03

  Malamnya Bang Daffa masuk ke kamar karena Mamah memintanya untuk mengajarkan aku.

  Padahal dia baru saja pulang bekerja, terlihat wajah lelahnya dengan bau keringat dibaju-nya.

"Pelajaran apa yang gak bisa?" tanyanya sembari duduk pada tepian kasurku.

  Aku menoleh padanya sedikit bingung harus menjawab apa. Dia menatapku heran menunggu jawaban dariku. Di atas meja belajar-ku bahkan tidak ada satupun buku yang sedang ku buka.

"Kenapa? Putus sama pacar kamu?" tanya Bang Daffa beruntun membuatku terkejut.

"Enggak, dia marah karena Nur gak mau dianterin pulang tadi," ungkap-ku membuatnya menghela napas cukup panjang.

"Nur ... Abang capek-capek pulang kerja disuruh Mamah buat ngajarin kamu. Kamu ternyata bohong sama Mamah," ujar Bang Daffa.

Aku menunduk sedikit takut karena melihat wajah Bang Daffa yang kecewa lalu keluar dari kamarku.

Pagi berikutnya,

Abang masih belum mau berbicara denganku sedikitpun. Bahkan menyapa pun tidak sama sekali. Aku bersalaman pada Mamah dan berangkat sekolah bersama temanku.

Sebelum sampai ke kelas, Septian sudah menunggu di depan gerbang. "Septian," sapaku berhenti di depannya.

"Aku mau minta maaf sama kamu, kemarin ninggalin kamu gitu aja. Kita baikkan ya?" tanyanya menatapku penuh harap.

Aku tersenyum karena sesuai harapanku. "Aku juga minta maaf Septian," ucapku merasa bersalah.

"Nanti pulang nonton dulu yuk!" ajak-ku padanya.

"Boleh, nanti kamu duluan aja ke bioskop ya! Aku ada keperluan dulu sebentar soalnya," kata Septian disetujui begitu saja olehku.

Dia selalu memperlakukanku dengan sangat manis. Walaupun kita lebih sering bertengkar semenjak hubungan kita yang memulai awal baru.

Jam setengah 4 sore,

Aku sudah menunggunya di bioskop dengan tiket yang sudah ku beli. Jam tayang movie itu masih sekitar 1 jam lagi.

Aku duduk dan menunggunya sembari memakan popcorn yang aku beli sebelumnya. Cukup lama aku menunggu bahkan sering aku lihat jam tangan yang ku pakai.

Bahkan orang-orang sudah masuk ke dalam ruangannya tapi Septian tidak kunjung datang. Bahkan nomornya sama sekali tidak aktif.

"Dia gak bakal dateng?" gumamku sudah berkaca-kaca.

Aku memutuskan untuk menunggunya sebentar lagi. Hingga movie itu sudah dimulai aku masih setia duduk menunggu Septian di sana.

Hari sudah mulai gelap,

Bang Daffa bahkan sudah pulang dari tempat kerjanya. "Bang, Adek kamu kabarin ke kamu mau pergi kemana gak?" tanya Mamah dengan wajah cemasnya.

"Enggak Mah. Kan Abang kerja juga, gak mungkin dia kabarin Abang. Emangnya dia belum pulang jam segini?" tanya Bang Daffa membuat Mamah mengangguk dengan wajah cemasnya.

"Kita coba hubungi dulu teman-temannya aja Mah, siapa tau dia main dulu," ucap Bang Daffa.

Mereka masuk ke dalam rumah dan mulai mencoba menghubungi teman-teman terdekatku.

"Bapak kemana?" tanya Bang Daffa.

"Bapak pergi nganter Kakek, untungnya Bapak gak ada. Kalau ada Nur bisa kena marah," tutur Mamah diangguki setuju oleh Bang Daffa.

Tidak lama dari itu,

Teman Bang Daffa datang ke rumah untuk bermain game bersama. "Furqan, kita gak jadi main deh malem ini!" ucap Bang Daffa membatalkannya.

"Loh kenapa?" tanya Furqan.

"Adek gw, Nur belum pulang," terang Bang Daffa.

"Udah ditanyain belum temen-temennya?" tanya Furqan ikut khawatir.

"Udah, tapi gak ada yang tau," jawab Bang Daffa.

"Yaudah gw cari sekitar sini deh, Lo juga. Nanti gw kabarin kalau ketemu," ucap Furqan langsung pergi begitu saja. Begitupun Bang Daffa yang ikut mencari.

Aku masih termenung di Bioskop, bahkan hingga movie itu selesai dan tidak lagi ramai orang.

Aku mulai menangis dan berjalan sembari menunduk. Hingga akhirnya aku menabrak dada seseorang di depanku.

"Eh maaf Kak," ucapku sembari menghapus air mata.

"Nur kenapa?" tanya seseorang itu terdengar mengenalku. Sontak aku langsung mendongak melihatnya.

Hikksss....

Furqan yang kebingungan membawaku untuk duduk kembali. "Kenapa Nur?" tanyanya.

"Bang Furqan, Nur takut buat pulang. Nanti Mamah sama Abang pasti marah," ucapku sudah ketakutan dengan tangan yang bergetar.

"Nur gak usah takut, Bang Furqan temenin ya!" ajak Furqan.

Furqan membawaku pulang setelah mengabari Bang Daffa, dia sudah menemukannya.

"Nur nonton sama siapa tadi? Kenapa malah nangis?" tanya Furqan di perjalanan pulang.

Awalnya aku hanya terdiam dan tidak ingin menjawabnya. "Maaf ya kalau Bang Furqan terlalu ikut campur. Tapi Nur udah bikin orang rumah khawatir tadi," ucapnya.

"Nur mau nonton sama Septian," ungkap-ku langsung membuatnya mengerem mendadak.

"Septian siapanya Nur?" tanyanya sedikit memutar badannya ke belakang.

Aku sedikit heran mendengarnya. "Pacar Nur," jawabku pelan sembari menunduk.

Furqan terdiam cukup lama di pinggir jalan. Dia sepertinya memikirkan sesuatu setelah mendengar jawabanku.

"Bang Furqan masih lama mau ngelamunnya?" tanyaku membuatnya tersadar.

Dia sama sekali tidak berbicara setelah itu hingga mengantarku ke depan rumah dan langsung pergi begitu saja.

"Bang Furqan kenapa sih? Aku salah sesuatu ya?" gumamku beruntun.

Aku masuk ke rumah dan mengucap salam. Bang Daffa dan Mamah sudah menunggu di ruang tengah duduk di sofa dengan wajah seriusnya.

"Darimana aja kamu?" tanya Bang Daffa dengan tatapan marahnya.

"Gak capek pulang sekolah terus ngelantur kemana-mana? Kamu itu gadis, Nur. Harusnya jaga perilaku, jangan gampangan jadi cewek," ucap Bang Daffa terlihat emosi lalu masuk ke kamarnya.

Mamah hanya terdiam tidak menggubris sama sekali. Dia langsung masuk ke kamarnya ketika aku duduk di sampingnya.

Keesokan paginya,

Karena hari ini libur, aku mengurung diriku setelah kejadian semalam. Takut jika Mamah dan Bang Daffa masih marah padaku.

"Nur gak keluar kamar ya Mah?" tanya Bang Daffa sembari melihat pintu kamarku yang masih tertutup rapat.

"Belum Daf, Mamah jadi khawatir," ungkap Mamah.

Bang Daffa mengetuk pintu kamarku untuk berbicara tentang semalam. Dia merasa bahwa dia bertanggung jawab padaku disaat Bapak tidak ada di rumah.

Toktoktok....

"Nur," panggilnya.

"Iya Bang?" sahutku dari dalam kamar tanpa berani membukanya.

"Abang boleh masuk gak? Mau bicara sebentar sama Nur," pintanya.

"Masuk aja Bang, gak dikunci kok," jawabku menyetujuinya.

Bang Daffa membuka pintunya dan masuk ke dalam. Dia duduk di tepian kasur di sampingku.

"Nur marah sama Abang karena udah marahin Nur semalam?" tanyanya. Aku menggelengkan kepalaku menjawabnya.

"Nur, Abang gak mau kamu sakit hati terlalu dalam. Bang Furqan udah cerita sama Abang tentang kamu semalam," ucap Bang Daffa.

"Kalau dia gak bisa menepati janji kecilnya sama kamu, Abang harap kamu pikir-pikir lagi tentang hubungan ini sebelum perasaan kamu terlalu dalam sama dia," ucap Bang Daffa.

Aku sama sekali tidak menjawab apapun padanya. Memang selama hubungan dengan Septian rasa kecewa lebih besar dibanding dengan perlakuan manisnya yang sering membuatku luluh kembali.

Bang Daffa kembali keluar setelah berbicara seperti itu. Seharian itu aku memilih berdiam di kamar. Aku tidak melakukan apapun, hanya memikirkan perkataan Bang Daffa tadi pagi.

Bahkan sampai saat ini, Septian sama sekali tidak membalas pesanku. "Dia aja gak niat minta maaf sama aku, kenapa aku harus bertahan sama dia?" gumamku sembari melihat pesan yang sudah tercentang 2 itu.

Hari Senin berikutnya,

Aku berjalan santai masuk ke sekolah. Septian sudah terlihat kembali berada di gerbang sebelum masuk.

Dia kembali menahan tanganku ketika aku mengacuhkan keberadaannya. "Nur tunggu!" ucapnya.

Terpopuler

Comments

BLUE SKY

BLUE SKY

serah lu lah septian

2023-12-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!