"Tatap teroooosssss.... Suitt suittt.... Uhuuyyyy...."
Seruan heboh itu keluar dari mulut Robin saat melihat tamunya yang tak lain adalah Ray masih saja terus menatap kepergian Yumna dari ruangannya ini. Bahkan sampai gadis itu masuk kembali ke dalam resto.
"Udah, nggak usah dilihatin lagi. Udah hilang dari pandangan juga." Robin menyandarkan punggungnya pada kepala sofa setelah mengambil makanan ringan yang baru saja dibawakan oleh Yumna.
"Apaan sih lo!" Ray berkata ketus mendapat ledekan dari Robin.
Ray bangkit dari duduknya dan langkahnya kini menuju ke arah dinding kaca yang bisa melihat keadaan resto yang saat ini mulai ramai pengunjung di waktu menjelang petang. Pria itu berdiri dengan kedua tangannya yang dia masukkan ke dalam saku celananya.
Keadaan di dalam resto yang masih terlihat dari ruangan ini membuat Ray bisa melihat sosok gadis itu yang sedang berdiri di dekat meja kasir. Dia terlihat sedang berbicara dengan salah satu dari karyawan yang berjaga di sana.
"Ray, emang lo beneran yakin kalo dia cewek yang lo cari selama ini?"
Robin bertanya pada pria itu. Dia sebenarnya masih penasaran apakah benar karyawannya yang namanya sama—Hime—itu adalah sosok gadis yang selama ini di cari oleh Ray. Tapi setelah diamati, Robin berfikir jika gadis yang sekarang bekerja sebagai karyawan di resto ini terlihat berbeda dengan sedikit deskripsi tentangnya yang di dengar dari pria itu.
"Kenapa lo bertanya seperti itu?" Ray balik bertanya pada Robin tanpa berbalik badan dan masih setia memandang ke arah resto karena masih terlihat gadis itu di dalam sana.
"Gue cuma heran aja. Kata lo kan selain namanya yang emang ada Hime-nya, lo juga pernah bilang kalo dia itu gadis yang ceria." Ujar Robin sambil mengusap-usap dagunya seraya berfikir.
"Itu yang sedang gue pikirkan selama berminggu-minggu ini setelah pertama kali lihat dia lagi ketika interview waktu itu." Ujar Ray. Pria itu sudah tidak lagi melihat gadis itu di dekat meja kasir karena sudah berjalan masuk ke dalam dapur.
"Tapi yang gue lihat selama dia mulai bekerja di sini sih dia tipe gadis yang pendiam. Dia jarang sekali berbicara dengan karyawan lain kalo nggak ada yang ajak dia bicara. Kecuali—hanya sama satu temannya itu aja. Kalo sudah berdua aja, mereka bisa saja saling ledek-ledekan. Karyawan yang lain sih ada yang bilang kalo mereka itu tinggal serumah di sini. Dan temannya itu tipe gadis yang protektif dan akan galak juga kalo ada orang lain—event lawan jenis—yang sedang berusaha untuk deketin dia. Astaga—asal lo tahu, gue aja sampai dimusuhin sama temannya itu. Mungkin dia berfikir kalo gue lagi coba deketin gadis itu. Kalo aja dia bukan temannya, udah pasti gue pecat aja tuh."
Ray berbalik untuk kembali duduk di sofa dan bersebelahan dengan Robin. Dia mengambil satu makanan yang di bawa oleh gadis itu ke sini.
"Gue kan udah bilang kalo lo nggak perlu terlalu mencolok kalo mau cari info seseorang." Ujar Ray.
Ray sangat tahu bagaimana kelakuan sahabatnya itu jika sudah ingin mencari tahu segala informasi dari orang lain. Termasuk dari sosok itu.
"Gue hanya penasaran aja bro, apa yang buat lo sampai tergila-gila sama gadis itu. Lima tahun loh. Lima tahun. Dan itu bukan waktu yang sebentar menurut gue. Dan gue juga tahu banyak gadis di luaran sana yang sering kejar-kejar lo. Tapi lo-nya aja cuek dan masih tetep buat nyari gadis itu."
"Gue juga kadang bingung sendiri apa yang buat gue sampai saat ini nggak pernah sekalipun mencoba untuk bisa melupakan gadis itu. Padahal hanya sekali melihatnya saat itu." Ungkap Ray.
"Lo aja bingung, apalagi gue."
"Saat pertama kali gue melihatnya dulu, dia sungguh memiliki senyuman yang begitu manis. Tatapan matanya yang indah. Dan juga sifat cerianya yang mungkin buat gue langsung tertarik padanya."
Ray kembali menerawang bagaimana awal pertemuannya dengan gadis itu di saat dia masih berusia dua puluh tahun.
"Tapi—saat gue melihat foto dia yang ada di dalam berkas lamaran pekerjaan itu dan melihat langsung saat dia datang interview ke sini, gue bisa merasakan kalo dia bukanlah orang yang gue lihat dulu." Ray menghela nafasnya setelah mengatakan hal itu.
"Itu berarti emang lo salah orang, bro. Lo kan hanya sekali lihat aja dulu."
Ray menggeleng. "Gue yakin dia adalah orang yang gue cari selama ini, Bin. Hanya saja itu—ada sesuatu yang hilang dari dirinya—yang gue sendiri nggak tahu apa itu." Ujar Ray masih mencoba menerka apa yang sebenarnya terjadi padanya selama ini.
***
"Kamu nggak perlu lihat ke sana."
Yumna langsung menarik wajah Jihan yang hendak menoleh ke arah dinding kaca yang berseberangan dengan ruangan milik atasannya itu.
"Aku cuma penasaran siapa sih pria yang kamu maksud. Bukan si bos kan?" Ujar Jihan yang kembali ingin menoleh ke arah yang di maksud Yumna tapi lagi-lagi gadis itu langsung menahannya.
"Bukan—ada orang lain di sana selain si bos. Dia itu tamunya si bos. Tapi sepertinya bukan tamu biasa."
"Mungkin temannya kali. Atau saudaranya."
"Bisa jadi. Hanya saja—"
"Apa?"
"—nggak tahu deh."
Yumna langsung diam tidak jadi melanjutkan ucapannya dari apa yang sedang dia pikirkan tentang siapa sosok pria itu.
"Udah, ah. Aku mau ke dapur dulu, mau cek cake coklat strawberry yang lagi di buat sebelum antarkan hidangannya barusan. Dan setelah itu—Aku harus antarkan lagi ke sana sekalian sama buah strawberry-nya juga." Ujar Yumna yang diakhiri dengan helaan nafasnya yang berat.
"Mau Aku aja yang antar itu kesana?" Jihan menawarkan diri ingin membantu Yumna. Di tambah dia juga sebenarnya penasaran siapa tamu yang di maksud olehnya.
"Tidak perlu." Sahut Yumna.
"Yaudah cepetan sana. Tapi kalo ada sesuatu kamu harus langsung cerita sama Aku loh."
"Iya. Emangnya pernah ya Aku nggak pernah cerita sesuatu ke kamu?"
"Pernah."
"Jihan—"
Gadis terkikik melihat Yumna yang pura-pura memasang wajah kesal padanya.
"Sudah, sana."
"Iyaa."
Yumna kembali ke dapur untuk mengecek cake coklat strawberry yang tadi dia bikin yang ternyata sudah matang. Dia pun segera mengambilnya dari oven.
Yumna juga menyiapkan wadah yang nantinya akan dia pakai untuk tempat cake coklat strawberry-nya. Begitu juga dengan buah strawberry miliknya yang sudah dia sisihkan untuk bisa dia antarkan bersama cake itu.
Setelah semuanya selesai, Yumna harus mengantarkan itu kembali ke ruangan atasannya segera. Dia kini langsung ke sana. Itu dia lakukan bukan karena sosok pria itu, melainkan biar dia bisa segera kembali lagi ke dalam resto ini tanpa harus bertemu dengan sosok itu lagi.
Saat keluar resto dan berjalan menuju ke ruangan atasannya itu, Yumna sesekali harus menghela nafasnya berat, apalagi saat melihat mobil asing itu masih ada di tempatnya, yang itu berarti sosok dari pria itu pun pasti masih ada di dalam ruangan milik atasannya itu juga.
Yumna kembali mengucapkan terima kasih saat Robin yang kembali membantunya untuk membukakan pintu untuknya. Robin juga langsung memintanya untuk meletakkan apa yang Yumna bawa itu ke atas meja dimana tadi dia sudah meletakkan hidangan sebelumnya.
Yumna sempat melihat ke sekeliling ruangan ini. Tapi aneh, dimana sosok pria yang menjadi tamu dari atasannya itu. Kenapa dia tidak ada di sini bersama dengan atasannya.
"Teman Saya masih di dalam sana."
Robin berkata sambil menunjuk ke sebuah ruangan yang ada di sini. Rupanya dia menyadari sikap Yumna yang seperti sedang mencari sosoknya.
Yumna langsung menunduk malu. Seharusnya dia tidak menunjukkan sikapnya yang seperti itu.
Yumna kembali melirik sekilas ruangan dimana pria itu sedang berada di sana. Di lihat dari bentuknya, sepertinya itu ruangan digunakan untuk tempat istirahat, misalnya kamar mungkin.
"Maaf, kalau sikap dari teman Saya tadi buat kamu merasa tak nyaman untuk mengantarkan ini lagi." Robin berkata sambil duduk di kursi kebesarannya. "Jadi Saya menyuruh dia untuk masuk ke ruangan itu dulu saat Saya melihat kamu sudah keluar dari dapur dengan membawa itu."
"Oh, tidak, Pak. Itu tidak seperti yang Bapak pikirkan."
Yumna berusaha bersikap biasa.
"Tidak apa, Yumna. Wajar jika kamu bersikap seperti ini. Itu pasti dikarenakan sikap dari teman Saya yang tadi. Dan sebelumnya—kamu juga sudah pernah bertemu dengannya sebanyak dua kali. Itu pasti sangat menganggumu, dan Saya harap kamu bisa memaklumi sikapnya. Dia memang seperti itu orangnya kalau ada orang yang baru dilihatnya." Ujar Robin.
Yumna mencoba tersenyum tipis. Meski terasa kaku karena ternyata atasannya itu menyadari sikapnya saat bertemu dengan seseorang yang menjadi tamunya hari ini.
"Dan Saya ingin mengucapkan terima kasih sama kamu karena sudah membantu Saya untuk menyiapkan hidangan yang baru kamu antar ini. Teman Saya pasti akan suka karena itu salah satu makanan favorit dia." Ujar Robin kini.
Yumna hanya bisa tersenyum kaku mendengar penjelasan dari atasannya itu. Meski ada beberapa dari penjelasannya yang membuat dirinya sedikit bingung apa maksud dari perkataannya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments