My Little Girl - Hanya Denganmu Ku Bahagia -

My Little Girl - Hanya Denganmu Ku Bahagia -

MyLiGi - BAB 1

Hari ini, di tanggal 12 Februari, tepat lima tahun sudah, hari di mana Ray pertama kali melihatnya. Sosok seorang gadis remaja yang dilihatnya di acara festival band tahunan yang diadakan oleh SMA Biru Langit saat itu.

Ray hanya sekedar tahu nama berdasarkan pendengarannya saat itu ketika salah seorang temannya memanggil gadis itu. Dan juga ada satu lagi yang tertinggal dari gadis itu saat acara festival sedang berlangsung yang hingga kini masih di simpan olehnya.

Berdasarkan dua hal itu, Ray berusaha untuk mencari dan menemukan dimana keberadaan gadis itu. Mencari di berbagai akun sosial media, menanyakan pada panitia acara, dan berbagai cara lainnya sudah dia lakukan. Namun semua itu hanya tetap menghasilkan kata nihil. Tak ada satupun yang dia hasilkan dari semua pencariannya itu.

Ray sebenarnya memiliki beberapa foto gadis itu yang dia jepret secara candid saat acara festival itu. Bisa saja dia menggunakan foto-foto itu untuk bisa menemukan dimana keberadaan gadis itu. Tapi dia enggan untuk melakukannya, apalagi sampai harus menunjukkan fotonya itu kepada siapapun. Dia hanya terus menyimpannya untuk diri sendiri.

Selama lima tahun itu pula, Ray seakan putus asa dengan hidupnya dalam segala upaya pencariannya itu. Di tambah dengan apa yang ingin dilakukan oleh kedua orang tuanya untuk dirinya seminggu yang lalu. Perjodohan.

"Perjodohan?"

Ray terkejut mendengar rencana dari kedua orang tuanya. Terlebih lagi mendengar siapa yang akan dijodohkan untuknya.

"Iya, Re." Ujar sang Mama.

"Tapi, Pa, Ma. Aku tidak ingin perjodohan ini. Lagipula Aku hanya menganggap dia sebagai adik. Dan itu—tidak akan lebih. Lagi pula kenapa tidak coba kalian jodohkan aja dengan Bang Jaja atau Jeje." Ujar Ray.

"Itu tidak bisa, Re. Mereka itu masih ada ikatan saudara. Dan ini juga sudah jadi pilihan yang terbaik untuk kita semua. Demi keberlangsungan perusahaan juga yang sudah kita punya selama ini. Dan cuma kalian yang bisa melakukan ini, Re." Ujar Papa.

"Tapi Aku tetap tidak mau, Pa." Ray masih tetap menolak rencana perjodohan itu.

"Kenapa? Apa alasanmu menolak perjodohan ini?" Tanya Papa dengan nadanya yang sedikit menggebu.

"Apa ada gadis lain yang kamu sukai, Re?" Terka sang Mama.

Ray tercengang dengan pertanyaan itu, tapi dia akhirnya mengangguk mengiyakan pertanyaan dari wanita yang sudah melahirkan dirinya itu. Sedangkan Papa langsung mendengus kasar mendengar pengakuan putranya.

"Maaf, Pa, Ma. Bukannya Aku tidak mau menghargai kalian dan juga keluarga Om Barata. Tapi—Aku sebenarnya sudah ada pilihan sendiri. Ada seseorang yang Aku sukai selama ini. Dan sudah lima tahun Aku menyukainya."

"Apa ini yang menjadi alasanmu yang tiba-tiba ingin merawat seekor anak kucing saat itu? Padahal sebelumnya kamu sangat takut dengan kucing."

Ray mengangguk. "Iya, Ma."

"Lalu dimana gadis yang kamu sukai itu, Re? Kenapa selama ini kamu tidak pernah mengenalkannya pada kami?" Tanya Papa kini.

Ray menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu dimana dia, Pa. Aku hanya pernah sekali bertemu dengannya saat itu."

Kini Papa langsung tertawa mengejek. "Apa? Kamu tidak tahu dimana dia? Dan—kamu hanya pernah sekali saja bertemu dengannya. Omong kosong macam apa ini Re."

"Tapi selama ini Aku masih terus mencarinya."

Ray terlihat mulai frustasi.

"Re, dengarkan Papa—"

Ray menggeleng. "Aku tahu pertemuan kalian juga karena perjodohan. Tapi, Pa, Ma, tolong jangan lakukan perjodohan ini untukku. Aku yakin dia juga tidak mau perjodohan ini. Dan soal gadis itu—Aku janji, Aku akan menemukannya dan Aku akan langsung mengenalkan dia pada kalian." Ujar Ray meminta kedua orang tuanya mau memberikan waktu agar bisa menemukan gadis itu. Sehingga perjodohan yang ingin dilakukan oleh kedua orang tuanya tidak akan terjadi.

Papa menghela nafasnya panjang. Pria dewasa itu perlahan menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa setelah mendengar perkataaan dari putranya itu. Dan sebenarnya dia tidak pernah mempermasalahkan siapa yang akan menjadi jodoh dari putranya. Pria dewasa itu bahkan tahu jika banyak gadis-gadis diluaran sana yang sering kali mengejar putranya tapi selalu berakhir dengan diabaikannya. Tapi mendengar putranya ternyata sudah ada pilihan tersendiri, membuatnya tidak bisa berbuat apapun.

Pria dewasa itu kembali duduk dengan tegap. "Baiklah. Kami akan berikan waktu untukmu. Jika dalam tiga bulan kamu tidak mengenalkan gadis pilihanmu itu, kamu harus bisa menerima perjodohan ini, Re." Ujar Papa dengan tegas.

Mendengar ucapan Papa membuat Ray sedikit ada rasa lega. Tapi itu tidaklah mengenakkan baginya. Karena apa yang dikatakan oleh papanya hanya akan menjadi bom waktu bagi Ray jika dia tidak bisa menemukan gadis yang selama ini dicarinya. Yaitu dengan dia yang harus menerima perjodohan itu.

"Ray, ini kita mau ambil berapa orang lagi untuk tambahan karyawan di resto ini?"

Robin bertanya pada Ray yang kini sedang berbaring di sofa panjang. Kedua tangannya dia silangkan di belakang kepala sebagai bantalan tidurnya. Pandangan matanya kini hanya fokus menatap langit-langit ruangan ini. Mengabaikan pria yang sedang bertanya padanya.

Merasa tak mendapat respon dari Ray, Robin yang sedang memeriksa berkas dari setiap calon karyawan resto ini di kursi kebesarannya pun mengangkat wajahnya.

"Ray!?" Panggil Robin pada Ray yang masih berbaring di sofa panjang itu.

Lagi-lagi Ray tidak menanggapinya. Tampaknya pria itu sedang melamun. Robin yang mulai kesal pun meremas selembar kertas yang sudah tidak di pakai untuk dijadikannya sebuah bola kecil, lalu dilemparkannya benda itu tepat di wajah Ray.

"Auhh."

Ray terperanjat mendapat lemparan bola kertas dari Robin. Ray yang sedang berbaring pun akhirnya bangkit dan duduk dengan pandangannya yang menatap kesal pada Robin.

"Lo apaan sih, Bin?" Ujar Ray dengan nadanya yang ketus.

"Yaelah. Gitu aja lo marah."

Robin terkikik melihat kekesalan Ray. Memang selama beberapa hari ini Ray lebih sering melamun dan mudah sekali emosi ketika di ganggu. Dan Robin pun sangat tahu apa penyebabnya.

"Lagian gue itu masih tanya sama lo." Ujar Robin.

"Emang lo tanya apaan?" Tanya Ray kini.

"Ini—" Robin mengangkat berkas-berkas itu dan menunjukkannya pada Ray. "—gue lagi tanya soal ini sama lo."

"Kirain lo mau tanya apaan."

Ray langsung mendengus setelah tahu maksud dari pertanyaan Robin yang ditujukan padanya itu. Pria itu lalu menyandarkan punggungnya pada sofa.

"Gue kan udah bilang itu semua terserah lo, Bin. Lo yang lebih paham tentang resto ini." Ucap Ray yang tak mau ambil pusing dengan hal sepele yang sedang Robin lakukan saat ini.

"Ya setidaknya lo pilih satu atau dua kek. Biar gue nggak bingung. Lo itu kan—"

Ray langsung menyangkal apa yang akan dikatakan oleh sahabatnya itu. "Nggak. Gue kan udah bilang berapa kali kalo ini bukan punya gue. Dan gue emang nggak ngerasa kalo ini punya gue bro. Gue itu cuma di suruh buat mengelola resto ini aja."

Robin menghela nafasnya. "Tapi lo yang kasih nama resto ini kan? Lo kasih nama resto ini dari—"

"Iya, gue tahu. Dan itu diserahkan semuanya ke gue termasuk salah satunya buat kasih nama apa buat resto ini. Ya gue asal pakai nama itu aja."

"Ya ya, terserah lo deh. Pusing sendiri gue ngadepin lo yang masih seperti ini."

Robin menyerah sendiri menghadapi sikap Ray saat ini. Dia kembali sibuk dengan meneliti setiap berkas dari para calon karyawannya ini tanpa mengganggu pria yang sedang di landa frustasi itu.

Sejak kedatangan Ray ke resto ini pun sikap pria itu sudah tidak bisa di ajak bercanda. Ada saja hal kecil yang menurutnya mengganggu akan membuatnya langsung emosi.

Dan semua itu karena waktu yang sudah ditentukan oleh orang tuanya pada Ray yang jika dia sudah melewati batas waktu itu, dia harus menerima permintaan dari orang tuanya dengan menerima penerima perjodohan itu.

Sedangkan Robin sendiri yang selama ini ditugaskan untuk membantunya mencari tahu dimana keberadaan gadis itu pun sering kali di buat pusing sendiri. Bagaimana tidak? Robin tidak memiliki info apapun terkait gadis yang disukai oleh pria itu. Dan Ray hanya memberikan satu petunjuk saja tentangnya. Hanya sebuah nama panggilan dari gadis itu yang sekarang ini dijadikan nama resto yang sedang Ray kelola ini.

Robin sendiri sering kali di buat frustasi oleh kelakuan Ray. Dia justru lebih senang melihat semua kelakuan random lainnya dari sahabatnya itu daripada harus melihat kelakuannya yang saat ini jika sudah menyangkut gadis itu. Karena secinta-cintanya Robin pada seorang gadis, dia tidak akan sampai seperti Ray yang hanya dalam sekali lihat tapi bisa membuat seperti orang yang tidak waras, bahkan sampai mengajak yang lainnya.

"Masih kepikiran waktu yang ditentukan papa lo, Ray?"

Robin kembali bersuara dengan bertanya pada Ray.

"Menurut lo?"

"Menurut gue—mending lo udahan aja deh buat upaya lo cari tahu keberadaan dari gadis itu. Lo nggak punya petunjuk apapun lagi tentang dia. Dan kita juga nggak tahu kan selama lima tahun belakangan ini apa yang sudah terjadi padanya. Seperti—bisa saja dia sudah nggak di beda alam dengan kita." Ujar Robin.

Pletak. Tiba-tiba saja sebuah kunci melayang ke arah Robin. Untung saja kali ini hanya mengenai ujung meja yang tidak terdapat kacanya. Jika saja itu mengenai kacanya, bisa-bisa Robin harus kembali mengganti kaca itu yang dijadikan alas meja itu yang sudah dua kali dipecahkan oleh Ray karena luapan emosinya itu.

"Jangan sembarangan ngomong lo, Bin." Ray bersuara dengan emosi.

"Sorry, Ray. Tapi gue cuma mau berfikir realistis aja. Dan—pada kenyataannya kita tidak tahu apa saja yang udah terjadi pada gadis itu."

Ray yang mendengar perkataan Robin hanya bisa terduduk lemas. Memang benar apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu. Tapi Ray juga punya keyakinan tersendiri tentang gadis itu.

"Udah. Mending lo urus aja itu berkas-berkas itu. Jangan bikin gue tambah stres, Bin."

"Iya. Iya. Ini juga dari tadi gue masih seleksi mana yang bisa kita panggil buat dilakukan interview."

"Mending nambah tiga atau empat orang dulu aja deh. Terutama di bagian dapur. Nanti kalo makin bertambah ramai, lo bisa nambah orang lagi." Ujar Ray memberikan masukan pada Robin.

"Oke. Dari tadi kek lo bilang. Gue jadi mudah buat seleksi semua ini."

"Bawel lo."

Robin terlihat sibuk memisahkan berkas-berkas itu. Dia sudah menentukan empat calon yang di pilih untuk nantinya akan dia hubungi dan bisa dilakukan interview. Robin juga akan menambahkan satu lagi sebagai cadangan. Jika nanti semuanya memenuhi, mungkin Robin akan mempertimbangkan untuk menerima semuanya mengingat semakin meningkatnya jumlah pengunjung di resto ini setiap harinya.

"Ray, yakin nih gue yang harus pilih semua karyawan baru resto ini?" Robin kembali bertanya untuk kesekian kalinya pada Ray masalah calon karyawan untuk resto ini.

"Hm."

"Lo nggak nyesel gue yang harus pilih?" Robin kembali memastikan.

"Bin—"

"Ini ada total delapan berkas yang langsung masuk hari ini sejak kita buka info lowongan pekerjaan kemarin sore." Ujar Robin yang semakin tak dimengerti oleh Ray kemana arah pembicaraannya itu.

"Maksud lo apaan lagi sih, Bin? Lo jangan bikin gue tambah puyeng dengan masalah sepele seperti ini. Gue lagi nggak mau nyari ribut ama lo."

"Hadehh, Ray tahan emosi lo kek. Gue belum selesai jelasin ini sama lo."

"Emang lo mau jelasin apalagi sih?"

"Lo mending kesini deh."

"Males gue."

"Yaelah—gue mau tunjukin sesuatu sama lo."

"Gue nggak mau. Paling lo mau kasih lihat ada satu cewek di daftar calon karyawan itu yang menarik menurut lo." Terkanya.

"Emang bener."

Ray mendengus di tempatnya duduk. Dia sudah menduganya.

"Tapi bukan cuma itu sih. Yakin lo nggak mau lihat?"

"Nggak!"

"Ya sudah kalo lo nggak mau lihat. Gue bisa skip ini satu berkas calon karyawan buat nggak gue panggil untuk interview. Dan gue juga nggak yakin sih nama dari cewek ini sesuai dengan apa yang lo cari selama ini atau bukan." Ujar Robin sambil meletakkan berkas itu ke posisi yang tidak ingin dihubunginya—untuk saat ini.

Mendengar maksud dari ucapan Robin membuat Ray langsung menegakkan tubuhnya. Ditatapnya Robin yang ternyata sudah menyunggingkan senyuman miringnya sambil mengangkat satu berkas dari salah satu calon karyawan.

"Apa lo bilang?"

"Ini. Ada satu nama yang harus lo lihat. Hi—me—ka."

Mendengar nama itu membuat Ray langsung berdiri dan beranjak dari tempat duduknya. Pria itu langsung menghampiri meja Robin dan merebut berkas yang ada di tangan pria itu.

Ray langsung melihat berkas dari salah satu calon karyawan resto ini.

"Himeka Lalitha Yumna." Ray membaca sebuah nama yang cantik dari salah satu pelamar itu.

Pria itu memang tidak tahu nama lengkap dari sosok gadis yang dicarinya ini. Tapi melihat foto yang disertakan dalam berkas lamaran itu membuat Ray tidak salah orang.

Ya. Ray akhirnya menemukannya. Sosok seorang gadis yang selama ini selalu dicarinya. Dan semesta memang benar-benar masih mendukung apa yang Ray harapkan selama ini.

"My little girl, setelah lima tahun lamanya Aku mencarimu, akhirnya Aku bisa menemukan keberadaanmu juga."

Terpopuler

Comments

20-042Indahsebayang Sebayang

20-042Indahsebayang Sebayang

up lagi kak cerita nya.seru

2023-10-05

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!