rita Bky
jadi terhibur
2023-07-04
0
Putri Auren
hadiiirrrr thooorr.
salam kenal 🙏
semoga cerita mu bagus
2022-11-13
0
Dede
🙏🙏🙏 ya thor bukan nya. nia pergi ke kota jakarta. sewaktu dia di usir sm ayah nya. koq jd di kediri. si thor. 💪💪 ya nia. tp sharus nya dr phak sklah psti ada bea siswa tik siswa yg pintar dan berprestasi.
2022-11-12
0