Episode 2

Ryana sedang bersantai mengobrol dengan mama Sinta mertuanya, tiba-tiba Bagas muncul dengan membawa amplop berwarna coklat. Ia menyerahkan amplop itu kepada Sinta istrinya.

"Ma, tolong bawakan dokumen ini ya ke Barra, Papa lupa tadi," ucap Bagas kepada Sinta lalu Bagas berlalu kembali ke ruang kerjanya.

"Ry, antarke ke Mas Barra ya. Mama ada janji sebentar lagi, siapa tahu itu dokumen penting. Antarkan ya Ry," pinta Sinta kepada menantu perempuannya itu.

"Iya mah," jawab Ryana singkat.

Ryana terpaksa menyanggupi perintah mama mertuanya itu, padahal didalam hatinya sudah bertekad tidak akan berurusan lagi dengan kakak iparnya itu. Ia pun bangkit berdiri dan mengambil tasnya dan juga kunci mobil.

Mobil Ryana tampak melaju dengan kecepatan standart sampai pada bangunan yang menjulang tinggi. Heavens Hotel adalah hotel mewah di kota ini, hotel ini yang dikelola oleh kakak iparnya. Ryana memarkirkan mobilnya di basement.

Ryana menarik napasnya saat berada di dalam lift, Ia menekan lantai sepuluh tempat dimana ruangan Barra berada. Ryana melangkah keluar dari lift dan disambut oleh senyuman Dara. Ryana pun menjelaskan kepada Dara maksud kedatangannya.

"Mohon tunggu sebentar, Bu," ucap Dara.

Setelah itu Ryana melihat sekretaris dari Barra membuka pintu ruangan yang bertuliskan presiden direktur dan memperlihatkannya untuk masuk. Ryana pun melangkah dengan rasa canggung untuk bertemu dengan kakak iparnya.

"Mas Barra," ucap Ryana canggung. "Ini dokumen yang di titipkan mama Sinta," sambung Ryana lagi.

"Makasih Ry," jawab Barra dengan meraih amplop yang disodorkan olehnya.

Danu yang merasakan kecanggungan antara bosnya dengan Ryana mencoba untuk mencairkan suasana. Ia pun menyapa Ryana dan wanita berambut coklat itu menyambut sapaan dari Danu. Barra mempersiapkan Ryana untuk duduk namun ia menolaknya.

"Ryana langsung pulang aja mas," ucap Ryana tak lupa ia juga berpamitan kepada Danu.

Jantung Ryana berdetak lebih kencang dari biasanya. Bagaimana tidak, jika melihat kakak iparnya di otaknya langsung terbesit kejadian panas malam itu. Bagaimana cara kakak iparnya mencium dan menyentuh tubuhnya ia masih ingat dengan jelas.

Pintu lift terbuka di lantai lobby hotel, disitu Ryana melihat suaminya dan Febby sahabatnya. Ia pun keluar dari lift untuk menyapa mereka. Ia melangkah menuju tempat mereka duduk dan memanggilnya.

"Dipta!" panggil Ryana.

Yang mempunyai nama langsung menoleh kesumber suara diikuti oleh kepala Febby yang juga ikut menoleh. Febby adalah sahabat Ryana saat sedang kuliah di Turki. Sekarang Febby bekerja sebagai sekretaris suaminya. Ryana memeluk suaminya dan juga, sahabatnya karena mereka sekarang jarang bertemu dikarenakan sibuk dengan pekerjaan.

"Kamu ngapain disini Ry?" tanya Dipta kepada istrinya.

"Tadi disuruh mama nganterin dokumen ke Mas Barra, kalian mau meeting ya?" Ryana bertanya balik ke suaminya.

Dipta hanya mengangguk dan mereka berpisah karena jam rapat direksi yang akan berlangsung. Ryana melangkah menuju basement tempat dimana mobilnya berada dan langsung pulang kerumah.

•••

Sepanjang rapat, Barra merasa gelisah karena akhirnya ia mengingat kejadian semalam. Seperti sedang menonton tayangan ulang film, setiap adegan per adegan ia mengingatnya bahkan suara ******* adik iparnya pun ia ingat dengan jelas. Barra pun berkeringat diruangan yang suhu AC nya sudah mencapai enak bekas derajat.

"Mas, are you ok?" tanya Dipta yang duduk di sebelah kanannya.

Barra hanya mengangguk lalu meneguk segelas air putih di hadapannya. Pikirannya tidak fokus dan meminta untuk menunda rapat. Ia kembali ke ruangannya diikuti oleh Danu dan Dara di belakangnya. Barra meregangkan dasinya melihat kearah luar jendela.

"What's wrong Barra?" tanya Danu yang berada di belakangnya.

"Aku ingat semua kejadian semalam," jawab Barra jujur.

Belum sempat Danu bertanya kepada bosnya, Dipta datang dengan raut wajah cemas karena sewaktu rapat tadi sepertinya kakaknya tidak baik-baik saja. Dipta datang diikuti dengan Febby dibelakangnya.

"Mas, kau sakit?" tanya Dipta cemas.

"Hanya sedikit pusing, kita tunda rapatnya besok pagi saja ya dan tolong beri kabar pada papa," jawab Barra berbohong tentang sakitnya.

Dipta mengangguk mengiyakan perintah kakaknya, ia pun meraih ponsel yang berada didalam saku jasnya. Setelah menelepon papanya, Dipta menelepon dokter Cindy untuk memeriksa keadaan kakaknya. Tidak membutuhkan waktu lama untuk dokter Cindy datang ke kantor Barra karena memang hotel yang dikelola Barra ini berada dipusat kota.

"Aku akan beristirahat disini, kau pulanglah atau kembalilah bekerja," perintah Barra kepada adiknya itu.

"Telepon aku kalau terjadi sesuatu," ucap Dipta lalu pergi meninggalkan ruangan kakaknya.

"Apa tidak lebih baik jika kau pulang kerumah?" saran Danu saat dokter Cindy juga meninggalkan ruangan.

"Dan bertemu dengan Ryana dirumah? Ah tidak lebih baik disini," jawab Barra.

"Bukankah kalian sepakat untuk melupakan malam itu? Apa kau malu?" Ejek Danu.

Perkataan Danu membuatnya tambah pusing. Memang benar ia dan Ryana sepakat untuk melupakan kejadian itu, tapi entah kenapa semakin ia mencoba untuk melupakannya wajah Ryana malah selalu muncul dipikiran Barra. Ia mengambil segelas air putih dan meminumnya bersama dengan obat yang diberikan oleh dokter.

Barra membuka matanya, ia melirik jam tangan yang beradi di pergelangan tangannya. Sudah pukul sembilan malam, ia benar-benar terlelap karena obat yang diberikan dokter Cindy. Barra pun bangkit berdiri melangkah menuju pintu. Ia melihat Danu dan Data sedang berbincang.

"Kenapa kalian belum pulang?" tanya Barra terkejut melihat mereka yang masih belum pulang. "Dara, seharusnya kamu pulang saja. Sudah malam," sambung Barra.

"Dia tidak sedang menunggumu, tapi menungguku," sahut Danu.

"Wait, are you guys dating?" tanya Barra spontan.

"Ayo, aku traktir kamu makan malam," sahut Danu tidak menjawab pertanyaan sahabatnya itu.

Barra dan Danu makan malam disebuah restoran Jepang. Saat sedang menyendoki ramennya, ia malah teringat akan Ryana yang menyukai salah satu menu yaitu sushi. Ia menghembuskan napasnya dengan kasar, hal itu membuat Danu terkejut.

"Kenapa lagi sih?" tanya Danu penasaran.

"Haruskah aku membungkuskan sushi kesukaan Ryana?" Barra balik bertanya. Danu malah tertawa geli melihat tingkah sahabatnya itu.

Danu mengantarkan Barra pulang kerumah pada pukul dia belas malam, sehabis makan malam mereka pergi ke club untuk bersenang-senang. Barra melihat lampu-lampu yang menyala menghiasi kota ini pada malam hari. Masih banyak kendaraan lalu lalang padahal sudah larut malam.

"Hah, apa itu?“ ucap Danu saat mobil mereka memasuki daerah yang sepi dan tidak ada lampu.

Mendengar ucapan sahabatnya, Barra pun mengikuti arah bola mata Danu. Ada seorang wanita berjalan pelan dengan sedikit pincang. Wanita itu hanya menggunakan kaos putih dan celana pendek.

"Pelankan mobilnya," perintah Barra.

Mobil mereka melaju dengan kecepatan dibawah rata-rata. Barra menyipitkan matanya agar bisa mengenali wanita itu.

"Stop! Stop, stop!" teriak Barra yang membuat Danu mengerem mendadak.

Barra membuka pintu mobil dan berlari ke arah wanita itu. Betapa kagetnya ia, saat melihat kondisi wanita itu yang sedang menangis dengan kedua lutut berdarah, telapak tangannya juga berdarah.

"Ryana!" ucap Barra.

Pandangan mereka saling bertemu, perlahan Barra mendekati Ryana dan langsung memeluknya.

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

ada apa dengan Ryana...

2023-12-23

0

Tít láo

Tít láo

Wow, nggak nyangka sehebat ini!

2023-10-17

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!