Namanya Daniel

Apa aku sebelumnya sering kesini untuk melihat Daniel. Aku terus bertanya-tanya dalam benakku berharap ada jawaban.

"Gita, dia liatin kamu tuh" bisik gadis tersebut kembali.

tanpa sengaja kami bertatapan. Beberapa detik saja Ia langsung beranjak pergi dari tempat duduknya. Seoalah enggan untuk diganggu.

"yah dia pergi Git, kamu lagi gak beruntung hari ini. Besok-besok aku bantu deh" ucap gadis tersebut.

"iya makasih ya nan" balasku kepada gadis tersebut yang ternyata bernama Nandya. Entahlah nama itu tiba-tiba muncul saja didalam ingatanku.

Aku kembali kekelasku, terlihat Layla yang sedang duduk melambaikan tangan kepadaku. "Gita sini"

"Ada apa La" ujarku sambil berjalan mendekati Layla.

" dari mana aja Git, dicariin dari tadi gak ketemu"

"Dari toilet La" ujarku berbohong.

Layla hanya mengangguk lalu melanjutkan membaca bukunya.

Jam pulang telah tiba. Para murid berhambur keluar kelas, begitupun aku dan Layla. Aku sengaja berjalan lamban karena ingin melihat Daniel dijalan. Aku masih saja penasan dengan lelaki itu. Apa kaitannya lelaki itu dengan sang pemilik tubuh ini. Aku merasakan hal yang aneh seperti ada hal yang belum aku ketahui.

Benar saja dugaanku. Lelaki itu berjalan sendirian seperti tidak memiliki teman. "La, itu liatin deh tu cowok kenapa ya selalu sendirian" tanyaku kepada Layla yang berada disebelahku.

"oh Daniel kah"

"Iya Daniel, kenapa dia selalu sendiri kaya gak punya temen ya, padahal diakan cukup ganteng"

"Git, Kamu kenapa sih kok aneh deh akhir-akhir ini" Layla menghentikan langkahnya. Ia terlihat bingung sambil menatapku.

"Aneh gimana La"

"Kamu kan emang udah lama suka sama Daniel dan selalu ngikutin dia sampai masuk kekelasnya, dan mungkin Daniel juga udah muak ngeliat kamu ngikutin dia terus"

Apa serendah itukah aku sampai seperti itu menyukai seseorang. Apa Daniel terlihat sombong bukan karena sombong tapi karena merasa muak melihatku mengikutinya terus.

"Ayo La kita pulang aja" sambil menarik tangan Layla.

Sesampainya di rumah kecil dimana aku dan Layla tinggal. Aku ingin sekali mencari tau kenapa Gita bisa menyukai Daniel yang hampir tidak pernah berbicara itu. Apa mungkin hanya karena Daniel tampan. Dan asal usul Daniel pun belum aku ketahui sampai sekarang. Apa mungkin aku baru dua kali pergi kesini jadi belum tau pasti seperti apa Daniel.

Aku mencari informasi dari kamar Gita, membuka buku-buku yang mungkin terdapat tulisan penting tentang isi hati Gita Lestari. Sampai semuanya berantakan dan sampai lelah mencari tidak ada jawaban. Sepertinya seorang Gita tidak menyukai diary atau menulis tentang kisah hidupnya.

Kuambil buku kosong dan memulai menulis hal-hal yang aku lakukan hari ini, tak lupa menulis tanggal supaya mudah diingat.

Senin, 27 september 1999

hari ini aku melihatnya lagi, dan aku mulai berani mendatanginya dikelas walaupun Ia masih cuek dan tidak memperdulikanku. Sikapnya sangat dingin. Aku masih sangat penasaran siapa Gita Lestari dan apa hubungannya dengan Daniel.

Pertanda, Anggita.

setelah menulis dibuku itu, ku simpan di lemari baju dan kutumpuk dengan baju-baju sekolah supaya hanya aku saja yang mengetahui buku itu. Jadi setiap aku pergi ke dunia mimpi ini, aku akan menulis hal-hal aneh yang berkaitan dengan Gita dan Daniel. siapa tau catatan itu akan berguna suatu hari nanti.

Aku merebahkan diri ke kasur. Sangat lelah rasanya tapi aku merasakan aneh dibawah kasurku seperti ada benda keras didalam sprei. Perlahan aku buka sprei tersebut.

...----------------...

Dunia nyata, Tahun 2008

Astaga jam berapa ini. Aku baru saja membuka mata dan terbangun dari tidurku karena sebuah alarm yang sengaja kupasang puluhan kali agar aku bisa bangun pagi.

Padahal aku masih penasaran benda apa yang ada dibawah sprei itu. Kenapa aku harus terbangun sih, jiwa kepoku jadi makin meronta-ronta.

Aku melihat ponselku, terlihat puluhan kali nenek menelpon. "astaga, aku tertidur dari sore kemarin, sekarang tidurku jadi lama sekali" gumamku dalam hati.

Aku sengaja meminta izin untuk tidak masuk kerja hari ini karena ingin menemui nenek. tidak peduli seberapa marahnya Pak Bagas. Karena juga cukup lama aku tidak mengunjungi nenek di Desa yang letaknya tak jauh dari kota ini jadi aku hanya perlu menaiki bus selama 3 jam.

seusai bersiap aku menguci pintu kosku, seperti biasa aku pasti selalu berpamitan kepada Ibu Hanah jika ingin pergi kerumah nenek atau saudara. Seharusnya siang ini Mas Denis dan Ratna sudah berangkat bekerja jadi aku bisa leluasa kerumah Bu Hanah.

"Bu, ini Gita" sambil ku ketuk pintu rumah Bu Hanah, tampak sepi dari luar biasanya bu Hanah pasti sedang menyapu halaman di jam seperti ini.

ceklek..

Pintu dibuka oleh seseorang.

"Mas Denis" terlihat Denis yang tampak sangat pucat. Bahkan didahi nya masih terpasang tempelan penyerap panas. Aku menjadi ingin tertawa karena terlihat sangat lucu tapi juga kasihan.

"Ibu pergi ke apotek beliin Mas obat, Gita masuk dulu, sambil nunggu ibu datang"

"Mas gak papa kan" tanyaku yang cukup khawatir kepada Denis yang tampak terlihat lemas.

"duduk dulu, Mas gak papa kok ini, sehat" ujarnya sambil duduk dihadapanku.

aku mendekat kearah Denis, menempelkan telapak tanganku kepipinya. Denis menatapku, rasanya sangat gugup dan tidak sadar apa yang telah aku lakukan, apa sangat lancang.

"ah maaf mas, cuma mastiin aja panas mas udah turun atau belum" ujarku yang sangat malu bahkan mungkin pipiku terlihat memerah sekarang.

"Gak papa Gita, dibilangin mas udah sehat kok"

Ibu Hanah masuk kedalam rumah, melihat aku ada dirumahnya, Ibu Hanah langsung duduk disebelahku dan memelukku seperti layaknya anaknya sendiri.

"Gita, kamu udah gak papa kan nak"

"Gak papa bu, Gita kesini mau ngomong sama ibu kalo Gita mau kerumah nenek, mungkin sampai malam"

"Iya Gita, hati-hati dijalan sayang yah, nanti telepon ibu kalo udah sampai"

"biar Mas anter kamu Git" Sahut Denis.

Ibu Hanah dan Gita langsung menatap Denis bersamaan. "Denis kamu istirahat dikamar aja ini obatmu sok banget mau nganter Gita" melempar bungkusan obat kearah Denis.

Denis tersenyum dan mengantarku ke teras rumah, "Git hati-hati ya dijalan. Kabari Mas kalau ada apa-apa"

"Iya Mas, yaudah sana Mas masuk aja dingin diluar. Nganterinnya sampai sini aja" titahku.

Denis melambaikan tangannya dengan raut wajah murung, sambil berjalan lunglai kedalam rumahnya. Ibu Hanah tertawa melihat kelakuan anak sulungnya.

aku membalas lambaian tangannya dengan senyuman yang kubuat semanis mungkin. (wkwk)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!