Bab 3. Malam pertama?

Mobil hitam terlihat telah melewati gerbang dan berhenti tepat di depan sebuah rumah yang akan ditempati oleh Kayana. Rumah yang cukup mewah ditambah dengan aksen klasik dan minimalis ini akan dihuni oleh sepasang suami istri tanpa ada pelayan yang membantu. Begitu sampai, Ren langsung turun dan mengeluarkan dua koper berukuran sedang lalu menyeretnya berjalan masuk ke dalam rumah. Laki-laki itu meninggalkan Kayana yang masih terdiam di dalam mobil. Kayana hanya melihat kepergian Ren yang begitu saja dan menghela napas kasar. Dirinya paham jika pernikahan ini bukanlah pernikahan atas dasar cinta, jadi ia tidak memasang ekspektasi yang tinggi tentang perlakuan yang akan ia dapatkan. Tanpa berlama-lama, gadis itu pun turun dari mobil mengikuti langkah sang suami.

“Masuklah,” sambut laki-laki berjas putih yang telah berdiri di depan pintu.

“Apakah hanya ada kita?” tanyanya memasuki rumah.

Aroma oriental woody menyapa hidung Kayana ketika ia memasuki rumah baru tersebut. Dirinya terpukau dengan perpaduan wangi khas pohon cendana dengan rumput vetiver yang memberikan kesan hangat. Menurut gadis yang baru saja mengganti statusnya, aroma ini bertolak belakang dengan sikap seorang Ren Nugra Darmawan.

“Benar, hanya ada kita di rumah ini. Jadi biasakanlah,” jawab lelaki di belakangnya. “Ini kamarmu, dan di sana adalah kamarku. Kamu boleh melakukan apa pun tapi tidak dengan membawa orang lain masuk tanpa izin dariku.” lanjutnya menunjuk pintu berwarna putih yang berada di sampingnya.

Rumah ini memang tidak cukup besar seperti rumah konglomerat pada umumnya, tetapi rumah ini jauh lebih besar dibandingkan dengan rumah Kayana sebelumnya. Kayana mengedarkan pandangannya menyapu seluruh ruangan untuk memuaskan rasa ingin tahunya. Setidaknya terdapat empat ruangan yang belum ia ketahui isinya, satu dapur, dan satu ruang tamu yang terhubung langsung dengan ruang tengah.

Interior rumah ini pun membuat Kayana sedikit tercengang, selain aroma oriental woody yang menyapanya. Rumah ini didominasi dengan warna putih, mulai dari cat dinding, gorden, sofa hingga peralatan dapur yang ada. Dari penglihatan sekilas, dapat gadis itu simpulkan jika laki-laki ini penyuka sesuatu yang berwarna putih.

“Sekarang istirahatlah.” Ren berjalan meninggalkan Kayana.

Kayana mengangguk dan membuka pintu kamarnya, “Cukup nyaman,” gumamnya melihat interior kamar. Di kamar yang hampir seratus persen berwarna putih inilah, dirinya akan melepaskan lelah. Sebenarnya dirinya kurang menyukai warna putih, karena menurutnya akan mudah kotor. Namun, dirinya tidak bisa melakukan apa-apa karena suaminya sangat menyukai warna putih. Sepertinya ia harus memberikan penghargaan pada pemasok barang-barang di rumah ini, karena dapat memenuhi selera suaminya tersebut.

“Jangan lupa mencuci tangan sebelum memegang sesuatu. Aku tidak suka barang-barang di rumah ini kotor,” teriak laki-laki itu sedikit kencang.

Setelah mendapatkan penjelasan singkat dari Ren, Kayana kemudian masuk ke dalam dan berjalan menuju ranjang berukuran king size yang dilapisi seprei berwarna abu-abu.

“Kayana Daya Nagendra kini menjadi Kayana Darmawan,” gumamnya sambil memandangi foto masa kecil miliknya. Diingatnya kembali saat-saat gadis itu kecil, tidak banyak kenangan sebenarnya. Bahkan, gadis itu sudah sedikit lupa dengan wajah kedua orang tuanya karena memang dari kecil dirinya tidak pernah bertemu dengan mereka berdua.

Kayana merupakan anak broken home, orang tuanya berpisah sejak ia berusia empat tahun dan sejak saat itu dirinya diurus oleh kakeknya. Kakek Kayana begitu menyayangi gadis kecil tersebut, Abinawa merasa bersalah karena putrinya tidak mau mengurus anaknya dan memilih pergi ke luar negeri bersama suami barunya. Ayah Kayana sendiri sudah pergi sejak ia berusia delapan bulan, saat itu alasannya adalah pergi merantau. Namun, sampai tahun keempat usia Kayana, sang ayah tidak pernah ada kabar ataupun berkunjung. Perlakuan sang ayah kemudian membuat sang ibu memilih untuk berpisah dan meninggalkan dirinya.

Setelah sedikit beristirahat, Kayana melangkahkan kakinya menuju meja rias yang berada di sudut ruangan dan langsung menghapus riasan yang cukup berat itu. Selesai dengan riasan, kini ia beralih pada gaun putih yang dipakainya. Kayana tampak kesulitan saat melepas gaun pengantinnya, namun setelah berusaha akhirnya dirinya mampu melepaskan gaun tersebut. Kayana lalu berjalan menuju kamar mandi bermaksud membersihkan diri. Seperti dugaannya, kamar mandi miliknya juga di dominasi warna putih.

Sementara Kayana membersihkan diri, Ren ternyata sudah selesai membersihkan diri dan kini ia duduk di ruang tengah. Laki-laki itu duduk menatap layar monitor ditemani dengan secangkir teh yang masih hangat. Tampaknya Ren sedang mengerjakan beberapa pekerjaannya yang sempat tertunda karena pernikahannya yang mendadak ini.

Kayana yang selesai dengan prosesi bersih-bersih diri pun akhirnya keluar dari kamar, suara keruyuk di perutnya seakan mengingatkan padanya bahwa sejak pagi gadis itu belum memakan sesuatu dengan benar. Suasana rumah ini sangat sunyi, berbeda dengan rumah lamanya yang ramai dengan teriakan dari sang kakek. Saat tiba di ruang tengah, dirinya terkejut dengan tampilan Ren yang tidak pernah ia temui sebelumnya. Lebih tepatnya bukan terkejut, namun terpukau. Gadis itu terpukau dengan penampilan laki-laki itu, dengan kaos abu-abu dan celana panjang berwarna putih, serta kaca mata yang bertengger kokoh di wajahnya. Sangat berbeda dengan Ren yang selalu berpakaian rapi dibalut dengan jas dan sepatu pantofel.

“Kamu sedang apa?” tanya Kayana berjalan menuju pantry.

“Oh, sudah selesai? Duduklah, kita harus membahas sesuatu,” Balas laki-laki itu tanpa mengalihkan pandangannya dari monitor laptop miliknya.

“Aku lapar, tunggulah sebentar,” ujarnya singkat.

Sesampainya di dapur, tangan putih miliknya kemudian membuka lemari es bermaksud mencari sesuatu yang dapat ia makan. Matanya terbelalak ketika melihat isi lemari es yang nyaris kosong. Hanya ada beberapa botol air mineral dan beberapa buah yang sudah terpotong-potong di dalam tinwall. Kayana meraih buah-buahan tersebut dan membawanya ke meja dapur bermaksud memindahkan buah tersebut ke dalam piring. Perhatian Kayana pun teralih pada laci-laci kitchen set. Digeledahnya setiap laci mencari piring dan garpu.

“Hanya ada buah, apakah kamu mau?” teriak Kayana dari ruang dapur.

Hening, tidak ada jawaban dari lawan bicaranya. Merasa tidak mendapatkan jawaban, akhirnya Kayana memilih membawa makanan tersebut ke ruang tengah. Sambil mengunyah beberapa buah, Kayana berjalan menghampiri sang suami yang masih fokus mengerjakan sesuatu. Dipilihnya kursi di seberang kursi yang Ren duduki agar tidak mengganggu.

“Aku lapar dan kamu hanya punya buah-buahan?” ucap Kayana memulai pembicaraan, tetapi Ren tidak menjawab.

Belum mendapatkan jawaban dari laki-laki berambut hitam tersebut, Kayana memilih melanjutkan kegiatan makannya dengan tenang. Suara dari keyboard laptop beradu dengan suara garpu dan dentingan jam yang terus bergerak mendadak menjadi soundtrack malam ini. Mereka berdua asyik tenggelam dalam kegiatan masing-masing tanpa menghiraukan satu sama lainnya.

Kayana yang sudah selesai dengan kegiatannya pun masih mencoba bersabar menunggu laki-laki di seberangnya itu. Dimainkanlah ponsel miliknya mencari sesuatu untuk membunuh kebosanan karena menunggu. Benar, dirinya sangat bosan berada dalam situasi yang tidak nyaman seperti ini, rasanya ia ingin kembali ke kamar miliknya dan beristirahat. Kayana sudah sangat lelah setelah sejak dini hari bersiap untuk acara pernikahan ini.

“Apakah masih lama? Jika iya, besok saja kita bicarakan. Aku lelah,” ucap Kayana.

“Sebentar, lima menit lagi,” sahut Ren kemudian.

Oh, sungguh Kayana sudah tidak tahan lagi. Sendi-sendi miliknya sudah sangat kencang seperti kencangnya tali yang digunakan untuk tarik tambang. Dirinya butuh istirahat secepatnya, tetapi laki-laki di depannya ini belum mengizinkannya untuk beranjak. Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya Ren mematikan laptop miliknya dan menutupnya.

“Ini, kontrak pernikahan. Bacalah, jika ada sesuatu yang menurutmu kurang atau berlebihan bisa kita rundingkan lagi.” tukas Ren memberikan amplop coklat pada Kayana.

Kayana menatap amplop yang tergeletak di atas meja lalu dengan percaya diri gadis itu membuka amplop tersebut, dan benar saja amplop tersebut berisi beberapa lembar kertas putih dengan tinta hitam di atasnya. Satu demi satu kertas itu ia baca dengan teliti, dirinya tidak menyangka bahwa pewaris utama Grup Darmawan bergerak sedetail ini. Ada rasa sedikit kagum di hati Kayana, dirinya tidak menyangka bahwa pemikiran laki-laki ini sudah lima langkah di depannya, benar-benar tipikal pemimpin perusahaan besar akunya dalam hati. Setelah membaca dan menelaah isi perjanjian yang disodorkan oleh Ren, Kayana dapat menyimpulkan bahwa tidak ada poin-poin yang merugikan dirinya. Bahkan, menurutnya perjanjian ini sama-sama menguntungkan untuk dua belah pihak.

“Maksud dari terlihat harmonis di depan orang lain itu seperti apa?” tanya Kayana setelah selesai membaca perjanjian tersebut.

“Ya, kita hanya perlu berpura-pura menjadi pasangan yang bahagia di depan orang. Selebihnya kita tidak perlu ikut campur dalam urusan masing-masing.” Jawab Ren sembari membenarkan posisi duduknya.

Sampai di sini ia paham. Laki-laki ini hanya ingin menyenangkan sang kakek dan memperkukuh kedudukannya di perusahaan, tidak jauh berbeda dengan dirinya yang hanya ingin menyenangkan sang kakek. Dirinya tidak keberatan dengan perjanjian yang disodorkan oleh Ren. Setidaknya dirinya masih bisa bebas melakukan apa yang dia suka, selama tidak mengancam posisi suaminya.

“Oh benar, bagaimana dengan kontak fisik?” tanya Kayana.

Walaupun ia tahu bahwa Ren bukanlah tipikal laki-laki hidung belang, namun tetap saja ia laki-laki. Mereka hanya berdua di sini, sehingga ia perlu mengetahui batasan-batasan yang ada.

“Tidak ada, kita hanya perlu melakukan kontak fisik jika itu sangat dibutuhkan. Lagi pula dirimu dan aku belum tentu berada di rumah setiap saat bukan?” jawab Ren santai.

Kayana mengangguk setuju, memang benar ia dan suaminya belum tentu memiliki waktu yang cukup untuk berdiam di rumah. Dirinya adalah dokter muda dan suaminya adalah CEO dari perusahaan terpandang, sudah tentu mereka akan jarang bertemu. Selain itu mereka berada di kamar yang terpisah, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

“Setiap akhir pekan kita akan pergi ke rumah kakek. Setidaknya kita harus makan siang atau malam bersama dengan mereka agar mereka tidak curiga,” papar Ren.

“Apa? Setiap akhir pekan?” pekik Kayana tidak percaya.

Lelaki di depannya mengangguk sekilas.

“Untuk isi perjanjian, aku tidak masalah. Hanya saja aku tidak yakin bisa datang tiap akhir pekan. Bagaimana jika disesuaikan dulu dengan jadwalku jaga?” tawar Kayana mengembalikan kertas tersebut pada Ren.

Ren menerima kertas tersebut dan mengambil bolpoin di sebelahnya. Sebenarnya dirinya tidak masalah jika Kayana menolak pertemuan tiap minggu itu, dirinya juga bosan karena ia merasa pertemuan tersebut adalah ajang untuk menginterogasi kehidupan pribadinya. Terlebih sang bibi yang secara terang-terangan tidak menyukainya, pasti ia akan menyerang Kayana karena menganggap gadis itu adalah kelemahan Ren saat ini.

Hubungan Ren dengan adik sang ayah memang tidak baik sejak awal. Bibinya itu memiliki ambisi untuk mengambil hak waris dari tangan Ren sepenuhnya. Perempuan berusia hampir menyentuh kepala lima itu dengan jelas mengatakan jika seharusnya dirinya yang menjadi pewaris. Namun, karena sikap sang bibi yang arogan dan ambisius itu Tuan Tan Darmawan tidak mengizinkan Melissa untuk mewarisi perusahaannya. Di sisi lain, Tuan Tan Darmawan merasa bersalah pada Ren di masa lalu. Sehingga, ia mempersiapkan dan memberikan yang terbaik untuk cucu pertamanya itu.

“Baiklah, aku akan bilang pada asistenku untuk menyesuaikan jadwalku dengan jadwal milikmu. Kalau begitu, silakan tanda tangan di sini.” Ren memberikan bolpoin dan kertas yang ia pegang pada Kayana.

“Lalu, kita harus bertahan sampai kapan? Setidaknya kita harus memperjelas masa kerja sama ini, bukan?” tanya Kayana.

“Setidaknya sampai bibiku benar-benar melepaskan ambisinya,” jawab Ren sekenanya. “Apa kamu memiliki kekasih?” lanjutnya. Ren mengira gadis di depannya ini memiliki kekasih karena gadis itu menanyakan durasi perjanjian pernikahan. Ia masih cukup waras untuk tidak membuat seseorang dalam masalah.

Kayana sedikit tersentak dengan pertanyaan yang dilontarkan Ren. Gadis itu menarik napasnya dalam berusaha mengendalikan dirinya, agaknya pertanyaan yang dilontarkan Ren membuat dirinya teringat kisah kedua orang tuanya. Bagi Kayana yang dibesarkan oleh sang kakek, cinta dan pernikahan adalah hal yang tabu. Dirinya tidak menginginkan kisah cinta ataupun pernikahan karena ia tidak yakin jika cinta selayaknya pasangan yang bahagia karena menikah itu nyata adanya.

“Tidak,” jawabnya singkat.

Ren yang mendengar jawaban Kayana pun mengangguk pertanda mengerti. Selesai merundingkan isi perjanjian yang harus disepakati, akhirnya Ren dan Kayana menandatangani perjanjian tersebut. Pernikahan ini hanyalah pernikahan bisnis yang seharusnya menguntungkan kedua pihak. Setelahnya Ren kemudian bangkit dari kursinya dan berjalan menuju kamarnya.

Laki-laki itu berhenti dan memutar tubuhnya, “Oh ya satu lagi. Jangan berhubungan terlalu dekat dengan Jasmine,” ucapnya memperingatkan.

“Mengapa? Sepertinya ia gadis yang baik.” balas Kayana menatap Ren.

“Turuti saja, saat ini belum waktunya kamu untuk tahu. Selain itu kita tidak tahu isi hati seseorang, ‘kan?” sahut Ren kembali melanjutkan langkahnya meninggalkan Kayana yang penasaran dengan ucapannya.

Selama beberapa saat, Kayana hanya bisa terheran menatap punggung Ren hingga laki-laki itu menghilang di balik pintu kamarnya. Dirinya sedikit kesal dengan jawaban Ren yang terkesan merahasiakan sesuatu. Namun, ia tidak bisa menuntut penjelasan lebih jauh pada sang suami. Gadis itu masih sadar bahwa mereka hanya menikah kontrak, jadi tidak perlu terlalu mencari tahu hal-hal yang berpotensi mengganggunya.

Tak ingin terlalu memusingkan hal tersebut, Kayana kemudian beranjak dari ruang tengah menuju dapur. Setelah selesai membersihkan piring dan gelas yang Ren gunakan tadi, Kayana kemudian berjalan menuju kamarnya. Sama seperti Ren, gadis berambut hitam sebahu itu juga ingin segera merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Hari ini adalah hari yang melelahkan untuknya.

Episodes
1 Bab 1 : Menikah?
2 Bab 2 : Adik sepupu Ren.
3 Bab 3. Malam pertama?
4 Bab 4. CEO Muda
5 Bab 5. Seenaknya sendiri
6 Bab 6. Permintaan Tak Terduga
7 Bab 7. Kisah Secangkir Kopi.
8 Bab 8. Makan Siang Bersama.
9 Bab 9. Aneh.
10 Bab 10. Buah Surga dan Aura Jahat
11 Bab 11. Makan malam.
12 Bab 12. Martin dan Marta.
13 Bab 13. Pertolongan Pertama.
14 Bab 14. Attaraka Yudha.
15 Bab. 15. Si Pengganggu.
16 Bab 16. Suasana IGD.
17 Bab 17. Berubah dan tidak berubah.
18 Bab 18. Jasmine Sakit?
19 Bab 19. Makan Malam Bersama Jasmine
20 Bab 20. Peresmian Gedung Galeri.
21 Bab 21. Pertemuan Dua Lelaki Tampan.
22 Bab 22. Perebutan Gambar Kayana.
23 Bab 23. Suami Kayana?
24 Bab 24. Kue Brownis dan Sorbet
25 Bab 25. Rencana Jahat Melisa
26 Bab 26. Peperangan Dua Gadis Cantik
27 Bab 27. Ciuman Pertama
28 Bab 28. Menunggu Ren Pulang.
29 Bab 29. Jasmine diusir(?)
30 Bab 30. Jasmine dan Ren
31 Bab 31. Perempuan Gila.
32 Bab 32. Ciuman Singkat.
33 Bab 33. Kayana dan Jasmine
34 Bab 34. Pertemuan Jasmine dan Raka
35 Bab 35. Ren Kecelakaan?!
36 Bab 36. Ramuan Raka.
37 Bab 37. Ciuman Ketiga.
38 Bab 38. Eleena Si Gadis Gila.
39 Pengumuman!
40 Bab 39. Pasangan yang cocok?
41 Bab 40. Semakin dekat.
42 Bab 41. Ren Cemburu?
43 Bab. 42. Melisa berulah lagi.
44 Bab 44. Ren Cemburu Lagi.
45 Pengumuman Libur.
46 Bab 44. Membaiknya Hubungan Kakak Adik.
47 Bab 45. Api Cemburu Semakin Berkorbar.
48 Bab 46. Mulai membaik
49 Bab 47. White Wine
50 Bab 48. Titik terang pertama
51 Bab 49. Sadar akan perasaan masing-masing?
52 Bab 50. Jasmine semakin menjadi.
53 Bab 51. Pengakuan.
54 Bab 52. Tamat
55 Karya Baru
Episodes

Updated 55 Episodes

1
Bab 1 : Menikah?
2
Bab 2 : Adik sepupu Ren.
3
Bab 3. Malam pertama?
4
Bab 4. CEO Muda
5
Bab 5. Seenaknya sendiri
6
Bab 6. Permintaan Tak Terduga
7
Bab 7. Kisah Secangkir Kopi.
8
Bab 8. Makan Siang Bersama.
9
Bab 9. Aneh.
10
Bab 10. Buah Surga dan Aura Jahat
11
Bab 11. Makan malam.
12
Bab 12. Martin dan Marta.
13
Bab 13. Pertolongan Pertama.
14
Bab 14. Attaraka Yudha.
15
Bab. 15. Si Pengganggu.
16
Bab 16. Suasana IGD.
17
Bab 17. Berubah dan tidak berubah.
18
Bab 18. Jasmine Sakit?
19
Bab 19. Makan Malam Bersama Jasmine
20
Bab 20. Peresmian Gedung Galeri.
21
Bab 21. Pertemuan Dua Lelaki Tampan.
22
Bab 22. Perebutan Gambar Kayana.
23
Bab 23. Suami Kayana?
24
Bab 24. Kue Brownis dan Sorbet
25
Bab 25. Rencana Jahat Melisa
26
Bab 26. Peperangan Dua Gadis Cantik
27
Bab 27. Ciuman Pertama
28
Bab 28. Menunggu Ren Pulang.
29
Bab 29. Jasmine diusir(?)
30
Bab 30. Jasmine dan Ren
31
Bab 31. Perempuan Gila.
32
Bab 32. Ciuman Singkat.
33
Bab 33. Kayana dan Jasmine
34
Bab 34. Pertemuan Jasmine dan Raka
35
Bab 35. Ren Kecelakaan?!
36
Bab 36. Ramuan Raka.
37
Bab 37. Ciuman Ketiga.
38
Bab 38. Eleena Si Gadis Gila.
39
Pengumuman!
40
Bab 39. Pasangan yang cocok?
41
Bab 40. Semakin dekat.
42
Bab 41. Ren Cemburu?
43
Bab. 42. Melisa berulah lagi.
44
Bab 44. Ren Cemburu Lagi.
45
Pengumuman Libur.
46
Bab 44. Membaiknya Hubungan Kakak Adik.
47
Bab 45. Api Cemburu Semakin Berkorbar.
48
Bab 46. Mulai membaik
49
Bab 47. White Wine
50
Bab 48. Titik terang pertama
51
Bab 49. Sadar akan perasaan masing-masing?
52
Bab 50. Jasmine semakin menjadi.
53
Bab 51. Pengakuan.
54
Bab 52. Tamat
55
Karya Baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!