14. Pergi

Berdiri di depan ruangan Samudera, seketika Tatiana dilanda kegugupan. Ada rasa penasaran, apakah Samudera akan tetap memberlakukannya dingin seperti sebelumnya dan memintanya segera pulang atau menerima kedatangannya yang tiba-tiba ini.

Tangan Tatiana sudah terangkat. Awalnya ia ingin mengetuk pintu, tapi entah dapat dorongan dari mana, tangannya justru meraih handle pintu dan memutarnya. Dengan perasaan semerawut, Tatiana mendorong pintu itu hingga terbuka lebar.

Jantung Tatiana seketika berpacu dengan begitu kencang. Matanya membulat. Dadanya bergemuruh. Matanya terasa panas, namun telapak tangannya justru terasa sedingin es.

"Tiana," seru Samudera terkejut saat melihat keberadaan Tatiana dengan wajah yang sudah memucat.

Samudera pun lekas mendorong seseorang yang tengah memeluknya. Perempuan itu berdecak, kemudian menoleh ke arah Tatiana. Selarik senyum mengejek terbit di bibir perempuan yang tak lain adalah Triani itu.

"Maaf, Mas, kalau kedatanganku mengganggu!" ucapnya dengan mimik wajah dibuat seolah tidak terjadi apa-apa. Seolah biasa saja. Ditenang-tenangkannya jantungnya yang seakan ingin memberontak keluar. Tak ingin ia tunjukkan ekspresi kekalahannya di hadapan kedua orang yang sudah menghancurkannya itu. "Aku hanya ingin mengantarkan ini," ucapnya sambil mengangkat rantang susun berisi makan siang untuk Samudera. Meskipun Tatiana mencoba bersikap tenang, tapi Samudera bisa merasakan ada getaran di suaranya.

"Tiana, Mas tidak ... "

"Kalau begitu, Tiana pulang dulu ya, Mas. Kasian entar Ana nyariin aku kok tiba-tiba ngilang. Soalnya tadi aku tinggal pas masih tidur," ujarnya masih dengan senyum manis tersungging di bibirnya.

"Kalau begitu, aku pulang dulu, Mas, Mbak," ucapnya lagi sambil mengangguk ke arah kedua orang itu. Lalu Tatiana mengulurkan tangannya pada Samudera. Dengan dada yang bergemuruh kian menjadi-jadi, ia menyalami dan mencium punggung tangan yang mungkin takkan pernah bisa ia sentuh lagi setelah ini.

"Assalamu'alaikum," ucapnya dengan netra yang mulai berkabut.

Tatiana pun segera membalikkan badannya untuk segera berlalu. Ia ingin menyelamatkan hatinya yang terlanjur luluh lantak hingga menjadi serpihan itu. Samudera hendak mengejar Tatiana sebab ia bisa melihat kilat kesakitan dan kekecewaan itu, tapi tangan Triani justru menahannya.

"Kau mau kemana, Kak?"

"Lepas!" sentak Samudera sambil menghempaskan tangan Triani.

"Kak, kenapa kau ... "

Samudera mengangkat telapak tangannya isyarat agar Triani tidak melanjutkan kata-katanya.

Samudera segera membalikkan badannya hendak kembali melanjutkan mengejar Tatiana, namun baru beberapa langkah, seorang perawat memanggilnya.

Samudera berdecak. Lalu dengan wajah dingin ia menatap perawat tersebut. Perawat tersebut sampai bergidik sendiri melihat ekspresi Samudera yang seakan ingin menelannya hidup-hidup.

"Apa?"

"Dokter, kondisi pasien di kamar melati nomor 101 tiba-tiba melemah," lapor perawat tersebut. Pasien tersebut merupakan pasien Samudera. Pasien tersebut sudah berada di rumah sakit tersebut selama hampir satu bulan karena penyakit gagal ginjal yang dihadapinya.

Samudera kini berada di persimpangan jalan, ia bingung mana yang harus ia lakukan terlebih dahulu. Namun mengingat sumpahnya sebagai seorang dokter membuat Samudera harus menekan keinginannya mengejar Tatiana dan lebih memilih melihat keadaan pasien yang menjadi tanggung jawabnya. Ia pikir ia bisa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada Tatiana sepulangnya dari rumah sakit. Samudera pun segera berlari menuju ruangan tempat pasiennya tersebut mengabaikan keberadaan Triani yang masih berada di ruangannya.

Triani berdecak kesal. Namun decak kesalnya kini berganti menjadi senyuman lebar. Dengan dagu terangkat, Triani pun segera menuju parkiran rumah sakit.

Setibanya di sana, seperti dugaannya, Tatiana masih berada di dalam mobilnya. Tampak Tatiana sedang menangkupkan wajahnya di stir mobil. Dari bahunya yang bergetar, Triani bisa melihat kalau Tatiana sedang menangis. Tak ada rasa iba ataupun perasaan bersalah sedikitpun di benak Triani. Ia justru tersenyum dengan lebar dengan penuh kemenangan.

Tok tok tok

Triani mengetuk kaca mobil membuat Tatiana segera mengangkat kepalanya. Ia pun dengan cepat menyeka air mata yang membasahi pipinya lalu menurunkan kaca mobil.

Triani tersenyum sinis, "menyerahlah karena sampai kapanpun kau takkan pernah bisa memenangkan hati Kak Sam," ucap Triani yang bagai sembilu tepat menghujam di relung hati.

Tatiana akui, apa yang Triani ucapkan itu benar. Bahkan hingga pernikahan mereka menginjak tahun kedua pun, ia tidak bisa meluluhkan hati Samudera sedikitpun.

Tatiana hanya bungkam. Katakanlah ia perempuan lemah yang membalas kata-kata Triani pun tak bisa. Bahkan sampai Triani berlalu dari hadapannya pun, Tatiana tetap dalam kebungkamannya.

Pulang ke rumah, Tatiana memasuki rumah dengan langkah perlahan. Diperhatikannya setiap dinding yang dilalui, dinding itu masih sama seperti dua tahun yang lalu. Apa yang tergantung, apa yang terpajang, semua masih sama. Bahkan tak ada satu foto mendiang Triana yang diturunkan dari dinding yang didominasi warna putih tersebut.

Tiba-tiba Tatiana merasa begitu asing dengan rumah yang ditempatinya selama 2 tahun itu. Tatiana terus berjalan hingga ia sampai di dinding yang sedikit ke arah belakang. Ditatapnya satu bingkai yang menjadi satu-satunya tempat foto pernikahannya dengan Samudera terpajang. Foto itupun digantung atas paksaan ibu mertuanya.

Sebenarnya ibu mertuanya ingin meletakkan foto itu di ruang tamu, menggantikan foto pernikahan Samudera dan Triana, tapi Samudera marah besar. Ia tidak mengizinkan siapapun menurunkan atau mengganti foto-foto mendiang istrinya itu. Ibu Samudera pun akhirnya mengalah dan menggantung foto pernikahan Tatiana dan Samudera di tempat yang hanya terlihat bila ada yang berlalu lalang menuju dapur. Hanya dinding itu yang memiliki ruang untuk menggantung foto.

Tatiana terisak sambil menutup mulutnya. Ia kembali mengingat apa yang Triani katakan tadi.

"Benar apa yang Mbak Triani katakan tadi kalau aku sampai kapanpun takkan mungkin bisa memenangkan hati Mas Samudera. Sepertinya inilah akhir perjuanganku. Maaf Mas, aku memilih menyerah. Aku sudah tak sanggup lagi menahan beban derita ini sendiri. Kau terlalu jauh untuk ku gapai. Dinding yang membentang di antara kita terlalu tinggi dan kokoh untuk ku runtuhkan. Jangankan menggapai, menyentuh hatimu sedikitpun aku tak bisa dan sampai kapanpun takkan mampu. Biarlah ku bawa sebagian dari dirimu. Anggap ini sebagai kenangan terakhir yang kau tinggalkan untukku," ucapnya sambil mengusap perutnya yang masih rata. "Sepertinya benar, cinta memang tak harus memiliki. Sepertinya kau pun bisa menemukan sosok yang kau cintai dari Mbak Triani. Semoga dengan kepergianku, kau bisa menemukan kebahagiaanmu. Aku tak ingin menjadi penghalang kebahagiaanmu, Mas. Biarlah aku yang mengalah. Anggap ini sebagai bukti cintaku padamu," imbuhnya lagi seraya menyeka air mata yang bercucuran di pipi.

Tatiana pun bergegas masuk ke dalam kamarnya. Ia membereskan barang-barangnya dan memasukkannya ke dalam tas yang cukup besar. Ia hanya mengambil barang-barang yang diakadkan atas nama dirinya. Setelah memasukkan baju-bajunya ke dalam tas, Tatiana terkekeh miris, bahkan sebagian besar isi lemari itu merupakan barang-barang mendiang Triana. Tatiana tak pernah mengganggu sedikitpun barang-barang tersebut. Ia tak mau melewati batasannya.

Sebelum pergi, Tatiana masuk ke kamar Ariana terlebih dahulu. Ia lantas duduk di tepi tempat tidur dan mengusap puncak kepala anak sambungnya itu dengan sayang.

"Sayang, maafin bunda kalau akhirnya bunda harus pergi. Jaga diri baik-baik ya! Bunda sangat mencintaimu," ucapnya lalu mengecup dahi Ariana dalam dan penuh perasaan.

Setelahnya, Tatiana pun keluar kamar untuk mencari Bi Una yang ternyata baru bangun tidur siang.

"Bik, bisa minta tolong?"

"Oalah mbak, pake minta tolong segala. Bilang aja, Mbak Tiana mau apa, nggak perlu sungkan-sungkan gitu lho," ujar Mbok Una seraya tersenyum.

"Ini, bik, tolong setrikain kemeja ini ya. Ini kemeja kesayangan Mas Sam soalnya. Entar dia ngomel liat kemejanya kok kusut banget kayak gini," ujar Tatiana seraya menyerahkan sebuah kemeja yang memang tampak kusut.

Sebenarnya Tatiana melakukan itu hanya untuk pengalihan saja sebab ia akan pergi dari rumah itu secara diam-diam. Ia tak ingin terlalu banyak bicara ataupun penjelasan alasan ia pergi. Bik Una pun menerima kemeja tersebut. Sebenarnya bik Una sudah merasakan firasat yang aneh setelah menatap wajah Tatiana. Apalagi mata Tatiana masih terlihat sembab, namun Bik Una tak mau banyak bicara apalagi bertanya. Ia mesti sadar dengan kedudukannya di rumah itu. Meskipun majikannya bersikap baik, bukan berarti ia bisa bebas berbicara semaunya.

Saat Bik Una masuk ke ruangan setrika, Tatiana pun dengan cepat mengambil tas yang berisi barang-barangnya dan meletakkannya di dalam mobil. Tak lupa ia meletakkan ponselnya ke dalam laci. Ia tak mau keberadaannya terlacak hanya karena ponsel tersebut.

Sebelum benar-benar pergi, dipandanginya sekali lagi rumah yang pernah menjadi istananya selama dua tahun ini. Dengan air mata berlinang, Tatiana pun segera melajukan mobilnya keluar dari pekarangan rumah tersebut.

"Selamat tinggal, Mas. Mohon maaf atas kehadiranku yang tak pernah kau inginkan ini."

Kalimat ini Tatiana tuliskan di sebuah kertas yang ia tinggalkan di dalam kamar. Kalimat ini pula yang Tatiana ucapkan saat mobil yang ia kendarai keluar dari pekarangan rumah milik Samudera tersebut.

...***...

...HAPPY READING ❤️❤️❤️...

Terpopuler

Comments

atik soenaryati

atik soenaryati

keputusan tepat tapi sayang terlambat sampai ada jabang bayi. harusnya dari dulu mumpung masih muda

2024-04-20

2

Dewi Ansyari

Dewi Ansyari

Tatiana yg sabar ya😭😭😭.
semoga kamu menyesal Samudrah dasar egois dan pengkhianat 😡😡😡

2024-04-22

0

etna winartha

etna winartha

aku baca ikut sedih ya emang kamu pergi aja tati

2024-05-02

0

lihat semua
Episodes
1 1. Cerai
2 2. Bukan ini
3 3. Sandiwara belaka
4 4. Ke rumah mertua
5 5. Kedatangan Triani
6 6. Kesedihan Tatiana
7 7. Kesedihan Tatiana II
8 8. Kemarahan ibu Samudera
9 9. Amarah Raya
10 10. Pulang
11 11. Mencari tahu penyebab perubahan Ariana
12 12. Dugaan
13 13. Ke rumah sakit
14 14. Pergi
15 15. Jalan terbaik
16 16. Sebuah jawaban
17 17. Pergi
18 18. Sebatas Ibu Pengganti?
19 19. Harapan Tatiana
20 20. Flashback
21 21. Penyesalan
22 22. ponsel
23 23. Curiga
24 24. Terbongkar
25 25. Takkan pernah menceraikan
26 26. Kembali depresi
27 27. Penolakan Mama Sakinah
28 28. Pindah
29 29. Tempat baru
30 30. Dilabrak
31 31. Fakta Masa lalu
32 32. Bertemu?
33 33. Tiana, Mas kangen.
34 34.
35 35. Tiana, kau tidak apa-apa?
36 36.
37 37. Tak ingin kembali terluka
38 38. Ketakutan terbesar
39 39. I love you
40 40. Teman lama
41 41. Cerita Mama Sakinah
42 42. Malam Terbaik
43 43. Saling mengisi
44 44. Jalan terbaik
45 45. Kedatangan ...
46 46. Bertemu
47 47. Terima kasih
48 48.
49 49. Perkara membuat adik
50 50.
51 51.
52 52. gundik?
53 53. Sebuah Kebenaran
54 54. Keputusan
55 55.
56 56. Kandas
57 57. Ikhlas dan maaf
58 58. Mau nyoblos
59 59. Kejutan
60 60. Kedatangan Triani
61 61.
62 62. Flashback
63 63. Pergi
64 64. Sinyal jodoh
65 65. Cewek unik
66 66.
67 67.
68 68.
69 69. pelangi setelah badai
70 70. Hancur
71 71.
72 72. Penyesalan
73 73. Makan siang
74 74. Tantangan Samudera
75 75. Lamaran
76 76. I love you too
77 77.
78 78. Definisi kata-kata adalah doa
79 79. Kedatangan tamu yang tidak terduga
80 80. Kang nasgor yang bermetamorfosis
81 81. The final episode
82 Info Sekuel novel
Episodes

Updated 82 Episodes

1
1. Cerai
2
2. Bukan ini
3
3. Sandiwara belaka
4
4. Ke rumah mertua
5
5. Kedatangan Triani
6
6. Kesedihan Tatiana
7
7. Kesedihan Tatiana II
8
8. Kemarahan ibu Samudera
9
9. Amarah Raya
10
10. Pulang
11
11. Mencari tahu penyebab perubahan Ariana
12
12. Dugaan
13
13. Ke rumah sakit
14
14. Pergi
15
15. Jalan terbaik
16
16. Sebuah jawaban
17
17. Pergi
18
18. Sebatas Ibu Pengganti?
19
19. Harapan Tatiana
20
20. Flashback
21
21. Penyesalan
22
22. ponsel
23
23. Curiga
24
24. Terbongkar
25
25. Takkan pernah menceraikan
26
26. Kembali depresi
27
27. Penolakan Mama Sakinah
28
28. Pindah
29
29. Tempat baru
30
30. Dilabrak
31
31. Fakta Masa lalu
32
32. Bertemu?
33
33. Tiana, Mas kangen.
34
34.
35
35. Tiana, kau tidak apa-apa?
36
36.
37
37. Tak ingin kembali terluka
38
38. Ketakutan terbesar
39
39. I love you
40
40. Teman lama
41
41. Cerita Mama Sakinah
42
42. Malam Terbaik
43
43. Saling mengisi
44
44. Jalan terbaik
45
45. Kedatangan ...
46
46. Bertemu
47
47. Terima kasih
48
48.
49
49. Perkara membuat adik
50
50.
51
51.
52
52. gundik?
53
53. Sebuah Kebenaran
54
54. Keputusan
55
55.
56
56. Kandas
57
57. Ikhlas dan maaf
58
58. Mau nyoblos
59
59. Kejutan
60
60. Kedatangan Triani
61
61.
62
62. Flashback
63
63. Pergi
64
64. Sinyal jodoh
65
65. Cewek unik
66
66.
67
67.
68
68.
69
69. pelangi setelah badai
70
70. Hancur
71
71.
72
72. Penyesalan
73
73. Makan siang
74
74. Tantangan Samudera
75
75. Lamaran
76
76. I love you too
77
77.
78
78. Definisi kata-kata adalah doa
79
79. Kedatangan tamu yang tidak terduga
80
80. Kang nasgor yang bermetamorfosis
81
81. The final episode
82
Info Sekuel novel

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!