Sepulang kerja, Alesha dijemput oleh kekasihnya yang sudah bersama dengannya selama 2 tahun. Ya, kekasih Alesha bernama Daka Bimantara. Dia seorang pengacara, meskipun hubungan mereka tak restui orang tuanya Daka namun keduanya tetap menjalankan hubungan secara diam-diam.
"Hari ini aku sangat kesal sekali!" ucap Alesha sembari menyeruput es jeruk kesukaannya di sebuah kafe.
"Kesal kenapa?" Daka mengelus punggung tangan kekasihnya.
"Pria aneh itu datang ke toko dan mengambil kalung pemberian ayahku," jawabnya dengan wajah cemberut.
"Buat apa dia mengambilnya?"
"Katanya untuk jaminan, kamu tahu 'kan kalau kalung itu kenang-kenangan sebelum ayah meninggal."
Daka mengangguk paham.
"Aku harus bagaimana, sayang?" rengeknya.
"Berapa yang dia minta?"
"Aku juga tidak tahu, dia tak menyebutnya."
"Apa kamu menyimpan nomor ponselnya?"
"Tidak."
"Bagaimana aku bisa menemuinya," kata Daka.
"Aku tahu alamat rumahnya," ucap Alesha.
"Di mana?"
Alesha lalu menyebut alamat rumah yang kemarin ia datangi saat mengantarkan kue.
Daka yang mendengarnya terdiam.
"Apa kamu ingin ke sana menemani aku untuk mengambil kalung itu?" tanya Alesha.
Daka tak menjawab.
"Sayang.."
"Itu rumah pengusaha terkenal dan kaya raya. Apa kamu yakin putranya yang mengambil kalungnya?"
"Buat apa aku berbohong, sayang."
"Jika ada waktu, aku akan ke sana mengambilnya!" janji Daka.
Alesha tersenyum dan mengucapkan terima kasih.
-
Alesha lalu diantar pulang oleh Daka. Di perjalanan menuju rumah, ponsel Daka terus berbunyi.
"Kenapa tidak diangkat?" Alesha mengarahkan pandangannya kepada kekasihnya.
"Aku lagi menyetir."
"Kita berhenti, lalu kamu jawab teleponnya," saran Alesha.
"Nanti saja aku telepon balik lagi jika sudah mengantarkanmu!" kata Daka.
Alesha pun tak berbicara lagi.
Begitu sampai, Alesha lalu turun dan Daka menghubungi kembali nomor yang sedari tadi membuat ponselnya berdering.
Alesha masuk ke rumah tak lupa mengucapkan salam, ia mencari keberadaan sang ibu yang tak ada di dapur. Lalu ia melangkah ke kamar dan melihat wanita paruh baya itu tergeletak di ranjang dengan wajah pucat.
Alesha berlari kecil menghampirinya, raut cemas terpancar di wajahnya. "Ibu sakit lagi?"
Wanita itu mengangguk pelan.
"Kita ke rumah sakit, ya!" ajak Alesha.
"Tidak usah, Sha. Besok juga Ibu sudah sehat," tolaknya.
"Kenapa Ibu selalu menolak aku ajak ke Dokter atau rumah sakit?" tanya Alesha.
"Karena Ibu tidak mau menyusahkan kamu," jawabnya.
"Bu, aku tidak merasa di susahkan atau repot. Ibu sehat saja itu lebih dari cukup!" kata Alesha.
"Lebih baik uang kamu ditabung buat masa depanmu!"
"Masa depan aku adalah Ibu, harta paling berharga hanya Ibu tak ada yang mampu menggantikannya!" kata Alesha dengan mata berkaca-kaca.
Sang ibu lalu menarik tubuh Alesha dan memeluknya.
"Aku menyayangi, Ibu. Aku ingin Ibu sehat, aku hanya mau itu, Bu!" ucap Alesha terisak.
"Ibu juga menyayangimu, Nak. Ibu mau kamu bahagia meskipun Ibu tak di sampingmu!" katanya lirih.
Alesha melepaskan pelukannya dan menatap ibunya yang terbaring. "Ibu harus selalu ada di sampingku dalam keadaan apapun. Aku tidak bisa bila tanpa Ibu!" air mata Alesha kembali tumpah.
"Nak, Ibu tak selamanya di sampingmu. Sekarang saatnya kamu menentukan kebahagiaanmu."
"Kebahagiaan aku hanya bersama Ibu," ucap Alesha.
Karena sang ibu tak mau diajak ke dokter, maka Alesha memilih membeli obat di apotik sesuai resep lama ketika setahun lalu mereka berkonsultasi.
Entah obat itu sesuai dengan penyakit yang dialami ibunya atau tidak. Selama meminumnya, kesehatan Ibu Alesha berangsur membaik.
Dari apotik, ia lalu mengendarai motornya ke sebuah warung nasi goreng. Di sana ia akan membelikan makanan untuknya sendiri karena sang ibu tadi sudah makan.
Setelah dari warung nasi goreng, Alesha melajukan motornya menuju rumah. Terlihat kejauhan, mobil pria yang mengambil kalungnya berhenti di pinggir jalan.
Alesha lalu mendekatinya, ia turun dari motor dan menghampirinya. Seketika ia tertawa melihat wajah Aidan berkeringat.
Aidan menoleh ke arah Alesha.
"Kenapa mobilnya, Tuan?" singgung Alesha.
"Kenapa kamu di sini?" tanyanya dengan nada kesal.
"Kebetulan saya lewat di sini dan melihat Tuan Muda nan tampan berdiri di pinggir jalan," jawab Alesha dengan menyindir.
"Pergilah, jangan ganggu aku!" usirnya.
"Apa perlu bantuan?" Alesha menawarkan diri.
"Tidak perlu, kamu juga takkan mengerti tentang ini!" omelnya.
"Apa Tuan tahu jika ini adalah balasan karena sudah mendzalimi saya," ucap Alesha.
"Hei, siapa juga yang mendzalimi kamu. Harusnya aku berada di posisi itu karena di sini aku dirugikan!"
"Coba saja Tuan mau mengembalikan kalung itu, pasti kejadian ini takkan terjadi!"
"Ini tak ada hubungannya dengan kalung murahanmu itu!"
"Jangan menghina kalung saya, Tuan!" bentaknya.
"Kalung itu di jalanan banyak dijual, tak ada berharganya!" ucap Aidan.
"Jika tidak berharga, maka kembalikan!" Alesha membuka telapak tangannya.
"Kalung itu tidak bersamaku lagi!"
"Apa! Jadi Tuan menghilangkannya!" Alesha tanpa sadar menarik kerah baju Aidan.
Aidan mendorong tubuh Alesha. "Nanti aku akan menggantinya!"
"Aku mau kalung itu!" ucap Alesha lantang.
"Ribet banget jadi kamu!"
"Tuan harus mencarinya sampai dapat!"
"Aku tidak bisa berjanji!" kata Aidan santai.
Alesha yang sangat begitu kesal, naik ke motornya dan mengklakson panjang sehingga memekakkan telinga Aidan.
"Jika kita bertemu lagi, Tuan harus mengembalikan kalung itu!" teriak Alesha.
"Iya, berisik!"
Alesha kemudian melesat ke rumahnya.
Begitu sampai ia terus menggerutu, sehingga ibunya bertanya, "Kenapa, Sha?"
"Tidak ada, Bu."
"Dari tadi kamu mengomel, apa yang terjadi?"
"Bukan apa-apa, Bu." Jawab Alesha.
"Jangan menyimpan masalah kamu sendirian, coba ceritakan pada Ibu."
"Aku tidak memiliki masalah, Bu. Sekarang Ibu waktunya minum obat, " Alesha mengeluarkan tablet dan sirup dalam kantong plastik kecil.
Alesha tidak mungkin menceritakan pada ibunya bahwa kalung pemberian sang ayah diambil orang lain. Hal itu akan membuat sang ibu menjadi sedih.
Aidan terus memarahi asisten ayahnya yang datang terlambat.
"Kalian ini bagaimana,'sih?"
"Maafkan kami, Tuan. Tadi saya ada rapat."
"Apa tidak bisa menjawab telepon dariku sebentar saja?"
"Tuan Besar akan marah, Tuan."
"Memang rapat apa yang dilaksanakan malam-malam?"
"Ini permintaan dari ayahnya Nona Mella, Tuan."
"Kalian selalu saja menuruti permintaan dia," umpatnya.
"Kami hanya menjalankan perintah saja, Tuan!" kata asisten Hadinan bernama Gio.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
💞Amie🍂🍃
tokok kita sama kak😁
2023-11-30
1