...~•Happy Reading•~...
Enni melihat kakaknya dengan serius dan berpikir, dengan perubahan sikap dan cara berpikir kakaknya yang dia tahu dan kenal. Kakaknya orang yang pintar, mengapa tidak bisa melihat sikap Bargani yang kurang baik sebagai pria baik-baik.
"Emang bisa, Mba. Jika ada teman kuliah yang naksir Enni bisa mundur, karena pikir Enni sudah punya pacar. Padahal yang datang jemput, itu pacar Mba Nes." Enni melakukan protes dengan cara demikian, agar kakaknya bisa terbuka pikiran dengan memikirkan kondisi yang terjadi.
"Biar Kak Gani antar jemput Mba Nes saja. Kalau Enni dan Acel, ngga usah. Kami sudah biasa lakukan ini sendiri dengan cara kami. Ooh iya, tadi Enni sudah minta trima kasih, Mba." Enni pergunakan kesempatan untuk mengingatkan kakaknya, agar dia tidak perlu menghindar lagi dari Bargani.
Setelah berbicara dengan kakaknya, Enni merasa sedikit lega. Namun semua yang dilakukan untuk menghindari Bargani tetap dia lakukan. Baik itu di rumah atau di kampus. Enni juga jarang keluar rumah, jika tidak terlalu urgent.
Sedangkan Nestri yang berbicara dengan Bargani, tidak berpengaruh padanya. Dia katakan hanya kebetulan lewat kampus Enni dan melihatnya ada berdiri di depan kampus jadi mengajaknya untuk pulang. Nestri juga merasa sedikit lega, karena Enni sudah seperti sebelumnya, tanpa banyak keluhan.
...~▪︎▪︎▪︎~...
Hari berganti hari, minggu berganti minggu, tanpa terasa tujuh bulan telah berlalu dari pertemuan pertama Bargani dengan Enni. Dia menahan diri untuk tidak bertemu dengan Enni, karena ditugaskan keluar kota.
Walaupun Bargani tidak pernah antar atau jemput Nestri ke rumah lagi, tapi Enni tahu itu disebabkan Bargani sedang ditugaskan keluar daerah. Sehingga dia tidak pernah mengendor kewaspadaannya. Sikap Bargani terhadapnya tidak bisa hilang dari benaknya.
Seperti hari ini, Enni yang sudah selesai kuliah, tidak langsung keluar dari kampus. Dia selalu menunggu dan melihat di depan kampus, baru keluar menunggu angkot yang lewat untuk pulang ke rumah.
Saat melihat Bargani sedang berada di depan kampus dan berbicara dengan seorang mahasiswa dan kemudian mahasiswa tersebut, menunjuk ke arah dalam kampus, Enni mulai curiga. Dia tidak jadi keluar dari kampus, tapi terus memperhatikan Bargani dari jauh. Melihat cara dia menunggu, Enni jadi berpikir. 'Pacar kakaknya bukan sedang menunggu mahasiswa lain di kampus, tapi dirinya.'
Enni berjalan cepat kembali ke tempat teman-temannya yang masih mengobrol. "Jerry, sudah mau pulang belum?" Tanya Enni, membuat Jerry terkejut. Enni tahu, diam-diam Jerry menyukainya. Jadi dia pasti akan membantunya, karena dari teman kampus yang mungkin menyukainya, hanya Jerry yang menunjukan bahwa dia menyukai Enni.
"Belum, sih. Ada apa?" Tanya Jerry yang sudah berdiri meninggalkan teman-temannya, lalu mendekati Enni.
"Oh, kira sudah mau pulang. Aku mau minta tolong antar ke perpus." Jawab Enni, karena dia mau ke perpustakaan untuk membaca di sana, sambil menunggu kakaknya pulang kantor, baru dia pulang ke rumah.
"Ooh, ok. Aku antar. Tapi tunggu sebentar, ya. Aku pinjam helm, dulu." Jerry berkata lalu kembali ke tempat teman-temannya untuk pinjam helm, karena dia tidak membawa helm cadangan.
Bagi Jerry, dia bagai mendapat durian runtuh, Enni minta dia yang mengantar. Padahal ada teman lain yang bersorak girang, jika bisa antar Enni. Jerry lakukan dengan senang hati, sebab ini adalah sinyal bagus untuknya bisa mendekati Enni.
^^^Tidak lama kemudian, Jerry kembali dengan temannya lalu mengajak Enni ke tempat parkir motor untuk mengambil helm cadangan temannya yang dipinjam Jerry untuk Enni.^^^
Saat keluar dari kampus, Enni tidak melihat ke arah Bargani, seakan-akan tidak tahu sedang ditunggu. Begitu juga dengan Jerry, mengendarai motornya dengan santai dan hati senang. Sebab dia tidak tahu bahwa Enni sedang dijemput. Jerry hanya tahu, mereka akan ke perpustakaan.
Ketika melihat Enni keluar berboncengan dengan seorang pria, Bargani jadi meradang. Dia terus mengikuti motor yang dikendarai Jerry untuk mengetahui tempat tujuan mereka.
Setelah melihat motor Jerry masuk ke perpustakaan, Bargani segera memacu motornya kembali ke kantor. Dia mulai berpikir dan mengatur strategi, agar tidak kehilangan kesempatan untuk mendekati Enni.
Setelah dapat ide yang cemerlang menurutnya, Bargani segera ke bank menemui Nestri. Saat keluar dari bank, Nestri tersenyum senang melihat Bargani sudah menjemputnya.
(Untuk tahun ini, ponsel belum dimiliki oleh semua orang seperti sekarang. Komunikasi kebanyakan lewat telpon kantor, atau telpon rumah)
"Mas sudah kembali?" Tanya Nestri dengan hati senang, yang tidak bisa disembunyikan.
"Iya. Belum lama kembali. Ayo, kita pergi minum sebelum pulang. Ada yang mau aku bicarakan denganmu." Ucap Bargani sambil menyerahkan helm cadangan pada Nestri.
"Begini, sekarang aku sering tugas ke luar daerah. Jadi mari kita menikah." Bargani berkata saat mereka sudah duduk minum, membuat Nestri hampir tersedak minuman jeruk pesanannya.
"Mas sedang melamarku? Serius...?" Tanya Nestri seteleh mengatasi rasa terkejutnya. Dia tidak menyangka Bargani begitu cepat mau mengajaknya menikah. Sebab selama mereka pacaran lebih dari setahun, Bargani tidak menunjukan atau bicara ke arah itu.
"Iya. Serius. Kau bicara dengan Ayahmu, nanti aku datang ke rumah untuk bicara dengannya. Secepatnya." Ucap Bargani tegas dan serius.
"Tapi kita belum punya uang yang cukup untuk adakan pesta." Jawab Nestri yang mengingat keuangannya dan juga Bargani yang sering katakan padanya, masih menangani kasus, agar punya uang tambahan.
"Ngga usah adakan pesta. Sederhana saja, yang penting sudah nikah. Kau mau kita lakukan begituan terus di tempat itu?" Bargani berkata cepat, agar Nestri bisa menyetujui tanpa banyak bertanya atau ragu.
"Baiklah... pulang nanti aku bicara dengan adek dan temui Ayah. Yang penting, Mas sudah serius. Jangan sampai aku sudah bicara dengan keluarga, Mas berubah pikiran." Nestri meyakinkan, agar Bargani tidak berubah pikiran.
"Iya. Bicarakan saja. Karna tidak ada pesta-pestaan, kita lakukan secepatnya setelah aku bicara dengan Ayahmu." Bargani berkata lagi, agar Nestri tidak ragu-ragu untuk bicara dengan keluarganya.
Berbagai rasa yang dirasakan Nestri saat duduk di boncengan Bargani saat pulang ke rumah. Dia mau senang, tapi juga ada rasa panik. Semuanya terlalu cepat dan tidak ada sinyal apa-apa sebelum ini, bahwa mereka akan menikah dalam waktu yang begitu cepat.
"Mas, ngga mampir dulu?" Tanya Nestri, melihat Baagani tidak mematikan mesin motor dan juga tidak melepaskan helm nya. Nestri berharap Bargani mau mampir dan mungkin bisa bicara dengan adik-adiknya.
"Lain kali saja. Kau bicara dulu dengan keluargamu." Bargani masih kesal terhadap Enni, jadi dia tidak mau berbicara dengannya. Dia khawatir tidak bisa mengontrol emosinya di depan Enni.
"Acel, Mba Enni sudah pulang?" Tanya Nestri yang melihat adiknya baru keluar dari kamar.
"Sudah, Mba. Itu masih di dapur, mau bikin minum buat kami." Jawab Acel, sambil menunjuk ke dapur.
"Jangan keluar, ya, Dek. Mba mau bicara dengan kalian. Mba mau mandi dulu." Nestri segera ke kamar untuk letakan tasnya, lalu keluar lagi untuk mandi.
Tidak lama kemudian, mereka bertiga duduk di ruang tamu. "Begini, Dek... Dalam waktu dekat, Mba mau nikah dengan Mas Gani..." Ucapan Nestri terhenti saat melihat reaksi Enni sangat terkejut. Mata Enni membulat dan juga wajahnya memucat. Enni bagaikan disambar petir di siang hari.
...~▪︎▪︎▪︎~...
...~●○¤○●~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Bambut That
hahahhaha, ngeri pemainnya kasssaaaar
2024-08-13
0
☆《𝕴𝖐𝖇𝖆𝖑》☆
wah gila kok bisa nikah ama kakaknya supaya bisa deket ama adeknya😨
2023-12-18
3
🏘⃝Aⁿᵘ𝐀⃝🥀му𒈒⃟ʟʙᴄ𝐙⃝🦜ˢ⍣⃟ₛ
waduh ini Bargani beneran polisi apa gimana, kok kelakuannya gini amat😡
2023-12-11
3