Alfa tengah bersiap untuk pergi dengan Rheina. Setelah siang tadi bertukar pesan, jika ayah gadis itu tak mengizinkan mereka pergi malam, jadilah sore ini Alfa memutuskan untuk pergi agar tepat pukul enam sore nanti Rheina sudah kembali ke rumah.
Langkah kakinya terhenti kala melihat kedatangan Kanaya— ibu dari Alma.
"Fa, kamu udah pulang?" tanya Kanaya dengan nada suara cemasnya.
"Udah tante, pulang di jam biasa, kenapa Tan? Alma belum pulang?" Tebak Alfa.
Kanaya mengangguk dan menghela napas. "Ke mana ya Fa? Tadi sih dia bilang mau kerja kelompok. Tapi enggak tau kenapa kok perasaan tante jadi enggak enak gini," ujar Kanaya yang tak berhenti mengusap tengkuknya.
Alfa yang mendengar kebohongan sang sahabat hanya bisa menggeleng tipis. Tak percaya jika Alma masih belum berkata jujur jika gadis itu sudah memiliki kekasih.
"Tante jangan khawatir. Alma pasti pulang kok kan udah pernah juga. Alfa yakin enggak sampai Maghrib udah pulang," ucap Alfa menenangkan.
Kanaya kembali menghembuskan napasnya. Dia lantas tersenyum. Memang di kelas dua belas seperti sekarang ini anaknya sering sibuk dengan tugas bersama dengan teman-temannya.
Dia merutuki diri yang terlalu parno saat melihat bingkai foto yang berisi gambar Alma terjatuh.
Entah kenapa firasatnya tiba-tiba memburuk.
"Apa tante udah hubungi dia?" tanya Alfa lembut.
"Udah, tapi enggak aktif makanya tante cemas Fa. Tante juga udah telepon teman-temannya dan mereka bilang memang ada tugas dari guru mereka dan mereka enggak satu kelompok dengan Alma. Syeila bilang mungkin Alma memang sedang mengerjakan tugasnya," jelas Kanaya.
Lagi-lagi Alfa menggeleng kecil, bahkan para sahabatnya pun tega membohongi wanita paruh baya di depannya ini.
"Ya udah tante sabar aja. Kalau enggak, coba minta nomor telepon teman satu kelompoknya ke Syeila, pasti tau dia," saran Alfa.
Kanaya mengangguk lalu tak lama dia memperhatikan penampilan pemuda yang selalu dekat dengan putrinya itu.
"Kamu mau pergi ya? Aduh maaf ya tante jadi buang waktu kamu," ucap Kanaya tak enak hati.
"Ah enggak papa kok tan, ada keperluan yang mau di beli aja. Kalau gitu Alfa pamit ya."
Setelah menyalami Kanaya, Alfa segera masuk ke dalam mobil sportnya. Mobil yang baru akan pertama kali ia pakai dengan seorang perempuan.
Alfa tak tahu berapa lama orang tuanya mengumpulkan uang untuk membeli mobil sport idamannya ini. Yang pasti Alfa berjanji akan selalu menjaga dan merawatnya dengan baik.
.
.
Dalam perjalanan, mendadak alfa merasa cemas memikirkan nasib sahabatnya—Alma.
Tidak biasanya gadis itu sulit di hubungi. Jika alasan kehabisan baterai rasanya sangat mustahil.
Kanaya— adalah seorang ibu yang sangat memperhatikan putri semata wayangnya. Bahkan dia selalu memastikan kebutuhan Alma tercukupi.
Setiap pulang sekolah dia tak akan lupa mengisi power bank gadis itu agar bisa di gunakan esok hari.
Alma adalah gadis yang sangat di sayangi orang tuanya, sebab hadir dalam waktu yang cukup lama dalam penantian rumah tangga Kanaya dan Altan.
Saat berada di lampu merah. Alfa mencoba menghubungi sang sahabat. Dan dugaannya sama, Alma menonaktifkan ponselnya.
Tak ingin membuat moodnya berantakan karena akan melakukan kencan pertama, Alfa memilih menyingkirkan pikiran khawatirnya tentang Alma.
Kini, mobil yang di kendarainya berhenti di sebuah rumah sederhana yang berada di kompleks perumahan umum.
Banyak anak-anak kecil bermain di jalanan sana, mungkin karena biasa.
Bisa juga karena terbatasnya tanah lapang untung bermain.
Alfa memarkirkan mobilnya di ujung jalan, dan memilih berjalan menuju kediaman Rheina.
Jalanan yang hanya cukup untuk satu kendaraan lewat tentu membuat Alfa sadar diri.
Begitu dia turun, semua pasang mata menatap ke arahnya. Kebanyakan para ibu-ibu yang tengah berbincang di teras sambil memperhatikan anak mereka yang sedang bermain.
"Permisi Bu," sapa alfa saat melewati mereka.
Di balas anggukan dan di akhiri bisik-bisik mempertanyakan siapa dirinya.
Alfa mengabaikan bisikan-bisikan yang masih bisa di dengarnya.
"Alfa?" suara gadis yang sedang dekat dengannya menyambut dengan riang.
"Ayo!" ajak Alfa masuk kembali ke dalam rumah.
"Oh, pacarnya si Rheina?"
"Mantap amat tuh anak, punya pacar anak horang kayah."
"Alah, kaya juga orang tuanya. Biasanya perempuan kaya Rheina harusnya waswas, bisa-bisa di mainin doang. Abis manis sepah di buang."
Ucapan-ucapan mereka sangat menyakitkan. Rheina yang mendengar nyinyiran para tetangganya semakin menunduk.
"Hei kenapa? Enggak usah di dengerin. Iri aja mereka," ucap Alfa menenangkan.
"Bu-bukan begitu Fa. Aku cuma gugup. Kalau nanti Ayah agak ketus maafin ya," ujarnya memberitahu.
Alfa tersenyum lantas mengangguk.
Kini keduanya sudah berada di ruang tamu. Rheina duduk bersisian dengan sang ayah yang berhadapan dengan Alfa.
Wajah pemuda itu tampak biasa. Tenang dan kalem. Meski ada sedikit perasaan cemas, ya hanya sedikit.
"Kalian mau pergi ke mana?" tanya Firdaus— ayah Rheina.
"Tadinya kami mau nonton bioskop Om. Tapi lihat waktunya, kayaknya enggak ada yang tanya jam segini," jawab Alfa kalem.
"Kamu anak mana?" cecar Firdaus masih dengan nada mengintimidasi. Rheina sendiri gugup sambil memilin jari-jarinya.
"Saya tinggal di jalan Mayjen Om. Perumahan Ocean Park."
Jawaban Alfa sontak membuat pria paruh baya di sana ketar ketir. Bukan tak menyangka. Dirinya tahu sang putri bersekolah di sekolahan elite yang kebanyakan berasal dari keluarga kaya raya.
Daerah yang di maksud Alfa juga terletak di kota. Perumahan yang di sebutkan Alfa salah satu perumahan Elit yang banyak di huni oleh pengusaha, pejabat dan artis-artis ibu kota.
Firdaus meyakini diri jika orang tua Alfa pasti salah satu dari mereka.
"Yah, keburu sore. Katanya aku harus pulang jam enam," keluh Rheina menghentikan rasa penasaran sang ayah.
Jika tidak di sela, Rheina yakin sang ayah akan bertanya banyak hal yang pasti akan membuat Alfa risi.
Demi menghilangkan rasa gugupnya, Firdaus berdehem dan kembali berucap, "Ya udah, inget ya jangan pulang lewat dari jam enam. Enggak ada alasan macet. Kalian pasti hafal jam berapa titik macet di kota ini!"
"Baik Om, kalau gitu saya pamit undur diri." Alfa bangkit dan menyalami Firdaus begitu pula dengan Rheina.
Gadis yang menggunakan rok overal berbahan denim itu terlihat manis. Tampilan khas anak muda dan sederhana seperti sosok Rheina.
Saat melewati kerumunan ibu-ibu tadi, mereka hanya di ledek. Beruntung tak ada ucapan julid seperti saat pertama melihat Alfa.
Pemuda itu berdecih, mungkin mereka pikir dirinya dan Rheina tak mendengar nyinyiran mereka tadi.
Dan lihatlah, kini mereka terlihat seperti seorang tetangga yang baik dengan menebar senyuman.
Rheina berhenti di sisi jalan, dia terkejut bukan main saat melihat kendaraan yang saat ini tengah menjadi perhatian para tetangga di sekitar gangnya.
"Astaga Alfa, kamu enggak salah bawa mobil kaya gitu?" ucap Rheina tercekat.
"Ada yang salah?" Alfa tak mengerti mengapa raut Rheina terlibat frustrasi.
Rheina menggeleng lantas kembali melanjutkan langkahnya saat Alfa mengajaknya bergegas.
Menahan rasa malu, Rheina menyapa para warga yang hampir kebanyakan tak begitu di kenalnya.
Sampai di dalam Rheina mengusap dadanya. Alfa yang melihat hanya terkekeh geli melihat sikap Rheina.
Mungkin, jika gadis lain akan bersikap angkuh dan menyombongkan diri karena di ajak kencan oleh pemuda yang menggunakan mobil sport seperti dirinya.
Namun berbeda dengan Rheina yang justru terlihat tak nyaman.
"Kenapa?" tanya Alfa begitu mereka berhasil keluar dari kerumunan.
"Besok-besok kalau mau pergi pakai motor aja Fa. Aku enggak nyaman," jawab Alma jujur.
Bukan tersinggung Alfa justru terkekeh mendengar jawaban Rheina.
"Besok-besok?" Alfa menoleh sambil menaikkan sebelah alisnya dan tersenyum miring.
Rheina mengerjap bingung, apa aku salah ngomong?
.
.
.
Next
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
bunda s'as
iya ren itu berarti kamu masih mau lagi di ajak pergi sama alfa
2023-10-04
0