"Jihan, bisa kamu panggilkan Hime sebentar?!"
"Hime? Hime bukannya nama resto ini ya, Pak? Apa yang di maksud Bapak itu Yumna? Bapak kan sering panggil nama dia dengan Hime."
Bukan Jihan yang menyahuti ucapan perintah dari pria yang merupakan atasannya itu, melainkan seorang gadis lainnya dengan kunciran kudanya yang berada di depan meja kasir dan tepat di sebelah gadis yang bernama Jihan itu.
Sedangkan Jihan hanya diam, memandang atasannya itu dengan keningnya yang mengerut dan kedua matanya yang menyipit.
"Ah, sorry. Iya, maksud Saya itu. Yumna." Ralat pria itu cepat mendengar sahutan gadis itu. Di tambah melihat sikap Jihan yang hanya diam tidak mengindahkan perintahnya.
"Tolong kamu saja deh yang panggilkan dia! Dan katakan pada dia untuk bisa datang ke ruangan Saya sebentar!" Perintah atasannya itu lagi. Kini perintah itu bukan ditujukan kepada Jihan, tetapi pada gadis berkuncir kuda itu yang langsung ditanggapi dengan anggukannya.
"Maaf, Pak. Tapi Yumna masih sibuk membuat pesanan dari para pelanggan yang baru datang." Sela Jihan langsung saat gadis berkuncir kuda itu hendak meninggalkan meja kasir.
"Ada Chika atau Dita, kan?" Tanya pria itu dengan matanya yang melirik sekilas pada Jihan.
"Adanya Chika, Pak. Kalau Dita masih pergi keluar sama Ilham untuk membeli stok bahan-bahan makanan yang sudah menipis. Sedangkan Chika pasti lagi sibuk bantuin Yumna di dapur." Lagi-lagi gadis berkuncir kuda itu yang menyahuti ucapan atasannya itu.
Jihan hanya bisa mendengus kembali saat mendengar penjelasan dari gadis disebelahnya itu.
"Ya sudah. Cepat panggilkan saja. Saya ada perlu sebentar dengan Hime. Eh, maksud Saya Yumna." Ujar pria itu lagi-lagi meralat ucapan panggilan dari salah satu nama karyawannya itu.
"Dan kamu Tuti. Kalau memang Chika kerepotan menyiapkan pesanan dari para pelanggan yang datang, tolong kamu bantu dia ya?!" Perintah pria atasannya itu pada gadis berkuncir kuda.
Gadis itu mengangguk cepat dan segera berlalu meninggalkan meja kasir yang kini hanya di jaga Jihan untuk memanggil Yumna sebentar sesuai perintah dari atasannya itu.
Pria yang merupakan atasannya itu lalu meninggalkan meja kasir dan berjalan menuju pintu samping keluar dari resto ini untuk kembali ke ruangannya.
Jihan yang melihat kepergian pria itu hanya bisa mendengus kesal.
Tak berapa lama Yumna pun muncul tanpa diikuti gadis bernama Tuti. Sepertinya Tuti sedang ikut membantu Chika di dapur.
Yumna yang baru saja berjalan melewati Jihan pun hanya bisa mengangkat sebelah alisnya saat menatap raut wajah Jihan yang terlihat kesal itu.
Sebenarnya Yumna memahami apa yang membuat Jihan memasang wajah kesalnya di depan meja kasir setelah pria yang menjadi atasannya itu tadi akan menyuruhnya untuk meminta dirinya agar bisa menemui pria itu di ruangannya sana. Tapi Yumna hanya acuh dan mengabaikan Jihan yang cemberut seperti itu. Dia hanya terus berjalan keluar resto untuk menuju ke ruangan dari atasannya.
Menuju ke sebuah bangunan kecil yang mirip paviliun yang berada tepat di halaman sisi kiri dan tidak menyatu dengan resto ini, Yumna kembali di buat terdiam setiap kali berada di depan pintu yang kini masih tertutup dari bangunan ini yang digunakan sebagai ruangan pribadi dari atasannya ketika dia berkunjung ke resto.
Yumna hendak mengetuk pintu sebelum suara atasannya itu yang terlebih dulu terdengar dari dalam bangunan ini.
"Masuk saja, Hime! Pintu tidak Saya kunci." Perintah dari atasannya itu membuat Yumna tersentak. Mungkin karena dirinya yang terlalu lama diam di depan pintu tanpa mengetuknya membuat atasannya itu akhirnya menyadarinya.
Bentuk bangunan ini yang di dominasi oleh kaca di bagian sisi depan dan sisi kanan yang bisa melihat keadaan di luar dan di dalam resto membuat pria itu pasti mengetahui jika Yumna sudah berjalan ke sini untuk menemuinya.
Yumna mengintip sejenak ke dalam ruangan itu lewat dinding kaca dan dia bisa melihat atasannya itu sedang duduk di kursi kebesarannya dengan tangannya yang tampak sibuk.
Yumna lalu memegang handle pintu untuk membukanya dan masuk ke dalam bangunan ini.
"Selamat sore, Pak!" Sapa Yumna membuat pria itu mengangkat wajahnya dan menghentikan aktivitasnya.
"Sore, Hime." Sapa sang atasan itu dengan cerianya.
Pria itu sedikit memundurkan kursi yang didudukinya agar bisa duduk dengan lebih santai lagi. Dia juga menopang kedua sikunya pada lengan kursi yang didudukinya dengan pandangan yang lurus menatap pada Yumna. Tak lupa dengan senyumannya yang membuat Yumna langsung menundukkan pandangannya.
"Maaf, Pak. Ada apa ya Pak Robin memanggil Saya ke sini?" Meski Yumna sebenarnya merasa tidak nyaman dengan sikap dari atasannya yang bernama Robin itu, dia tetap harus menanyakan perihal atasannya itu yang membuat dirinya harus datang untuk menghadapnya di ruangannya ini.
"Ah iya. Begini, Hime—"
"Maaf, Pak—" Sela Yumna cepat. "—bisa tidak Pak Robin jangan panggil Saya dengan sebutan nama itu?" Pinta Yumna.
"Kenapa?" Tanya Robin dengan bingung. "Bukannya nama kamu Himeka Lalitha Yumna kan? Seharusnya bisa donk Saya panggil kamu dengan nama Hime."
"Iya, Pak. Itu memang nama lengkap Saya. Tapi—Saya hanya tidak suka saja kalau ada orang yang panggil Saya dengan nama itu." Ujar Yumna menjelaskan perihal itu pada Robin.
Robin yang mendengar penjelasan dari Yumna hanya bisa mengerutkan kening. Pria itu sedikit bingung kenapa gadis itu enggan di panggil dengan nama itu. Sedangkan menurut sahabatnya, dia mendengar namanya gadis itu adalah Hime. Apa mungkin sahabatnya itu salah orang. Atau—tauu ah. Robin jadi pusing sendiri kalau sudah berurusan dengan sahabatnya itu jika sudah menyangkut gadis yang selalu dicarinya selama ini.
"Hm, baiklah. Kalau begitu. Yumna. Iya kan?" Ujar Robin.
"Terima kasih, Pak." Ujar Yumna sambil tersenyum tipis.
Robin ikut tersenyum membalas senyuman dari Yumna. Pria itu kembali memajukan kursinya. Siku kedua tangannya kini bertumpu pada meja.
"Hm, begini Hi—oh maaf—maksudnya Yumna. Saya ingin meminta kamu untuk menyiapkan minuman dingin dan beberapa makanan ringan ya. Nanti kamu bawa semua itu ke sini. Karena sebentar lagi Saya kedatangan tamu spesial." Ujar Robin menjelaskan perintahnya itu pada Yumna.
"Ini Saya harus pergi keluar untuk beli atau gimana ya, Pak?" Tanya Yumna sedikit bingung dengan perintah dari atasannya itu.
"Tidak perlu keluar, Yumna. Menu yang ada di resto ini saja. Kebetulan tamu Saya itu belum pernah mencoba menu-menu baru yang tersedia di sini. Tapi jangan menu yang berat ya."
Yumna mengangguk mengerti.
"Iya, Pak. Saya akan siapkan segera." Ujar Yumna.
"Ada yang lainnya lagi, Pak?"
"Sepertinya itu saja dulu."
"Baik, Pak. Kalau begitu Saya pamit keluar dulu."
Robin mengangguk mempersilahkan Yumna untuk keluar dari ruangannya. Tapi saat Yumna sudah membuka pintu, Robin kembali mencegahnya.
"Yumna, tunggu sebentar."
Yumna menoleh pada Robin.
"Iya, Pak."
"Saya baru ingat. Saya dengar dari yang lain kalau kamu sering sekali bawa cake coklat strawberry dari rumah? Apa itu benar?" Tanya Robin dari tempatnya duduk dengan pandangannya yang lurus menatap pada Yumna.
Yumna yang masih berdiri di depan pintu keluar pun tampak terkejut ketika mendengar pertanyaan dari Robin. Darimana atasannya itu bisa tahu.
"Ma—af, Pak. Saya janji tidak akan mengulanginya lagi." Ujar Yumna langsung meminta maaf pada atasanya itu. Karena Yumna sendiri tahu apa yang menjadi peraturan di resto ini yang dimana para karyawan di larang membawa makanan apapun dari luar. Tak terkecuali juga bekal yang dibawanya dari rumah.
"Tidak, Yumna. Tidak apa. Saya mungkin memang akan menegurmu lain kali. Tapi saat ini justru Saya ingin apa yang kamu bawa itu untuk sekalian dibawakan ke sini. Untuk bisa Saya hidangkan pada tamu Saya nanti. Itu pun jika kamu tidak keberatan."
"Hah? Tapi—"
"Kamu tenang saja, Yumna. Saya—"
"—maaf, Pak. Bukannya Saya tidak mau, tapi—hari ini kebetulan Saya hanya membawa dua potong saja. Itu juga masih tinggal satu potong saja karena tadi sempat diminta sama Ilham."
"Oh, jadi kamu tidak bisa membawakan itu ke sini?"
"Ee—gimana ya Pak—kalau Pak Robin tidak keberatan dan juga mau sih—Saya mungkin akan membawakan buah strawberry milik Saya, Pak. Bekal lainnya yang Saya bawa juga. Sebagai ganti apa yang Bapak minta." Ujar Yumna yang akhirnya juga mengaku membawa makanan lainnya selain cake coklat strawberry itu.
Yumna sampai mengigit bibir bawahnya. Takut jika atasannya itu akan memarahinya setelah ketahuan dan dia yang mengakui sendiri dengan apa yang dibawanya itu.
"Oh, jadi kamu suka strawberry juga?"
Yumna langsung menatap bingung dengan pertanyaan dari Robin barusan itu. Juga? Maksudnya apa?
"Ya, ya, baiklah. Tidak apa, Yumna. Itu juga boleh. Kalau untuk cake coklat strawberry-nya bisa tidak Saya minta kamu buatkan itu di sini sekarang? Kamu bisa ambil bahan-bahan yang ada di sini yang kamu perlukan."
"Hah? Apa boleh, Pak?"
"Untuk apa Saya tawarkan kalau Saya tidak mengijinkan?"
Yumna tersenyum mendengar perijinan dari atasannya itu. Karena itu artinya Yumna bisa menggunakan beberapa alat yang lebih canggih yang ada di resto ini. Tapi—
"Pak—tapi Saya nanti tidak enak sama yang lainnya kalau ketahuan ambil bahan punya resto ini. Apalagi Saya kan masih karyawan baru ini. Belum ada satu bulan juga di sini." Ujar Yumna kini.
"Kamu tidak perlu khawatirkan tentang itu. Kamu bisa tanya pada Dita dan Della, itu juga yang ingin Saya lakukan juga untukmu."
"Maksud Bapak—"
"Iya, Yumna."
Yumna mengangguk mengerti.
"Tapi sebelumnya Saya mohon maaf, Pak. Jika nanti itu memang bisa dijadikan salah satu menu baru yang ada di resto ini, Saya akan menolaknya."
"Kenapa? Bukankah itu akan menguntungkan untukmu juga?"
"Saya tidak pernah memikirkan untung yang nanti bisa Saya terima, Pak. Tapi—Saya membuat itu hanya untuk hobi saja. Yang penting orang-orang yang pernah mencobanya menyukai itu. Keluarga Saya kebetulan juga suka apa yang Saya buat untuk mereka itu. Terlebih lagi anak-anak."
"Anak-anak?" Dari sekian penjelasan Yumna itu. Robin cukup terkejut dengan kalimat ucapan terakhir dari Yumna.
"Adik Saya, Pak."
"Oh. Tapi mungkin kamu bisa memikirkannya nanti. Itu juga perlu Saya evaluasi dulu, jika di rasa memenuhi untuk bisa dijadikan menu baru di sini, mungkin kamu bisa mempertimbangkan hal itu." Ujar Robin.
"Kalau begitu Saya ijin keluar dulu untuk menyiapkan apa yang Bapak perintahkan pada Saya tadi." Ujar Yumna kini yang tidak lagi melanjutkan pembahasan itu.
Yumna kini benar-benar keluar dari ruangan Robin untuk kembali ke dalam resto dan membuatkan hidangan yang di minta oleh atasannya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
❤little girl♥
semangat kk
2023-11-21
0
❤little girl♥
like a mirror
2023-11-21
0