"Ra, ayo bangun," ujar Sela sembari menepuk-nepuk pipi temannya itu yang masih tertidur pulas sejak siang.
"Hum," Ara hanya menggeliat lalu membalik posisi berbaringnya membelakangi Sela.
"Ra, aku mau berangkat ke club nih, kalau kamu belum mau bangun aku tinggal sendirian ya."
"Ya ampun Sel, belum buka kali Club' jam segini." Ujar Ara dengan suara beratnya.
"Aduh Ara, ini udah jam 7 malam kali."
"Apa?" Sontak saja Ara langsung terbangun mendengar apa yang dikatakan Sela. "Kamu bilang apa tadi? Ini sudah jam 7 malam?" Tanyanya dengan nafas yang memburu, secara terpaksa bangun karena terkejut.
Sela hanya menunjuk kearah jam dinding, dan benar saja waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam, bahkan sudah lewat beberapa belas menit.
"Ya ampun Sel, kenapa gak bangunin aku dari sore sih." Ara lalu dengan cepat turun dari tempat tidur, mencari tas selempangnya dan setelah ketemu lalu menggantungnya asal dileher.
"Liat kamu tidur pulas banget, gak tega buat banguninnya." Ujar Sela.
"Ya udah Sel, kalau gitu aku pulang sekarang."
"Yuk, bareng ke pangkalan ojek di depan." Ajak Sela. Keduanya lalu bersama menuju pangkalan ojek yang ada diujung gang.
"Sel, duluan ya." Ujar Ara setelah duduk diatas ojek, dia melambaikan tangannya pada Sela setelah motor tersebut melaju. Sepanjang perjalanan Ara nampak panik karena pulang kemalaman. Dengan Rey tentu dia tak perlu menjelaskan apapun, tapi dengan keluarga Rey entah apa yang harus ia katakan pada mereka.
Sekitar lima belas menit berkendara tiba-tiba saja ojek yang ditumpangi Ara berhenti tak jauh dari persimpangan jalan yang nampak sepi.
"Ada apa Pak, kenapa berhenti di sini?" Tanya Ara terlihat waspada. Takut-takut tukang ojek tersebut berniat jahat padanya.
"Ini Mbak, motornya mogok. Maklum motor butut." Ucap tukang ojek tersebut sambil nyengir dan garuk-garuk kepala walaupun tak gatal, merasa tidak enak pada penumpangnya itu.
"Ya ampun Pak, terus ini gimana dong." Ara semakin terlihat panik, bisa terlalu malam ia sampai rumah kalau begini urusannya. Di tempat tersebut sepi, entah akan ada taksi yang lewat atau tidak.
"Coba deh Mbak ke sana, biasanya di sana ada Taksi yang lewat." Ujar tukang ojek sambil menunjuk ke depan persimpangan.
"Ya udah aku coba tunggu di sana ya Pak, tapi Bapak coba sambil benerin motornya. Siapa tahu bisa hidup lagi." Ujar Ara memberi saran, tak yakin juga jika di persimpangan tersebut akan ada taksi yang lewat.
Sementara Ara menunggu taksi, tukang ojek itu pun mencoba memperbaiki motornya dengan peralatan seadanya yang ia bawa.
Hampir 10 menit Ara berdiri di pinggir jalan menunggu taksi yang lewat, sampai akhirnya dari kejauhan ia melihat cahaya yang berasal dari lampu sebuah mobil. Namun, ketika mobil tersebut semakin dekat ia urung melambaikan tangan karena ternyata bukan taksi.
Ara pun kembali melipat kedua tangannya di depan dada, sambil menoleh ke kanan dan ke kiri barangkali melihat taksi yang lewat. Hingga mobil yang ia kira taksi, perlahan melambat sampai akhirnya berhenti tepat di depannya, sontak saja Ara langsung mundur beberapa langkah ketika pintu mobil tersebut terbuka.
Ara yang sempat takut seketika menjadi lega setelah melihat siapa yang turun dari mobil tersebut, "Arsen."
"Kamu lagi apa di sini?" Tanya Arsen yang telah berdiri di hadapan Ara. Dari kejauhan tadi ia melihat seorang wanita yang berdiri di pinggir jalan dan berniat untuk menggodanya, namun semakin dekat ternyata wanita itu adalah Ara.
"Aku habis dari rumah teman, tapi ojek yang aku tumpangi mogok." Jawab Ara sembari menunjuk kearah tukang ojek yang sedang berusaha memperbaiki motornya.
"Apa? Kamu naik ojek?" Arsen menatap tak percaya wanita di depannya.
"Iya, memangnya kenapa?" Ara balik bertanya.
"Ya gak nyangka aja, istri seorang Reynan Handaru malam-malam begini naik ojek. Mana ojek butut lagi." Arsen terkekeh pelan, dengan ini sebenarnya ia bisa mengambil kesempatan untuk mempermalukan kakak sepupunya itu. Namun, itu tidak akan ia lakukan sebelum benar-benar dekat dengan Ara, dan Sherly melakukan tugas yang ingin berikan yaitu memisahkan Rey dan Ara.
"Jadi kamu berdiri di sini, nungguin Taksi?" Tanya Arsen lagi, dan Ara menjawabnya dengan anggukan kepala.
"Kalau gitu, mending kamu ikut aku aja. Kebetulan aku juga mau pulang." Ajak Arsen.
Ara terdiam sejenak, menimang-nimang ajakan Arsen. Jika setuju, apa yang akan ia katakan bila keluarga menanyakan bagaimana mereka bisa pulang bareng, dan jika menolak mungkin saja ia tidak akan pulang sampai besok pagi. Sejak tadi tidak ada satu pun taksi yang lewat, sedang tukang ojek yang dia tumpangi belum juga selesai membenarkan motornya bahkan mungkin tidak akan bisa diperbaikinya.
Dan akhirnya, Ara pun menyetujui ajakan Arsen. Pria itu dengan begitu bersemangat membukakan pintu mobil untuk Ara, setelah wanita itu masuk ia pun bergegas masuk ke bagian kemudi.
.
.
.
"Rey, ini udah malam loh tapi Ara kok belum pulang. Beneran dia pergi ke rumah orangtuanya?" Tanya mama Winda nampak cemas. Sedikit merutuki kebodohannya yang bisa-bisanya tidak meminta nomor ponsel besannya.
"Iya, Ma. Bentar lagi pasti pulang kok." Jawab Rey terlihat santai, namun dalam hatinya juga tak sabar menunggu kepulangan Ara. Ingin tahu apakah istrinya itu sudah menjalankan seperti yang dia inginkan. Tapi membayangkan tubuh Ara dijamah oleh pelanggannya seketika ia bergidik.
"Rey, jemput aja gih Istri kamu. Mama kok jadi cemas gini ya."
"Ma, tunggu aja sebentar lagi." Kilah Rey, mana tahu dia mau jemput Ara kemana.
Tak lama kemudian terdengar suara klakson mobil Rey dan mama Winda serentak menuju pelataran untuk melihat apakah itu Ara yang pulang.
Melihat menantunya turun dari mobil Arsen, mama Winda segera menghampiri. Karena terlalu cemas menunggu kepulangan Ara, mama Winda langsung saja membawa menantunya itu masuk ke rumah tanpa bertanya bagaimana bisa pulang bersama Arsen, sedang yang dikatakan Rey, Ara pergi ke rumah orangtuanya.
Sementara Rey, mengepalkan kedua tangannya serta menatap tajam Arsen. Tak ingin membuat keributan ia segera masuk kedalam rumah menyusul istri dan mamanya. Ara harus menjelaskan bagaimana dia bisa pulang bersama sepupunya itu.
"Mama tuh khawatir banget nungguin kamu pulang, kalau tahu kamu ingin ke rumah orang tuamu Mama pasti ikut. Terus gimana kabar Papa dan Mama Kamu?" Tanya mama Winda, sejak tadi ia tak melepas merangkul menantunya.
"Ma, tanya-tanyanya nanti aja ya, Ara pasti capek dan sekarang dia harus istirahat." Sela Rey yang kini telah mensejajarkan langkahnya dengan mama dan istrinya.
"Ya ampun Rey, kamu tuh perhatian banget sih." Mama Winda tersenyum senang. "Ya udah, sekarang bawa istri kamu istirahat." Ujarnya seraya melepas rangkulannya pada Ara, dengan cepat Rey mengambil alih merangkul istrinya itu.
"Kami ke kamar dulu, Ma. Selamat malam." Ujar Rey kemudian bergegas membawa Ara menuju kamar.
"Ya Allah, semoga Ara segera hamil." Gumam mama Winda sembari menatap langkah anak dan menantunya dengan perasaan yang benar-benar bahagia, ia sangat senang melihat putranya begitu perhatian dan sangat menyayangi istrinya.
"Bagaimana kau bisa pulang bersama Arsen, huh? Apa kau tidak puas bersama pelanggan mu, sampai-sampai kau juga mendekati dia!"
Ara melirik suaminya itu dengan tajam kemudian menoleh ke belakang, setelah memastikan mama Winda tak melihat mereka lagi ia langsung mendorong tubuh Rey menjauh darinya.
"Aku rasa, aku tak perlu menjawab pertanyaanmu itu." Tukas Ara.
"Dasar wanita murahan!" Umpat Rey dengan begitu kesalnya.
"Ya, kalau aku memang wanita murahan kau mau apa, huh!? Lalu apa sebutan untuk kekasih yang selalu kau bangga banggakan itu!" Ara sungguh tak terima lagi dengan penghinaan suaminya.
"Jangan pernah membandingkan dirimu yang murahan itu dengan Sherly. Kau sama sekali tidak pantas membandingkan dirimu dengannya!"
"Aku tak pantas? Ck! Kalau kekasihmu itu wanita baik-baik, dia tidak akan menduakan mu bahkan sampai menyerahkan dirinya pada laki-laki lain!" Ara berkata dengan nada yang tak kalah sinis.
Rey yang terlalu marah dengan ucapan Ara tentang Sherly, langsung menarik tangan istrinya itu menuju kamar. Ia terus saja menarik tanpa mempedulikan Ara yang meronta meminta dilepaskan.
Sesampainya di kamar, Rey langsung langsung menyentak tangan Ara sehingga istrinya itu terjerembab ke lantai. Kemudian dengan cepat Rey mengunci pintu kamar lalu membuka jas dan melemparnya ke sembarang tempat.
"Kau mau apa, huh?" Tanya Ara dengan sedikit terbata melihat pergerakan tangan Rey yang melepas satu persatu kancing kemejanya.
"Aku akan tunjukkan betapa murahannya dirimu!" Rey terus melangkah maju sehingga membuat Ara tampak ketakutan. Ia lalu beringsut dari atas lantai ketika merasakan sesuatu akan terjadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
🍭ͪ ͩ🍀⃟🦌𝙼𝙾𝙼 𝚂𝚈𝙰𝙷𝚆𝙰
Pengen tau setelah ini apa kau akan bisa trus menghina ara dengan sebutan wanita murahan 🤨😏
2024-04-14
1
Salwa Antya
rey Rey kau terlalu pinter dibodohi serly
2024-02-09
2
💕KyNaRa❣️PUTRI💞
aduh .... setelah ini rey gx bklan bisa lepas . apalagi pengalaman pertama bakalan bikin nagih dan kangenin.....kena karma da lu rey tpi karma cintaa nya ke ara😆😆😆😆🤭🫣🫣🫣
2023-10-31
3