Perasaan Nindy benar-benar nggak enak. Tidak seperti waktu akan berangkat tadi, begitu bersemangat sekali.
"Ki, apa kamu merasa bosan dengan hubungan kita?" kata Nindy mengulangi pertanyaan yang sama.
"Bukan begitu, Nin.." jawab Kia bingung mau memulai dari mana.
"Terus maksud kamu apa?" tanya Nindy.
"Jika kamu sudah tidak suka lagi, katakan saja.!" ucap Nindy menebak isi hati Kia.
Semua pertanyaan terus keluar dari bibir Nindy. Namun, Kia masih membisu dengan seribu bahasa. Akhirnya ia bertanya untuk yang terakhir kalinya kepada kia.
"Apa kamu punya cewek lain..?" tanya Nindy dengan wajah yang menunduk.
"A..akuu..." jawab Kia terbata.
"Benarkan ucapanku tadi..? Kalau emang benar, setidaknya jangan kamu permainkan aku seperti ini, aku juga punya perasaan, jika memang sudah bosan bilang..!" kata Nindy setengah menahan air matanya yang hampir jatuh.
"Ma...maafkan aku Nin, bukan maksud ku untuk mempermainkan kamu? Bukan pula aku tidak suka sama kamu lagi, mungkin aku dan kamu sudah tidak ada kecocokan lagi." ucap Kia tanpa merasa bersalah.
"Tega kamu Kia berkata seperti itu kepadaku..!!" ucap Nindy sambil mengusap air matanya yang jatuh membasahi pipi.
"Nin, sekali lagi maafkan aku..?" ujar Kia sambil berusaha memegang tangan Nindy. Tapi dengan cepat Nindy menghindari tangan Kia.
"Tak ada yang perlu di maafkan! Memang di sini aku yang terlalu bodoh. Aku terlalu percaya diri dan menganggap kamu cinta terakhir dalam hidupku. Tapi semua itu ternyata kesalahan besar..!" ucap Nindy seraya berdiri.
"Terima kasih selama ini sudah menyayangi aku dan menemani hari-hariku. Semoga kamu bahagia..!" jawab Nindy mengakhiri pertemuan itu.
Nindy berjalan keluar restoran sambil berulangkali mengusap air matanya, dan ternyata Kia mengejarnya.
"Aku antar kamu pulang Nin?" Tawar Kia seraya berusaha memegang tangan Nindy.
"Ga usah..!! Aku bisa pulang sendiri..!!"
"Nin, sekali lagi maafkan aku, Nin?" ucap Kia dengan tampang sok menyesal. Dia meraih tangan Nindy, tapi secepat kilat Nindy menepisnya, karena semakin muak melihatnya, dan ingin rasanya ia menampar wajahnya Kia.
Nindy tersenyum getir. Sebelum akhirnya mereka benar-benar berpisah. Nindy berjalan menyusuri trotoar, dan tak menghiraukan apa pun lagi. Pikiranya kosong, dan berhenti di depan boutique sahabatnya. Perlahan ia masuk dan duduk di sudut ruangan untuk menenangkan fikiranya yang kacau saat itu.
*****
Sementara di tempat lain, Vano adik dari sahabatnya, pulang ke kota ini karena selesai kuliah dan akan mencari kerja di kota ini juga. Dia menyewa sebuah apartemen yang letaknya tidak jauh dari rumah Ririn dan tentunya deket juga dari toko kakaknya.
Cekleeeekkk
Bunyi pintu apartemen yang terbuka.
"Lumayan baguslah untuk aku tempati.." ucap Vano setelah melihat apartemen yang baru saja ia sewa.
Vano melihat-lihat ruangan apartemen tersebut yang lumayan besar, kemudian menatanya kembali sesuai keinginanya. Tak butuh waktu lama akhirnya selesai sudah Vano menata apartemenya.
Sementara Nindy yang masih duduk termenung di sudut ruangan boutique Ririn, terngiang-ngiang akan ucapan Kia tadi. Ririn yang mengetahuinya, langsung melangkah menghampiri sahabatnya.
"Menagislah jika ingin menangis." Tutur Ririn dengan suara lembutnya dan dengan hangat memeluk Nindy.
Sontak Nindy memeluk Ririn. Kesedihan yang semula ia tahan tak dapat dibendungnya lagi. Tangisnya pecahlah sudah. Nindy menangis meluapkan kesedihanya dan Ririn memeluk sahabatnya sambil menenangkanya.
"Aku putus dengan Kia Rin, katanya dia sudah tidak cocok denganku lagi." ucap Nindy di sela isak tangisnya.
"Sudah, jangan menyalahkan diri sendiri, mungkin dia belum jodoh kamu, sehingga Tuhan akan mengganti yang lebih baik lagi." ucap Ririn yang menenangkan hati sahabatnya itu.
"Iya Rin, mungkin ini jalan terbaik yang Tuhan berikan buat aku." ucap Nindy yang melepaskan pelukanya dari Ririn.
"Jangan bersedih berlarut-larut, jalani saja jika ini kehendak atau takdir dari Tuhan." ucap Ririn dengan bijaksananya.
"Minum dulu, biar tenang pikiranmu, Nin." kata Ririn seraya memberikan segelas minuman dingin kepada Nindy.
"Kenapa ya Rin, aku selalu gagal, aku yang selalu jadi alasan penyebab putusnya hubungan." gumam Nindy dengan suara parau.
"Itu sih bukan kamunya, cowok kamu saja yang nggak pinter menilai kamu, aku yakin suatu saat, kamu akan menemukan belahan jiwamu, jadi orang jangan pesimis gitu?" ucap Ririn meyakinkan.
Nindy cuma tersenyum mengiyakan kata-kata Ririn. Dia memang sahabat yang paling mengerti Nindy dari dulu. Ayah ibu Nindy juga sudah akrab dengan Ririn dan juga adiknya.
Setelah dari boutique Ririn, Nindy pulang. Seperti biasa ayah ibunya sudah beristirahat karena capek menjaga toko seharian.
"Baru pulang mbak?" tanya Ari yang melihatnya memasuki rumah.
"Iya Ri.." jawab Nindy sambil berjalan menuju kamar, dan tidak melihat ke arah adiknya yang masih asik dengan laptop di depanya untuk menyelesaikan tugas kuliah.
Terima kasih buat kaka yang udah kasih dukunganya dan membaca novel aku.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 280 Episodes
Comments
zana
cerita seperti drama korea something in the rain
2021-08-14
0
Alyah Nasution
tokoh ceweknya jangan 35 dong ka 28 ke ka
2021-05-16
1
Mohamad Efendi
Mulai penasaran nih thor
2021-05-10
0