POV author.
"Mamah, Sella nggak mau di jodohkan titik!!" Tegas Sella.
Sella dan Liana saat ini sedang berada di kamarnya Sella.
Sedari tadi Sella tidak bisa diam terus berjalan ke sana kemari sambil ngedumel tidak mau di jodohkan. Sementara Liana tengah duduk di sofa kamarnya Sella, merasa pusing dengan situasi ini. Memijat pelipisnya berharap pusing ini akan segera menghilang.
Liana pun tidak tau dan tidak mengerti. Mengapa tiba-tiba sekali suaminya ingin menjodohkan putri ke sayangannya dengan pria yang entahlah siapa pria itu.
Liana menghela nafas berat, lalu menatap Sella.
Bagaimana Sella akan menjalankan pernikahan itu? Sementara Sella saja sudah menolak mentah-mentah perjodohan itu. Kenapa juga suaminya begitu kekeuh ingin menjodohkan Sella. Aneh sekali menurut Liana.
Dan seharusnya Aydin membicarakan terlebih dahulu tentang perjodohan ini kepadanya. Liana sebagai istri merasa tidak di hargai. Aydin memutuskannya begitu saja tanpa memberi tahunya.
"Sella Nak, duduk sini kita cari solusinya."
Melihat Sella yang tidak bisa diam itu semakin membuat Liana tambah pusing.
Sella berhenti mondar mandi, lalu menatap mamahnya dengan raut wajah sedih. Dengan langkah gontai Sella mendekati sofa dan duduk di sebelah mamahnya.
"Solusi apa mah?" Tanya Sella terlihat frustasi.
Melihat Sella yang terlihat frustasi membuat Liana merasa khawatir. Takut kesehatan anaknya terganggu.
Liana pun merasa bersalah kepada anak bungsunya, seharusnya Liana tidak bicara seperti itu kepada Sisil. Setelah ini apa yang harus Liana lakukan agar Sisil tidak marah kepadanya?.
Liana menghela nafas berat.
"Mamah akan coba bujuk papah agar tidak menjodohkan kamu dengan pria itu." Liana terusan berusaha meyakinkan Sella bahwa dirinya pasti bisa membujuk Aydin.
Sella menghela nafas sambil menganggukan kepalanya lemah. Sella berharap penuh kepada mamahnya. Semoga Mamahnya bisa membujuk Papahnya agar tidak menjodohkannya dengan pria asing itu,yang entah rupanya seperti apa.
"Yasudah mah semoga mamah bisa membujuk papah!!"
Liana hanya mengangguk sambil mengelus pundak Sella.
"Yaudah kamu istirahat ya jangan di pikirkan
serahkan semuanya kepada mamah. Mamah yakin bisa membujuk Papah. Kamu berdoa semoga Papah akan berubah pikiran."
Sella hanya mengangguk. Awalnya Sella pikir Mamahnya mengetahui soal perjodohan ini dan setuju dengan perjodohan yang Papahnya buat. Namun ternyata mamahnya juga tidak mengetahui sola perjodohan ini dan tidak setuju.
Liana bangkit dari duduknya berjalan keluar dari kamar Sella.
Sebenarnya Liana pun tidak yakin. Apa dirinya bisa membujuk suaminya yang keras kepala itu?
Jika Aydin sudah berkata B maka tidak bisa di ganggu gugat lagi mereka harus tetap mengikuti ucapannya. Oleh karena itu Liana merasa ragu jika dirinya bisa membujuk Aydin.
Walaupun begitu Liana akan tetap membujuknya. Liana tidak mau Sella terus bersedih, tertekan dengan perjodohan itu.
......................
Malam harinya.
Sedari siang Sisil tidak keluar dari kamarnya.
Merasa benar-benar kesal dengan sikap Mamah dan Kakak perempuannya itu. Sungguh betapa tega mamahnya menyuruh dirinya untuk menggantikan Sella yang akan di jodohkan.
Sisil menghela nafas kasar, lalu bangkit dari rebahannya dan berjalan menuju meja belajar meraih benda pipih miliknya yang tergeletak di atas meja dan duduk di kursi belajar, mengotak Atik ponselnya itu.
Ting.
Satu pesan masuk kedalam benda pipih itu. Lantas Sisil langsung melihat pesan chat yang berada di aplikasi hijau.
FOUR BEAUTIFUL WOMEN.
(RIRIN)
[Ngumpul yuk guyss!! masih sore nih baru jam tujuh malam]
(KAILLA)
[Iya nih yok nongkrong di kafe orang tua gue aja!!!]
(VANIA)
[Oke gue sih ayo-ayo aja!!].
(RIRIN)
[@Sisil,mau ikut gak? Diam-diam aja lu mah]
(VANIA)
[Tau nih nyimak Mulu].
Sisil membuka salah satu grup chat yang merupakan grup dirinya dan juga teman-temannya dengan nama grup FOUR BEAUTIFUL WOMEN.
Terdapat nama-nama orang yang ada di sana yaitu. Ririn,Kailla dan Vania.
Mereka sudah berteman cukup lama, bisa di bilang sahabat.
Kini Sisil mengetik sesuatu untuk membalas chat dari teman-temannya.
[Oke gue ikut!]. Balas Sisil.
Setelah itu langsung bangkit dari duduknya.
Merasa bosan dan pengap di rumah terus lebih baik Sisil mencari udara segar di luar.
Sisil membuka lemari besarnya berniat untuk mengganti pakaian.
"Lebih baik cari angin di luar daripada di rumah ngomongin-nya perjodohan Mulu!!" Gumam Sisil sambil mencari-cari baju.
Setelah menemukan baju yang ingin ia pakai Sisil pun segera mengganti pakaiannya.
Beberapa menit kemudian kini Sisil sudah rapih.
Menggunakan baju kemeja putih polos lengan pendek dan celana jeans di atas lutut. Rambut sepinggangnya di urai indah,dengan makeup tipis natural namun terlihat sangat cantik.
Meraih tas yang tergantung dan memasukan handphonenya kedalam tas.
Setelah itu Sisil pun keluar dari kamarnya.
Berjalan santai menuruni anak tangga.
Setelah berada di lantai bawah di ruang tengah Sisil melihat Papah dan Mamahnya yang sedang duduk santai di sofa.
Sisil berjalan mendekati mereka dengan senyuman yang mengembang. Lalu menatap Mamah dan Papahnya yang sedang fokus melihat acara televisi.
"Emm, pah". Panggil Sisil dengan sedikit ragu.
Dengan serempak keduanya menoleh menatap Sisil yang berdiri tidak jauh dari sofa.
"Mau kemana Sil?" Tanya Liana terlihat heran melihat penampilan Sisil yang rapi.
Jika penampilan Sisil rapih seperti ini Liana sudah bisa menebak, pasti anak bungsunya akan pergi keluar. Sisil memang suka sekali keluar rumah di saat malam hari.
Sisil masih kesal dengan mamahnya. Memalingkan pandangannya dari Liana lalu menatap papahnya. Tidak berniat menanggapi mamahnya.
Berjalan mendekati sofa yang di duduki sang Papah.
"Pah, Sisil izin keluar sebentar mau ketemu sama teman-teman Sisil!!" Ucap Sisil meminta izin.
Liana menghela nafas berat ketika Sisil mengabaikannya. Pasti Sisil masih marah gara-gara kejadian siang tadi.
"Buat apa minta izin? Biasanya juga nggak minta izin!" Sahut Aydin sedikit ketus, memalingkan pandangannya kembali menatap layar televisi.
Sisil mengerucutkan bibirnya sedikit dengan jari-jemarinya yang saling bertaut.
Ya, Sisil memang selalu keluar malam, namun pulangnya tidak terlalu larut, jam sembilan malam Sisil sudah ada di rumah.
Jika di atas jam sembilan malam Sisil masih belum ada di rumah maka Papah ataupun kakak laki-lakinya akan memarahinya dobel.
Ya dobel. Memarahinya karena tidak meminta izin saat keluar dari rumah dan memarahinya karena pulang larut malam. Yang tepatnya menasehatinya namun Sisil berpikir jika mereka itu sedang memarahinya.
Sebenarnya Liana dan Aydin tidak membebaskan Sisil untuk pergi keluar malam-malam seperti itu. Tapi Sisil adalah gadis yang keras kepala sedikit nakal tidak pernah mendengar ucapan mereka, dan selalu membuat mereka kesusahan untuk mengaturnya.
"Hmm" Sisil bergeming dan duduk di sebelah papahnya.
Siap-siap untuk membujuk sang papah.
"Boleh ya pah?!! Sisil minta izin sebentar mau keluar kumpul bareng teman-teman. Ririn, Vania sama Kailla doang kok nggak ada yang lain!!"
Jelas Sisil sambil memegang tangan kekar Aydin menatap papahnya dengan raut wajah memohon agar di izinkan.
Aydin menghela nafas kasar. Walau pun di larang Sisil akan tetap ngotot untuk keluar rumah atau memaksanya agar di izinkan.
Ya memang. Kedua orangtua Sisil sudah mengenal satu persatu ketiga teman Sisil.
"Sil, tapi ini sudah malam nak" Ujar Liana sambil menatap Sisil berusaha memberi pengertian tidak baik anak gadis keluar malam-malam.
Sisil langsung melirik Liana dengan raut wajah yang berubah datar. "Sisil nggak minta izin sama mamah tapi sama papah" Sahut Sisil dengan nada dingin dan sedikit ketus.
Lagi-lagi Liana hanya bisa menghela nafas berat. Ternyata sebegitu marah Sisil kepadanya.
Aydin menatap anak dan ibu itu secara bergantian. Merasa ada yang aneh dari sikap Sisil kepada Liana,tidak bisanya Sisil bersikap seperti itu kepada mamahnya.
"Boleh ya pah?" Kembali Sisil memohon.
Aydin menghela nafas kasar.
"Yasudah" Setuju Aydin akhirnya.
Seketika Sisil langsung tersenyum lebar, akhirnya Papahnya mengizinkannya juga.
"Tapi jangan pulang larut malam. Papah mau tanya di mana kalian berkumpul?" Aydin menatap Sisil dengan tatapan seriusnya.
"Di kafe Kailla. Tenang aja cuman di situ kok" Jawab Sisil terdengar sangat bersemangat.
Aydin mengangguk. "Di antar sama mang Dimas jangan bawa mobil sendiri"
Dimas adalah supir pribadi keluarga Aydin.
Sisil mengangguk setuju. Terserah mau di antar atau tidak yang terpenting papahnya sudah mengijinkannya keluar rumah.
"Siapa pak boss!!" Sisil nampak begitu semangat.
Aydin hanya menggeleng pelan.
Terlihat Sella baru saja sampai di lantai satu dan matanya langsung tertuju kepada orangtuanya dan juga adiknya yang sedang asik berbicara. Terlihat dari raut wajahnya Sisil yang nampak senang.
"Yasudah Sisil berangkat dulu"
Sisil bangkit dari duduknya menatap sang papah dan menyodorkan kedua tangannya sambil senyum-senyum manja seperti anak kucing.
Ah, sebenarnya ini tujuan utama Sisil minta izin.
Aydin yang melihat itu seketika memutar matanya malas. Pantas saja minta izin tau-taunya ada udang di balik batu. Aydin paham apa yang di maksud Sisil.
Aydin merogok saku celana panjangnya dan mengeluarkan sebuah dompet hitam miliknya, lalu mengambil beberapa uang merah di sana langsung di berikan kepada Sisil.
Kembali Sisil tersenyum lebar matanya berbinar menatap uang merah di tangannya, setelah itu Sisil langsung masukan kedalam tasnya .
Meraih tangan Aydin laku di ciumnya dengan takzim.
"Sisil berangkat,bay papah ganteng!!"
Setelah mengatakan itu Sisil pun berjalan keluar dari rumah dengan girang, mengabaikan Liana.
Liana nampak bersedih dengan sikap Sisil. Tapi ini juga kesalannya.
Sella yang melihat itu seketika merasa kesal.
Menurut Sella, Papahnya tidak adil. Membebaskan adiknya begitu saja, sementara dirinya di tuntun untuk di jodohkan.
Menyebalkan memang. Pikir Sella.
Sella berjalan mendekati sofa lalu duduk di sofa tunggal, menatap mamah papahnya dengan wajah di tekuk.
'kayanya mamah belum bicara sama papah deh.' Batin Sella merasa Liana belum bicara soal perjodohan itu.
"Pah!!" Panggil Sella setelah beberapa saat hanya terdiam.
Aydin langsung menatap Sella datar.
"Papah nggak mau bicarakan Sola perjodohan itu
mau gimanapun kamu tetap akan papah jodohkan". Tegas Aydin dan kembali memalingkan pandangannya dari Sella, tidak memperdulikan perasaan Sella.
Seketika Sella menghela nafas kasar. Papahnya benar-benar keras kepala tidak memikirkan perasaannya.
Liana menatap Sella yang terlihat bersedih. Lalu menatap Aydin. Sebenarnya Liana ragu dan takut untuk protes tapi, melihat raut wajah Sella membuat Liana kasihan.
"Pah, me-menurut mamah batalkan saja perjodohan itu."
Mendengar ucapan Liana lantas Aydin langsung menatapnya tajam. Sementara Liana sudah menundukkan kepalanya takut.
Aura suaminya ini selalu menyeramkan jika sedang marah, tatapan tajamnya itu membuat siapapun terintimidasi.
"Apa hak kamu meminta aku membatalkan perjodohan itu? Aku dan Gibran sudah sepakat." Sudah jelas, Aydin tidak mau siapapun menghalangi rencananya itu.
Karena tidak mungkin Aydin membatalkan perjodohan begitu saja. Perjodohan yang sudah ia rencanakan bersama sahabatnya jauh-jauh hari.
"Tapi pah kenapa harus Sella?". Liana kembali menatap Aydin dengan tatapan tidak terima.
Berusaha membenarkan diri. Jika tidak seperti ini Sella akan tetap menjadi korban keegoisan suaminya. Ya walaupun sedari awal Liana tidak yakin bisa mencegah perjodohan itu.
Aydin mengerutkan keningnya mendengar perkataan Liana. Apa menurutnya Sisil lah yang pantas untuk di jodohkan? Benar-benar tidak masuk akal. Bahkan Sisil masih sanga kecil untuk menikah.
"Maksud kamu, aku harus menjodohkan Sisil dan buka Sella iya begitu, Liana?. Apa kamu lupa?bahkan Sisil masih 18 tahun. Mana hati nurani kamu dengan anak bungsu kita itu?. Ibu mcam apa kamu ini? Ingin mengorbankan anak gadis yang bahkan belum mengenal dunia luar dan belum tau apa-apa tentang pernikahan.
Sementara Sella sudah cukup umur untuk menikah."
Dengan rasa kesal Aydin mengatakan itu.
Benar-benar tidak habis pikir dengan Liana, secara tidak langsung istrinya itu berniat mengorbankan anak bungsunya demi anak keduanya.
mendengar ucapan Aydin Liana langsung menggeleng cepat. Bukan bermaksud ingin mengorbankan Sisil.
"Tidak pah bukan seperti itu. Maksud mamah, kenapa Sella harus menikah di Usinya yang baru 24 tahun. Sella masih ingin menjalani karirnya dan ingin menjalankan kuliah S2nya pah. Papah ngerti dong perasaan anak kita." Liana mulai jengkel dengan sikap Aydin yang hanya ingin di turuti tanpa ingin di tolak.
Aydin tidak menanggapi perkataan Liana, bangkit dari duduknya begitu saja lalu berjalan.
"Pah, Papah dengerin Mamah dong." Ucap Liana sambil menatap punggung Aydin.
Aydin berhenti berjalan.
"Keputusan papah sudah bulat akan menjodohkan Sella dan anaknya Gibran, ini juga demi kebaikan keluarga kita." Tegas Aydin dan setelah mengatakan itu Aydin pun kembali berjalan menaiki anak tangga, tanpa perduli dengan istrinya yang menyuruhnya untuk membatalkan perjodohan.
Sella menatap Liana dan berpindah duduk di sebelah mamahnya.
"Mah, gimana dong papah tetap ngotot."
Mata Sella kembali berkaca-kaca, nampak begitu khawatir.
Liana menghela nafas kasar. Dirinya juga tidak tau harus berbuat apa. Jika sudah seperti ini, suaminya itu benar-benar tidak bisa di bantah lagi.
"Sabar. Mamah pasti bisa meyakinkan papah".
Walaupun begitu Liana tetap menenangkan Sella, agar anaknya ini tidak terlalu memikirkannya dan bisa membuat kesehatan Sella down. Liana tidak mau sampai terjadi sesuatu kepada Sella.
......................
Sementara itu di sisi lain.
Sisil sudah berada di sebuah kafe bersama teman-temannya.
Mereka terlihat asyik mengobrol.
Sejenak Sisil melupakan masalah di rumahnya. Terus bercerita heboh dengan teman-temannya. Berkumpul seperti ini bisa membuat Sisil melupakan beban pikirannya.
"Heh guyss!! Gue nggak sabar pengen cepat ngampus nih!!" Ucap Kailla yang nampak begitu semangat akan menjalankan kuliah pertamanya yang akan dilaksanakan hari Senin nanti.
"Gue juga!!" Sahut Ririn tidak kalah semangatnya.
"Heh bukan kalian dong kita juga kan, ya gak
Van?!". Timpa Sisil. Vania mengangguk sambil tersenyum lebar.
Mereka semua akan melakukan kuliah di kampus yang sama dan jurusan yang sama. Katanya mereka tidak mau terpisahkan ingin selalu bersama dan akhirnya memutuskan untuk kuliah di tempat yang sama.
"Oh iya Sil, kapan kita buat konten lagi? Menelusuri tempat-tempat seram?"
Tanya Kailla sambil menatap Sisil dengan mulutnya yang mengunyah kentang goreng.
Kini ketiganya menatap Sisil.
Sisil terdiam mendengar pertanyaan Kailla. Wajahnya pun berubah sedikit memucat.
Lalu menggeleng cepat. "Gue nggak mau gue masih trauma."
"Trauma itu belum hilang ya?" Tanya Kailla seketika tidak enak hati sudah mengingatkan Sisil akan traumanya.
Bahkan mereka bisa menyadari raut wajah Sisil yang berubah. Ada ketakutan dan kesedihan di sana.
Sisil hanya mengangguk pela.
"Maafin gue sih nggak bermaksud mengingatkan pemicu trauma lu." Sesak kailla sambil mencekal tangan Sisil yang ada di atas meja.
Sisil mengangguk. "Iya Kai nggak masalah santai aja gue juga baik-baik aja kok." Sisil tersenyum berusaha terlihat baik-baik saja.
Sisil merasa takut dan gelisah jika kembali mengingat kejadian mengerikan itu, tapi saat ini Sisil berusaha menyembunyikannya agar Kailla tidak merasa bersalah.
"Gue juga pasti trauma sih kalau ada di posisi lu waktu itu." Timpa Vania lalu bergidik ngeri.
"Padahal pengikutnya banyak Sil, tapi yasudah daripada mengingatkan lu akan kejadian dua tahun yang lalu, lebih baik kita nggak lakuin konten itu lagi". Ririn yang berbicara.
....
Pukul 21:00
Sisil berdiri di depan kafe menunggu jemputan sementara teman-temannya sudah duluan pulang.
Sisil mengerutkan keningnya ketika dengan tidak sengaja melihat seseorang keluar dari toko kue yang bersebelahan dengan kafenya Kailla.
Dua orang itu berjalan bergandengan tangan terlihat sangat mesra dan Sisil mengenali keduanya.
"Yuda". Gumam Sisil.
Tangan Sisil mengepal rahangnya mengeras tatapannya berubah tajam.
Dengan matah Sisil berjalan mendekati orang yang Sisil panggil Yuda itu.
Giginya menggertak menahan amarahnya. Entah apa yang membuat Sisil marah.
"Yuda!!" Panggil Sisil.
Cowok yang bernama Yuda itu seketika berhenti berjalan, begitupun dengan cewek yang Yuda gandeng.
Yuda melihat ke sumber suara. Diman Sisil berjalan mendekatinya dengan wajah terlihat sangat marah.
Seketika netra Yuda membulat sempurna
begitupun dengan cewek yang bersama Yuda. Keduanya nampak terkejut dan wajahnya pun berubah pucat.
'Sisil.' Batin Yuda. Jantungnya sudah berdetak kencang, dengan segera Yuda melepaskan tautan tangan mereka.
"Kak Si-sisil Yuda." Ucap perempuan itu.
"Sisil". Ucap Yuda dengan wajah pucat, perempuan yang bersamanya pun tidak kalah pucat. Bahkan berusaha menyembunyikan wajahnya dari Sisil. Menundukan kepalanya dengan raut wajah cemas.
Kini Sisil berhenti di hadapan Yuda dan perempuan itu.
"Apa-apaan ini Yuda?" Tanya Sisil dengan nada dinginnya menatap Yuda tajam.
"A-aku bisa jelasin,Sil. Aku saya---."
"Kamu bilang tadi siang kamu sakit demam, tapi sekarang apa-apaan ini, kamu jalan sama cewek ini." Sisil memotong ucapan Yuda dan menatap cewek yang terlihat takut melihatnya. Cewek itu terus menunduk.
"Cih." Sisil berdecih sinis, menatap remeh gadis itu.
Dengan kasar Sisil meraih dagu gadis itu, lalu diangkatnya guna untuk memperlihatkan wajahnya yang terus menunduk. Gadis itu pun mendongak menatap Sisil.
Sisil terkejut saat melihat wajah perempuan itu.
"Alin." Nafasnya memburu, emosi Sisil seketika meluap, melepaskan cekalannya di dagu perempuan itu dengan kasar.
"Berengsk, kenapa harus Alin, Yuda". Teriak Sisil, Menatap Yuda dengan tatapan penuh amarah dan kekecewaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Herlina Lina
gara gara melihat yuda sm cewe ky nya sesil mau d jodohin
2024-02-24
2