Benar-benar keras Kepala

Sementara itu, di kelas XI IPA 3, terlihat sosok lelaki tengah asyik membaca buku. Dia terlalu fokus membaca buku sampai tidak sadar bahwa seorang gadis telah mendatanginya. Gadis itu terlihat menatap Lelaki ini sambil tersenyum jahil, lalu segera merampas buku itu sehingga lelaki ini tersentak.

"Kerthi, bisakah kau tidak mengagetkanku?" Tanya lelaki ini kesal.

Gadis ini malah tertawa. "Itu salahmu sendiri karena terlalu fokus dengan bukumu, Antara," balasnya.

Lelaki yang bernama Antara itu mulai memutar bola matanya malas, lalu mengambil buku itu kembali, hendak membacanya. Gadis itu pun juga tidak keberatan menyerahkan buku itu kembali.

"Ngomong-ngomong, anak baru kemarin itu.... adikmu, bukan?" Tanya Gadis yang bernama Kerthi itu.

Lelaki yang dipanggil Antara itu terdiam sejenak, lalu menjawab, "kau benar. Dia adikku, namanya Putera."

"Yah, selama bertahun tahun, kau tidak pernah salam sapa dengannya, bahkan kau biarkan dia tinggal di rumah itu sendirian. Aku berfikir sampai sekarang, kenapa kau melakukan itu?"tanya Kerthi.

Antara terdiam sejenak, mendadak dia ingat masa lalu. Di keluarganya, Putera adalah orang yang sangat dimanja, bahkan ayah dan ibu seringkali bertindak tidak adil kepada dia. Saat masih kecil, mereka sempat bertengkar, yang berakhir dengan adiknya menangis. Ayah dan ibu pun marah hanya kepadanya.

Pernah pula, mainan yang dia miliki diambil adiknya lalu saat diminta balik, adiknya itu tidak mau, ortunya malah memarahi dia. Ketidakadilan di keluarga itu terus menerus terjadi, sampai akhirnya dia muak dan memilih pergi dari rumah itu tanpa bisa dihentikan. Seminggu kemudian orang tuanya mengalami kecelakaan saat mereka mencoba mencari keberadaannya dan akhirnya wafat, dia bahkan tidak menghadiri upacara pemakamannya. Sampai kini, dia masih memiliki dendam karena ketidakadilan itu.

"Kau sendiri tahu, kan?" Tanya Antara, malah membuat Kerthi meneguk salivanya kasar. Dia tahu, Antara sangat tidak suka jika seseorang membela Putera saat ini, karena Ketidakadilan yang dia terima.

"Aku tahu itu, tetapi kau sama sekali tidak berbicara dengannya,"ucap Kerthi berhati-hati.

"Biarkan saja," ucap Antara acuh tak acuh.

"Aku dengar, adikmu mulai mendekati Keira sekarang. Bagaimana menurutmu?" tanya Kerthi lagi.

"Keira?" tanya Antara cukup terkaget.

"Yah, Keira dari keluarga Wijaya."

Antara menepuk jidatnya. "Dasar bocah itu, sama sekali tidak berkaca pada dirinya sendiri. Sudah tahu dia kini hanya yatim piatu tanpa orangtua, bahkan bersekolah disini pun karena Beasiswa, bisa-bisanya mendekati gadis Konglomerat seperti Keira," ucapnya.

Kerthi tersenyum. Dia tahu, Antara sebenarnya masih menyayangi adiknya itu, namun dia tertutupi rasa dendam atas ketidakadilan di masa kecil. "Dia sekarang menjadi pusat perhatian. Kau sebagai kakaknya, tidak ingin melakukan sesuatu?"

"Dia bisa melakukan apa yang dia inginkan," kata Antara dengan nada acuh tak acuh. "Aku tidak peduli dengan urusannya."

Kerthi menghela nafasnya. Memang mustahil untuk membujuk Antara agar berbaikan kembali dengan Putera kalau sudah begini. "Terserah kau saja."

Bel pelajaran berakhir telah berbunyi. Mereka semua telah bersiap-siap untuk pulang, tidak terkecuali Antara dan Kerthi. Mereka kini memang tinggal serumah setelah minggat dari rumah dari orang tuanya, lalu membangun usaha laundry secara hersama-sama.

Mereka mulai keluar kelas, secara bersama sana, sampai menemukan di gerbang sana ada Putera yang masih saja dekat dengan Keira. "Bocah itu, apa dia tidak malu menjadi pusat perhatian?" tanya Antara kesal.

"Kau perhatian juga padanya," ucap Kerthi sambil tersenyum.

Antara menatap Kerthi sejenak, lalu menjawab, "mustahil aku perhatian padanya.

Kerthi terkekeh melihat respon dari Antara, yang memang sebenarnya Lelaki ini sudah dia anggap teman terbaiknya.

"Ayo kita pulang, lalu kita bekerja kembali," ucap Kerthi sembari mendorong Antara untuk jalan.

Waktu cepat berlalu. Pada keesokan harinya, Antara mulai memasuki Sekolah, lalu berpapasan dengan Putera. Putera terlihat asyik bercanda dengan teman temannya, yang memang bahwa Putera termasuk lelaki yang sangat ramah dan periang. Senyuman tipus terbit di bibir Antara, namun dengan cepat senyuman itu memudar. Antara langsung memutuskan untuk berlalu tanpa kata-kata, membiarkan adiknya itu masih asyik bersama temannya.

Kerthi yang menatapnya tampak menggelengkan kepalanya. Seperti biasa, Antara akan selalu memperhatikan adiknya, namun enggan mengakui nya.

Putera sendiri sempat menoleh ke arah Antara, dia hanya terdiam sejenak, lalu kembali melanjutkan canda tawanya.

Bel masuk berbunyi. Mereka semua mulai memasuki kelas. Terlihat Antara tengah berada di pintu depan kelas XI IPA 3, sempat menatap ke arah kelas X IPA 1, yang terlihat Putera membuntuti gadis Konglomerat itu. Antara menghela nafasnya, merasa sedikit malu dengan apa yang Putera lakukan sehingga banyak perhatian tertuju padanya. "Putera itu..."

Antara mulai masuk ke dalam kelasnya, lalu duduk di bangkunya. Di sebelahnya, Kerthi tengah menunggunya. "Kau terlihat begitu perhatian pada adikmu," ucap Kerthi.

"Jangan mengarang," ucap Antara kesal, membuat Kerthi tertawa.

"Oh, ya. Kau tahu, kemarin malam aku lihat adikmu menjadi pegawai di Toko Ganesha," ucap Kerthi, membuat Antara mulai menatapnya dengan perasaan tidak percaya. "Dia kerja part time di malam hari sampai pukul 11 malam. Gila tidak, tuh?"

Mendengar bahwa adiknya bekerja part-time di malam hari membuatnya merasa campur aduk. Meskipun dia ingin menjaga jarak dari Putera, dia masih merasa peduli terhadapnya. Namun, dia tidak ingin mengakui perasaan itu.

"Part-time di malam hari? Biarkan saja. Itu urusan nya," kata Antara dengan nada yang mencoba untuk tetap acuh tak acuh, meskipun dia merasa khawatir.

Bagaimana tidak, selama ini yang dia tahu adalah Putera selalu tidur di pukul 9 malam saat ortu masih ada. Sekarang dia kerja sampai pukul 11 malam? Bagaimana dengan kesehatannya nanti?

"Adikmu itu pekerja keras. Dia bilang sudah waktunya untuk mandiri. Jika kakakku bisa, kenapa aku tidak? Begitu katanya."

"Jika dia merasa itu adalah yang terbaik untuknya, biarkan dia melakukannya," kata Antara dengan nada yang tetap mencoba untuk terdengar acuh tak acuh.

"Terserah kau saja," ucap Kerthi lagi.

Bel istirahat berbunyi. Antara tengah menatap Putera yang tengah asyik menempeli Keira di Kantin ini. Terlihat Keira Itu begitu risih dengan keberadaan Putera dan juga ada gadis yang lagi satunya tengah asyik nimbrung juga. Melihat interaksi mereka justru membuatnya merasa malu. Adiknya itu benar benar tidak peduli apapun.

Kerthi melihat Antara yang tampak gelisah. "Sepertinya kamu masih peduli dengan adikmu, Antara," katanya dengan lembut.

Antara menggelengkan kepala, mencoba untuk menepis perasaannya. "Tidak, aku sudah bilang berkali-kali, aku tidak peduli dengan urusannya."

Kartu menghela nafas pelan. Ini sudah ke sekian kalinya dia terlihat gelisah setiap kali bahas sial adiknya, namun dia selalu saja menepisnya. "Benar-benar keras kepala sekali," ucap Kerthi.

-bersambung-

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!