Felysia duduk di meja makan dengan pandangan kosong. Bibi Maria sibuk di dapur, dia sedang bersikeras membuatkan makanan kesukaan Felysia. Felysia menatap gelas yang berisi teh beraroma kan melati itu dengan tatapan kosong juga.
Bibi Maria merasa sedih, dia teringat kembali saat secara tidak sengaja mendengar percakapan Richard dengan seseorang lewat telepon. Dia juga tidak sengaja mendengar ancaman Richard kepada Felysia, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak punya kuasa.
Bibi Maria hanya bisa menatap malang gadis yang sudah dia anggap putri sendiri itu.
"Felysia,"panggil Bibi Maria dengan perlahan. Dia mendekati Felysia sambil membawa beberapa makanan yang sudah matang ke meja makan.
"Iya, Bibi,"jawab Felysia dengan memaksakan senyuman di wajahnya
"Jangan melamun di depan meja makan, nanti makanannya bisa menangis karena merasa diabaikan,"Bibi Maria tersenyum lembut menatap Felysia
"Bibi bisa saja bercandanya,"Felysia mengalihkan kembali tatapannya ke dalam gelas berisi teh usai sebentar menatap Bibi Maria
"Sebenarnya, Bibi tahu apa yang tengah Engkau sembunyikan,"
Mulut Felysia menganga tidak percaya,"memangnya apa yang sedang Felysia sembunyikan, Bibi? Bibi jangan berubah jadi peramal dong?"
"Bibi mendengar percakapanmu malam itu dengan Tuan Richard, apa Kamu baik-baik saja? apa Tuan muda memperlakukan mu dengan kasar?"
Felysia diam tidak menjawab. Pikirannya melayang, kembali keingatan saat dia tidur dengan laki-laki yang dipanggil Tuan Muda itu. Meski dia tidak melihat wajahnya seperti apa karena ditutupi kain, tapi dia dapat merasakan kokohnya kekuatan lengan dan bahunya.
"Aku baik-baik saja, Bibi,"jawabnya dengan suara parau
"Maaf, Bibi tidak bisa berbuat apa-apa, sedangkan Kamu melakukan itu semua karena Richard mengancammu dengan mengatasnamakan kesejahteraan panti asuhan ini,"
Felysia menatap lurus ke arah kamar anak-anak. Dia berdiri dan berjalan ke salah satu pintu kamar. Dia buka kamar itu. Kamar yang terisi 3 tempat tidur tingkat dengan 6 meja belajar seadanya itu tampak hening mendamaikan. Mereka terbang ke pulau kapuk dengan suara dengkuran halus bersahut-sahutan menghiasi kamar tersebut.
"Aku tidak ingin melepas masa depan mereka. Mereka sudah bersusah payah mengukir cita-cita mereka di atas angan dan harapan. Jika ingin melihat mereka sukses, harus ada salah satu orang yang berkorban,"
Bibi Maria memeluk Felysia dari belakang dengan menitikkan air mata. Berkali-kali dia meminta maaf dengan tangan yang gemetaran. Felysia hanya bisa menjawab dengan tidak apa-apa dan senyuman tipis, untuk menenangkan Bibi Maria.
"Ada drama apa lagi ini?" tanya seorang laki-laki dengan suara barito nya
Dua wanita itu terkejut dan segera menghapus air mata mereka. Mereka mengetatkan gigi seakan bersiap untuk berperang, dengan tatapan geram mereka menatap laki-laki paruh baya itu.
"Kenapa kalian menatapku dengan tajam seperti ini? aku ingin bicara berdua saja dengan Felysia,"
Felysia menutup pintu kamar anak-anak dan hendak mengikuti kata-kata Richard. Bibi Maria menahan lengan Felysia,"kali ini aku tidak akan membiarkan mu berbicara pribadi dengan Felysia. Sudah cukup Kamu memanfaatkan Felysia, tidak ada pemanfaatan untuk yang kedua kalinya!"
"Sungguh drama yang menggelikan. Aku hanya ingin memastikan pada Felysia, apakah Kamu melihat wajah Tuan Muda?atau Kamu punya namanya?"
Felysia terdiam dan sedikit berpikir,"bukankah sejak awal Anda menyuruh Saya untuk tidak melihat wajah dan menanyakan namanya?"
"Baguslah kalau Kamu mengikuti kata-kata ku,"
Laki-laki paruh baya itu pergi dengan tawa menggelegar ke seluruh sudut ruangan. Felysia menghela nafas dengan lega, Bibi Maria menatap tidak percaya dengan apa yang dia dengar barusan.
"Apa benar Kamu tidak tahu nama Tuan Muda?"
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
De bungsu
no bab nya acak?
cerita nya bagus
2023-10-26
2