“Sebagai ucapan terima kasih, ijinkan aku mentraktirmu makan!” ucap Delisha dengan senyum ramah.
“Aku tidak makan.”
Delisha mengangkat alis. "Ayolah, ini tempat makan, bukan tempat bermain kan? Kalau kau tidak makan, kenapa kamu ada di kafe ini? ”
“Untuk membeli ini.” Lelaki itu mengangkat dua kotak makanan. “Bukan untukku, tapi untuk sepasang suami istri yang tidak berpuasa karena sudah tidak kuat lagi menjalankan ibadah puasa. Ini bulan ramadhan, dan aku sedang berpuasa.”
“Oh… ya ya, aku mengerti. Bagaimana aku bisa lupa bahwa ini bukan ramadhan?” Delisha mengangguk. "Kamu mau keluar, kan? Ayo, kita keluar sama-sama." Delisha melangkah duluan.
"Maaf, ijinkan aku yang berjalan di depan." Lelaki itu menahan langkah Delisha dengan kata-katanya itu.
Meski mengernyit heran, namun Delisha menyingkir untuk memberi akses jalan pada Danish. Ia tidak mengerti dengan jalan pemikiran pria itu, kenapa lelaki malah memilih berjalan di depan wanita?
Lorong antara meja yang sempit tidak memungkinkan mereka berjalan berdampingan.
"Bukankah lebih baik perempuan yang berjalan di depan? Lelaki akan dengan mudah menjaga perempuan saat dia berjalan di belakang perempuan, sebab dia akan langsung tahu bahaya apa yang ada pada si perempuan." Delisha berusaha mendapatkan penjelasan. Ia melewati pintu yang dibuka oleh pria itu.
"Perempuan merupakan makhluk yang terjaga kehormatannya. Adab yang benar adalah perempuan berjalan dibelakang laki-laki, bukan untuk menjadikan wanita sebagai makhluk yang tak pantas terdepan, tapi justru adab ini memuliakan wanita."
Delisha hanya tersenyum meski belum memahami. Apa maksud lelaki tampan ini?
Sebelum sempat kebingungan makin merajai, lelaki itu melanjutkan, "Sebab, saat laki-laki berjalan dibelakang wanita, maka tidak bisa dipungkiri, ia akan melihat lekuk tubuh wanita, dan akan memperhatikan bagaimana cara jalannya. Kemungkinan untuk terjadi kemaksiatan selanjutnya sangat besar. Adab ini menunjukkan bahwa Islam sangat memuliakan wanita. Pada masa jahiliyah, perempuan tidak ada harganya, namun islam datang membawa syariat bahwa wanita harus dimuliakan dan dijaga kehormatannya."
Penjelasan sangat lengkap. Delisha mampu menangkap dengan takjub.
'Allahu Akbar Allahu Akbar...'
Adzan berkumandang, suaranya tidak jauh dari restoran, sebab memang restoran itu adalah restoran seorang muslim.
Tak tahu mengapa, Delisha mengikuti pria itu hingga berhenti di depan masjid. Inilah kondisi saat ramadhan di Paris, masjid dipenuhi oleh kaun Adam yang berlomba menabung pahala.
“Di bulan suci ramadhan ini, yang benar- benar kami rindukan adalah masjid, doa, berbuka puasa, shalat malam dan semua kegiatan yang berkaitan itu. Maaf, aku terlalu banyak bicara.” Danish terlihat sangat antusias dengan ibadahnya hingga tanpa sadar mencurahkan perasaannya akan kedatangan bulan ramadhan.
"Ayo, masuk! Sudah adzan, nanti kau menjadi masbuk saat terlambat shalat." Pria itu mendesak sambil melangkah menuju area wudhu. Namun melihat Delisha yang hanya diam, pria itu berhenti dan mengernyit. "Apa yang kau tunggu? Cepat! Jangan melamun! Lebih awal akan lebih baik."
"Aku tidak shalat."
"Oh, maaf. Aku tahu wanita ada masanya dilarang shalat." Lelaki itu kembali berjalan.
"Hei, tunggu! Siapa namamu?" Delisha sedikit berteriak.
Pria itu menoleh singkat dan menjawab, "Danish."
Nama yang bagus. Delisha mengenang nama itu di pelupuk matanya. Sampai kini, sudah beberapa bulan berlalu, nama itu terus terngiang di telinganya.
Danish seperti malaikat yang dikirim Tuhan untuk menyelamatkannya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Fani Tsao
lama gak bac karya kak ema shu
2024-06-28
0
Ani Suwarni
yessss akuh setuju
2024-02-06
2
𝕸y💞 Azkiya tanjung🪴🪴🪴
mampir k Emma
2024-01-05
0