Pecinta tanaman

Tawon-tawon itu berkumpul di satu titik, seolah sedang bersiap-siap untuk melakukan serangan besar pada dua orang yang tidak salah apa-apa itu.

"LARIIIIII!!!!" Teriak Rayan dan Alex dengan kencang dan serempak, mereka berdua lari dengan kecepatan super yang selama ini terpendam.

Di tengah-tengah pelarian itu, Alex menyarankan sesuatu yang tak masuk akal.

"Menuju kolam renang Ray! Kita harus tenggelam!" Ujarnya dengan berteriak, masih dengan larian supernya.

"Kau ngomong apa sih? Kalau mau mati jangan ngajak-ngajak, pergi aja sendiri! Dan lagi aku gak bisa renang! Jadi aku tak akan mengikuti saranmu!" Balas Rayan di sela-sela lariannya.

Alhasil mereka berdua pun terpisah karna beda tujuan, Alex ke kiri dan Rayan ke kanan, parahnya tawon itu juga membagi timnya menjadi 2 regu.

Rayan terlihat berlarian mengelilingi sekolah sambil membawa tawon di belakangnya, anehnya momen itu malah terlihat lucu di mata murid-murid yang melihatnya.

"Sepertinya kau sedikit berlebihan, Aina." Ujar Indra di ruangannya. Melihat Rayan berlari di halaman sekolah.

"Jangan khawatir, aku sudah memerintahkan para tawon itu untuk tak melukai Rayan ataupun Alex, jadi-" Aina tersentak sebelum menyelesaikan perkataannya. Hal itu menimbulkan ekspresi penasaran bercampur rasa panik di wajah Indra.

Merasa koneksinya dengan sebagian tawon terputus secara tiba-tiba. Aina hanya memikirkan satu alasan mengapa hal itu bisa terjadi. "Indra! Para tawon yang bersama Rayan, sepertinya mereka semua mati! Aku tak dapat terhubung kembali dengan para tawon itu!"

Dia tak tahu pasti apa yang terjadi pada tawonnya yang sedang meneror Rayan karna tak melihat secara langsung, jadi ia hanya dapat menerka-nerka kalau kematian para tawon itu ada campur tangan dari kekuatan Rayan.

Indra beranjak dari duduknya.

"Dimana lokasi terakhir para tawon itu mati? Mungkin Rayan masih di tempat itu, kita harus melihatnya, apakah dia menggunakan kekuatannya secara sadar atau kekuatan itulah yang melindunginya tanpa ia sadar?" Ujarnya berjalan keluar dari ruang osis dengan terburu-buru. Di ikuti oleh Aina juga.

...----------------...

*Di sisi lain...

Rayan masih diam di tempatnya, menatap bingung para tawon yang sudah terpotong menjadi beberapa bagian di sekitarnya.

"Bagaimana bisa jadi seperti itu? Apa di sini ada Superhuman seperti orang-orang yang mengambil kakak dulu?" Pikir Rayan mewaspadai sekitarnya. Ekspresinya tampak takut dan kebingungan.

Ia pun menjadi panik.

"Apakah orang-orang itu tau aku ada disini? Bagaimana jika mereka memang tau dan sedang berusaha untuk melenyapkanku? seperti ayah dan ibuku dulu..."

Dan di tengah kepanikan itu, dia telah memikirkan suatu kemungkinan. "Tidak! Bagaimana jika akulah yang membunuh para tawon itu? Apa mungkin aku-"

"Rayan?"

Sebuah panggilan membuat Rayan tersentak di tempatnya. Ia melihat ke arah datangnya suara yang memanggilnya. Pada saat itu ia melihat Indra dan Aina yang berjalan menghampirinya. "Ketua?"

"Apa kau baik baik saja? Aku melihatmu di kejar-kejar oleh banyak tawon, jadi aku buru-buru menyusulmu. Di mana tawonnya?" Tanya Indra dengan maksud dan tujuan lain.

"Aku...tidak tau. Saat aku membuka mata, mereka semua sudah menjadi seperti itu." Rayan mengalihkan pandangannya ke bawah untuk menunjukan kondisi para tawon tersebut.

"Syukurlah, yang penting kau baik-baik saja. Lalu dimana Alex? Apa dia juga di serang para tawon?" Tanya Indra penasaran. Wajahnya nampak memandang dengan kekhawatiran. Rayan masih dalam kondisi terkejut, jadi ekspresinya terlihat seperti orang linglung.

"Iya. Dia bilang dia akan tenggelam, jadi mungkin dia ada di kolam renang sekarang" jawab Rayan seadanya. Ia masih mencerna apa yang baru terjadi.

Indra nampak memaklumi kondisi Rayan yang seperti itu. Memang perlu waktu untuk Rayan benar-benar mengerti keadaannya. Apalagi jika itu berhubungan dengan Superhuman.

"Baiklah! Terimakasih atas kerjanya. Kau sudah bekerja keras! Istirahatlah dulu." Indra melenggang pergi setelah menepuk singkat bahu Rayan guna menenangkannya.

"Oh! Jangan lupa untuk mengecek kolam renangnya. Selagi raga belum mengambang. Nyawa masih bisa di selamatkan." Celetuk Indra dengan santai di sela-sela langkahnya. Perkataan itu membuat Rayan menyadari sesuatu.

"Hah?! Gak mungkin! Jangan-jangan Alex gak bisa berenang?!"

...----------------...

*Lingkungan taman sekolah...

Terlihat murid-murid kelas 10 J tengah melakukan kegiatan bersih-bersih. Ini terjadi karna para murid melakukan banyak pelanggaran. Terkecuali Rayan, tapi tetap saja ia ikutan di hukum karna kena getah dari kelakuan teman sekelasnya.

"Alex! Jangan cuma tiduran di rumput aja! Bantuin! Ini sampahnya masih banyak lho" keluh Rayan dengan kesal.

"Males ah! Bukan gua yang buang ngapa jadi gua yang bersihin?" Ketus Alex mengganti posisi tidurnya menjadi menyamping.

"Hei! Kebersihan itu tanggung jawab bersama!" Protes Rayan masih kesal.

"Terus kau pikir berandalan dan pembuat onar ini ada rasa tanggung jawabnya gitu?" Alex bersikap acuh tak acuh.

"Cih! Gelar doang OSIS. Tanggung jawabnya gak ada. Chuakkks~" sindir Rayan.

Alex tersentak di tempatnya. Ia pun bangkit dari tidurnya. "Yaudah sini gue bantu angkatin sampahnya!" Ujarnya dengan ekspresi kesal. Gerakannya terlihat tak ikhlas saat mengangkat sampah.

"Nah gitu dong~ rajin." Goda Rayan yang malah mendapat tatapan tajam dari Alex. Ia pun membuang muka di depan Rayan.

"Eh! Ngomong-ngomong, semak-semak ini gak di cabutin sekalian? Kayaknya mengganggu keindahan taman gak sih?" Rayan bersiap untuk mencabut tanaman liar tersebut.

Tapi aksinya harus terhenti karna ada seseorang yang meneriakinya agar tak mencabut tanaman liar itu.

"Hei! Kau gak tau peraturan di sekolah ini ya? Bukankah sekolah melarang untuk merusak tanaman sembarangan? Kecuali itu dapat membahayakan keselamatan." Ujar seorang siswa dengan amarahnya.

"Maaf kak. Aku gak tau kalau ada aturan seperti itu." Rayan berujar dengan rasa bersalah.

"Gak tau? Siapa namamu? Bisa-bisanya kau gak tau?" Tanya siswa itu masih marah.

"Rayan kak, Rayan dari kelas 10-J"

Siswa itu nampak membelalakan matanya.

"Ooooo! Jadi kau yang namanya Rayan!" Nada bicara dan ekspresi wajahnya berubah total menjadi sangat bersahabat. "Karna kau murid baru jadi akan ku maafkan untuk yang satu ini."

"Eh? A.... iya kak." Rayan membalas dengan canggung.

"Ngomong-ngomong, kenapa sekolah ini melarang keras adanya perusakan alam? Bahkan jika itu rumput atau semak liar sekalipun. Bukankah jenis tumbuhan itu tidak di perlukan dan hanya merusak pemandangan?" Tanya Rayan penasaran,

Siswa itu melirik Rayan dengan tatapan menelisik. "Jika kau manusia sampah tidak berguna dan hanya mengganggu penglihatan orang. Apakah kau setuju jika dirimu di buang atau di singkirkan padahal kau hidup dan bernyawa?"

Rayan terkejut dan kebingungan di waktu yang sama. Ia tak menyangka akan mendapatkan pertanyaan seperti itu. Perlu beberapa detik untuknya menjawab pertanyaan yang tiba-tiba itu.

"Lupakan. Mari kita kenalan dulu, namaku Archie Raventes, osis divisi 2." Ujar siswa bernama Archie itu, bermaksud mengalihkan topik.

"Alasan kenapa di sekolah ini melarang keras adanya perusakan tanaman adalah karna permintaan dariku. Di dukung orang dalam juga untuk mewujudkan permintaan itu sih."

"Tapi lupakan alasan itu! Karna alasan lain adanya pelarangan itu adalah aku yang seorang pecinta tanaman." Archie berujar dengan membanggakan dirinya.

"Haaaaaah?" Rayan merespon dengan ekspresi yang sulit di jelaskan saking tidak masuk akalnya alasan itu.

"Percaya atau tidak, aku bisa mendengar suara tumbuhan ketika mereka berbicara."

Rayan jelas tak bisa mempercayai perkataan itu. Hanya saja ia memilih untuk diam demi menghormati orang yang berbicara padanya meskipun yang di bicarakan mungkin terdengar seperti omong kosong, tapi Rayan tak ingin menyinggung apa pun yang ada dalam diri lawan bicaranya.

Saat keduanya sedang berbicara, Archie tiba-tiba saja berlutut di rerumputan, ia menangis sesenggukan. Hal itu tentu membuat Rayan panik, apalagi mereka cuma berdua di sana dan ekspresi Archie tidak terlihat seperti di buat-buat.

"Kak! Kau kenapa?! Apa yang terjadi? Kenapa kau menangis histeris begitu?! Hei!" Rentetan pertanyaan keluar begitu saja dari mulut Rayan karna ia bingung harus berbuat apa.

Tapi tak berselang lama ada seorang siswi yang baru lewat dan langsung menghampiri tempatnya berada. "Astagah kak Archie!"

Saat siswi itu menyentuh Archie, kondisi Archie terlihat sudah lebih tenang. Hanya terlihat bekas air mata di wajahnya, tanda bahwa ia baru saja menangis brutal.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!