[Arc 1] Senandung Kematian part 1

Ibukota Kekaisaran—Salianburg merupakan Kota tertua di negeri ini. Di sinilah awal bangsa Salian membangun negeri mereka lalu memperluas daerah kekuasaannya sampai menjadi negeri terbesar yang ada di Benua Rutenia.

Bangunan tinggi menghiasi kota, terlihat jalanan di Kota ini sangat bersih dan rata tidak seperti Kota lainnya yang pernah Zolta kunjungi. Dia kemudian mendengar beberapa bunyi bel yang nyaring terdengar di telinga, menandakan waktu telah memasuki pertengahan hari.

Zolta melihat sebuah menara jam besar menjulang tinggi melebihi bangunan-bangunan yang ada di sekitarnya. Menara ini adalah salah satu Landmark ibukota yang paling terkenal—Menara jam Big Bren.

Terdapat sebuah sungai besar yang melewati Kota Salianburg, membuat pemerintah kota membangun sebuah dermaga dan jembatan besar untuk mempermudah proses transportasi di Ibukota.

...Author Note : Salianburg — Ibukota Kekaisaran...

setelah beberapa menit berjalan, Zolta kemudian telah sampai di pintu gerbang utama Akademi. Dua orang penjaga gerbang kemudian menghampirinya. "Apa yang kau perlukan di sini, Hunter?"

"Aku ingin menemui Yuria di Cannosa."

Setelah Zolta menyebut nama temannya itu, tiba-tiba raut wajah kedua penjaga itu berubah seperti telah mengalami kejadian yang sama sebelumnya.

"Apakah kau sudah melakukan perjanjian untuk bertemu dengan Lady Yuria?"

Merespon pertanyaan penjaga itu, Zolta hanya menggelengkan kepalanya. Kedua penjaga itu kemudian menghela nafas, seperti sudah tahu respon Zolta terhadap pertanyaan.

"Lady Yuria merupakan Penyihir yang paling populer di Kekaisaran. Selain parasnya yang cantik, dia juga memiliki bakat sihir paling hebat diantara para penyihir muda lainnya! Bahkan Grand Master Wilhelm mengangkatnya menjadi seorang Master Menara tahun lalu di umurnya yang masih 21 tahun!" terang penjaga itu terlihat bersemangat. Sepertinya mereka adalah salah satu penggemar dari Yuria.

Kurasa terakhir Aku bertemu dengannya, dia hanya masih memiliki posisi sebagai penyihir Senior.

"Pergilah dari sini, Hunter. Jangan membuang waktu kami di sini," ujar salah satu penjaga.

Zolta kemudian mengambil dua keping Koin Silver dari kantungnya lalu melemparnya ke penjaga itu. "Bolehkah Aku masuk ke area Akademi? Aku hanya akan berdiam diri di area taman saja dan tidak melakukan hal-hal yang mencurigakan."

"I-itu tidak bisa kau tahu, sudah menjadi kewajiban ka—" Suara penjaga itu tertahan, Zolta melempar dua Koin Silver tambahan kepada kedua penjaga itu.

"Silahkan masuk, Tuan! Jika ada yang bisa kami bantu, Anda bisa tanyakan apapun pada kami!" seru keduanya seraya mempersilahkan Zolta memasuki gerbang Akademi.

Zolta mulai berjalan menuju ke area taman. Terlihat bangunan-bangunan megah yang berdiri di Akademi Zhurigau. Tempat ini merupakan dimana para orang-orang paling terpelajar dan berpengetahuan berkumpul dan mengungkap misteri dunia.

Menara Sihir merupakan tempat dimana para penyihir di latih dan melakukan eksperimen mereka. Terdapat total 10 menara sihir di Akademi Zhurigau dan setiap menara dipimpin oleh seorang Penyihir yang memiliki posisi Master.

Setelah sampai di area taman, Zolta kemudian duduk bersandar di sebuah pohon untuk berlindung dari terik matahari. Dia memutuskan untuk menunggu seperti biasanya dari pada harus mencari Yuria di tempat sebesar ini.

Zolta mengetahui Yuria akan selalu berada di taman untuk menjernihkan pikirannya dari segala urusan penyihir.

Zolta melepaskan topinya lalu merilekskan badannya untuk beristirahat sejenak. Dia memejamkan matanya dan tidak lama kemudian, dia pun tertidur.

.

.

.

Zolta mengedip-edipkan matanya, dia terbangun dari tidurnya karena mendengar sebuah senandung Lullaby.

Sebuah aroma parfum yang cukup familiar tercium oleh hidup Zolta, di atas wajahnya, dia melihat seorang wanita cantik sedang tersenyum menggoda ke arahnya.

Rambut hitam kebiruan selembut sutera menggelitik wajahnya. Tangan wanita itu kemudian memegang wajah Zolta, mengusap-usapnya secara perlahan membuatnya serasa ingin kembali terlelap.

Zolta baru menyadari ternyata dirinya sedang tidur di paha seorang wanita.

"Yuria... Apa yang sedang kau lakukan?"

"Tentu saja memanjakanmu," jawab Yuria yang terlihat tidak terganggu dengan ekspresi Zolta yang sedikit sebal padanya.

Zolta kemudian bangun dari paha Yuria, memasang kembali topinya lalu berkata, "aku ada perlu sesuatu denganmu, bisakah kita cari tempat yang lebih tertutup untuk membicarakannya."

"Fufufu... setelah tidak bertemu satu tahun lebih denganku, kau jadi lebih agresif rupanya dan ingin membawaku ke tempat sepi berdua saja. Zolta, kau mesum," goda Yuria seraya tertawa nakal padanya.

Mendengar perkataan temannya itu, membuat ekspresi Zolta semakin cemberut. Dia kemudian menghela nafasnya lalu mencoba untuk tersenyum. "Hai, Yuria. Lama tidak bertemu."

"Nah, seperti itulah seharusnya seorang pria menyapa wanita cantik sepertiku, kau tahu."

Ughh... Menjadi seorang Master tidak membuat sifat narsisnya itu hilang, kah?

"Baiklah, mari kita pergi ke ruanganku," ajak Yuria seraya menawarkan tangannya kepada Zolta.

Mengapa dia selalu saja seperti ini? Apakah dia tidak khawatir tentang pandangan orang lain terhadapnya?

Dia kemudian meraih tangan Yuria lalu mmerek mulai berjalan menuju menara sihir tempat Yuria tinggal sambil bergandengan tangan.

"Hey, lihat! Bukankah itu Master Yuria! Kuhhh— seperti biasa, dia selalu terlihat cantik dan elegan!"

"Hey, apa kau tahu siapa pria yang sedang berjalan berdampingan bersamanya itu!?"

Mendengar bisikan para pelajar di Akademi membuat Zolta sedikit gugup. Dia tidak terbiasa menjadi pusat perhatian di tempat umum.

Melihat reaksi Zolta yang terganggu membuat Yuria ingin semakin menggodanya. Dia kemudian menyenderkan kepalanya pada bahu Zolta layaknya sepasang kekasih.

"Heee~ Kau memiliki aroma wanita lain di tubuhmu, Zolta," kata Yuria dengan nada dingin.

Entah mengapa, mendengar nada suara Yuria yang dingin seperti itu membuat tubuh Zolta merinding.

"A-apa maksudmu, Yuria?" tanya Zolta kebingungan dengan perubahan sikap Yuria yang tiba-tiba.

"Ah... Aku tahu aroma siapa yang menempel pada pakaianmu ini." Yuria kemudian mulai memeluk tangan Zolta lebih erat. "Tidak masalah, Aku akan meggantikan aroma wanita itu dengan milikku fufufu~"

Zolta hanya pasrah saja melihat Yuria yang memiliki sikap kekanak-kanakan seperti Luna.

Sungguh, mengapa semua teman wanitaku memiliki kepribadian yang aneh semua?

Zolta dan Yuria kemudian memasuki menara sihir, terlihat beberapa pelajar menyapa dan membungkuk kepada Yuria sebagai bentuk penghormatan terhadap penyihir tingkat Master.

Mereka berdua menaiki sebuah tangga lalu memasuki ruangan yang cukup besar untuk bisa ditinggali oleh satu keluarga. Terdapat tempat tidur, kamar mandi, rak buku dan fasilitas lainnya yang diberikan kepada Yuria.

"Duduklah terlebih dahulu, Aku akan membuatkan teh."

Zolta duduk di kursi, kemudian melihat Yuria tengah memegang sebuah teko di tangannya lalu menaruhnya di meja. Dia kemudian menjentikkan jarinya, lalu munculah sebuah kepulan asap dari lubang teko tersebut.

Yuria menggunakan sihirnya untuk menghangatkan teh yang ada di dalam teko tersebut.

Seorang penyihir merupakan manusia langka yang diberkahi untuk mengendalikan elemen alam yang ada di dunia ini.

Dikatakan hanya satu dari sepuluh ribu orang yang terlahir dengan bakat sihir. Itu sebabnya seluruh negeri di benua Rutenia membangun menara sihir untuk mengembangkan para penyihir demi kepentingan negeri mereka.

...Author Note : Yuria di Canossa...

Setelah menuangkan tehnya, Yuria kemudian duduk lalu menyeruput segelas teh yang ada di tangannya. "Jadi, apa yang kau inginkan dariku kali ini, Zolta?"

Zolta kemudian mengeluarkan serpihan batu kristal yang dia temukan di Desa Edoin dan botol yang berisi cairan berwarna biru yang dia dapatkan setelah mengalahkan Aileen kepada Yuria.

"Aku ingin kau mencari tahu segala hal tentang kedua benda ini," ucap Zolta yang nada bicaranya menjadi serius kali ini. Dia lalu menceritakan tentang penemuannya mengenai perubahan Sefina dan beberapa warga Kota Danzig yang hilang menjadi sesosok monster.

"Begitu, kah...?" Yuria memegang dagunya terlihat sedang memikirkan sesuatu. "Baiklah, Aku akan menelitinya untukmu. Akan tetapi, ada sebuah bayaran untuk jasaku ini kau tahu."

Zolta menyeruput teh yang dibuat oleh Yuria sebelum melihat senyuman nakal yang biasa dia berikan padanya. "Apa yang kau inginkan sebagai bayarannya, Yuria?"

"Hmm... Bagaimana kalau menikahiku."

"Pfftt!"

Mendengar ucapan Yuria membuat Zolta tersedak teh yang dia minum.

"Jangan bercanda Yuria, Aku tidak ingin menjadi penyebab mulainya perang Dunia kedua dengan menikahimu!" seru Zolta terlihat kesal dengan permintaan nyeleneh temannya itu.

Sebenarnya, respon Zolta mengenai perang Dunia itu tidaklah berlebihan.

Yuria di Canossa adalah seorang Putri dari Presiden Republik Malta yang sekarang—Viletto di Canossa. Rumor mengatakan, terjalinnya hubungan kerja sama antara Kekaisaran Salian dengan Republik Malta disebabkan karena pertunangan antara Pangeran Reinhard dengan Yuria sebagai simbol persahabatan antara kedua negeri.

Oleh karena itulah perkataan Yuria tadi bisa menimbulkan sebuah konflik dari dua negara tersebut.

"Kasar sekali, kau ini," ketus Yuria terlihat kesal melihat respon Zolta. "Mengenai pertunanganku dengan Sang Pangeran masih dalam tahap pembicaraan petinggi pemerintahan."

Hey, apakah kau yakin memberitahukan hal ini kepada orang asing sepertiku?

Sejujurnya, Zolta sebagai seorang Hunter tidak tertarik dengan masalah politik yang terjadi di negeri-negeri yang ada di benua Rutenia. Mencampuri urusan politik sebuah negeri hanya akan membuat Hunter dibenci oleh para petinggi negeri-negeri itu.

"Terserahlah, Aku akan meminta bayaran jika penelitianku mengenai dua benda yang kau bawa ini sudah membuahkan hasil."

"Baiklah. Terima kasih, Yuria."

.

.

.

Tidak terasa malam pun telah tiba. Setelah menemui Yuria, Zolta kemudian pergi ke sebuah kedai minuman untuk mencari tempat untuk menginap dan mengisi perutnya.

Sebelumnya, Yuria menawarkan Zolta untuk tidur di kamarnya. Akan tetapi, dia menolak tawarannya karena takut apa yang akan dilakukan temannya itu ketika dia sedang tidur.

"Well, well, well...Lihat siapa yang ada di sini."

Zolta menaruh gelasnya karena mendengar sebuah suara yang cukup familiar.

Dia pun berbalik lalu mendapati seorang pria berusia 30an awal mengenakan setelan Patrol Guard. Dilihat dari lencananya, dia adalah seorang Wakil Kapten. Wajahnya nampak suram seperti sedang mengalami hari yang buruk.

"Apa yang sedang kau lakukan di Kota ini, Hunter." Dia berjalan perlahan mendekati Zolta.

"Seperti yang kau lihat, mencoba bir ibukota yang terkenal paling nikmat di seluruh Kekaisaran." Zolta menaruh gelasnya lalu berdiri.

"Hee~Kau sudah ketinggalan informasi. Sekarang minuman di ibukota sudah menjadi yang terbaik di seluruh benua ini!"

Zolta dan pria itu mengangkat tangannya hendak melakukan sesuatu.

-Plak!

Mereka kemudian saling berjabat tangan.

"Kemana saja kau, bocah tengik!" ucapnya sambil meremas tangan Zolta.

"Well... Seperti biasa kau tahu, memburu monster, mengungkap misteri dan mengacau di berbagai tempat."

Pria ini adalah Brian—sahabat Zolta yang sudah dia kenal sedari remaja. Dahulu, ketika Zolta sedang memburu monster pertamanya, dia di bantu oleh seorang Patrol Guard muda yang kebetulan sedang berpatroli di area Zolta berburu.

"Owner! Berikan kami dia botol wine untuk merayakan kembalinya The Silent Crow! " seru Brian terlihat mulai moodnya mulai membaik.

"Kau terlihat stress sebelumnya Brian, apakah ada masalah mengenai pekerjaanmu?" tanya Zolta yang mulai menyeruput segelas wine yang baru saja Sang Owner tuangkan.

"Kau benar." Brian meneguk habis segelas wine sekaligus. "Sedang terjadi kasus pembunuhan berantai yang terjadi akhir-akhir ini di ibukota."

Brian kemudian menjelaskan tentang kasus yang sedang dia selidiki kepada Zolta.

Menurut keterangannya, sudah 15 mayat yang ditemukan. Akan tetapi, dari setiap mayat yang ditemukan, beberapa organ dalam mereka seperti hati dan jantung menghilang dari tubuh mayat-mayat ini.

"Para pelaku pasar gelap, kah?" gumam Zolta mencoba menerka-nerka dalang dari pembunuhan berantai ini.

"Hey Zolta, kebetulan kau sedang ada di sini. Maukah kau menyelidikinya untuk memastikan ini bukan ulah dari seekor monster atau makhluk aneh lainnya."

"Baiklah."

Zolta kemudian mengeluarkan secarik kertas lalu menulis kontrak yang akan dia buat. "Permintaan ini atas nama Patrol Guard apa dirimu sendiri, Brian?"

"Tentu saja atas nama Patrol Guard," jawab Brian yang kemudian mendekati telinga Zolta. "Psttt... untuk hadiahnya, bisakah kau menguranginya kau tahu... Harga teman hehehe... " tawar Brian.

"Ughh... Baiklah, bayarannya adalah Wine paling mahal yang ada di Ibukota, kau setuju?"

"Setuju!"

***

Di sebuah tempat tersembunyi, dimana para Patrol Guard tidak akan mencurigai Sang Pelaku pembunuhan berantai menyimpan organ yang hilang dari korban mereka. Dua orang Pria tengah membicarakan sebuah hal yang tabu.

"Maafkan Aku, Dokter. Aku terpaksa membunuh wanita itu karena takut rahasia kita terbongkar," ucap salah satu Pria tertunduk.

"Tidak apa-apa, apa yang kita lakukan ini tidak lama lagi pasti diketahui oleh mereka." Sang Dokter terlihat sedang membedah organ-organ yang sebelumnya pria itu kumpulkan. "Tinggal satu mayat lagi agar ritual pengorbanannya dapat kembali bekerja," gumamnya.

Sebenarnya, Apa yang direncanakan oleh Sang Dokter? Apa hubungannya dengan kasus pembunuhan di ibukota? Siapakah identitas asli dari Sang Dokter?

"Baiklah." Sang Dokter memperlihatkan sebuah senyuman sadis kontras dengan wajahnya yang lugu. "Ini saatnya Aku harus mempersiapkan diri untuk momen penting besok malam."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!