Bab 12

Bisma semakin gelisah, karena Buaya itu semakin mendekat ke arahnya. Sungguh dia takut jika dirinya saat ini akan dimakan oleh Buaya tersebut.

Dahi Bisma sampai berkeringat, dia benar-benar ketakutan. Surti yang melihat perubahan raut wajah suaminya langsung menghampiri suaminya dan menepuk pundak Bisma.

"Kamu kenapa sih, Mas? Kenapa kaya orang ketakutan gitu?" tanya Surti dengan heran.

Surti merasa heran karena sejak tadi Bisma melihat ke satu titik tanpa berkedip, bahkan Surti melihat jika Bisma seperti orang yang ketakutan. Takut terhadap apa Surti tidak tahu, karena Surti tidak melihat apa pun selain air yang mengalir.

Bisma yang mendapatkan teguran dari istrinya langsung menolehkan wajahnya ke arah Surti, dia merasa heran karena Surti malah tidak melihat Buaya tersebut. Karena jika Surti melihat Buaya itu, sudah dapat dipastikan jika Surti akan ketakutan.

Bisma jadi bertanya-tanya di dalam hatinya, apakah mungkin hanya dirinya yang melihat Buaya tersebut. Ataukah mungkin Buaya itu adalah jelmaan dari siluman penunggu sungai tersebut, pikirnya.

Namun, seingatnya dari dulu juga dia sering mandi di sana. Akan tetapi, dia tidak pernah melihat ada Buaya ataupun makhluk berbahaya lainnya di kali tersebut. Justru, dia hanya akan melihat banyaknya ikan ataupun udang di saat-saat tertentu.

Namun, dia tidak mau membuat istrinya ketakutan. Pria itu berusaha untuk bersikap tenang di hadapan istrinya tersebut.

"Itu, Yang. Tadi di sana ada ikan gede banget, kamu lihat nggak?" tanya Bisma seraya menolehkan wajahnya ke arah di mana Buaya tadi berada.

Namun, dia merasa heran karena Buaya itu kini tidak ada. Bisma sampai mengucek matanya karena takut dia salah melihat, tetapi rasanya tidak mungkin. Karena Buaya itu tadi terlihat begitu besar dan sangat mengerikan.

"Nggak, Mas. Aku nggak ngelihat ikan, mending udahan aja mandinya. Habis itu kita segera pulang, takutnya anak-anak juga nanti malah kedinginan," ujar Surti.

"Iya, Sayang," jawab Bisma yang merasa sedikit lega, walaupun merasa aneh karena Buaya tersebut tiba-tiba saja menghilang ketika Surti mendekati diri.

Beberapa saat kemudian, Bisma, Surti dan juga kedua anaknya sudah selesai mandi. Mereka sudah berpakaian dengan lengkap, tentunya mereka hendak pergi dari sungai tersebut.

Namun, tidak lama kemudian Bisma kembali melihat ada Buaya tidak jauh dari sana. Saat Bisma mengucek matanya, Buaya itu berubah menjadi Kanjeng Ratu.

Kanjeng Ratu tersenyum dengan begitu manis sekali ke arahnya, Bisma benar-benar merasa takut sekaligus bingung harus melakukan apa.

Takut karena dia baru tahu jika istri keduanya tersebut adalah seekor Buaya, lebih tepatnya siluman Buaya. Dia juga merasa bingung, haruskah dia menyapa istri keduanya itu atau tidak.

Jika dia menyapa Kanjeng Ratu, dia takut istrinya akan curiga. Akan tetapi, jika tidak menyapa Kanjeng Ratu, Bisma takut istri keduanya itu akan marah.

Di saat dia sedang kebingungan seperti itu, tiba-tiba saja angin menerpa wajahnya dengan begitu kencang. Tidak lama kemudian, dia mendengar bisikan tepat di telinganya.

"Pulanglah, Bisma. Ajaklah anak dan istri kamu untuk bersenang-senang, aku hanya rindu. Makanya aku menemui kamu kamu," ujar Kanjeng Ratu.

Bisma tersenyum, lalu dia menganggukkan kepalanya ke arah Kanjeng Ratu. Dia seolah-olah sedang berpamitan kepada istri keduanya tersebut.

Setelah itu, Bisma mengajak anak dan juga istrinya untuk pulang ke gubuk. Tiba di gubuk mereka langsung memakan ubi yang sudah direbus oleh Bisma, lalu mereka juga meminum teh hangat.

Setelah selesai, Bisma mengajak anak dan juga istrinya untuk duduk di atas dipan. Tempat di mana dulu Sari sering diayun, ada rasa sedih yang menyeruak ke dalam hatinya. Namun, menyesal pun sudah tidak berguna.

"Nanti siang Bapak akan mengajak kalian untuk pergi ke kota, kita akan jalan-jalan dan belanja. Apa kalian mau?" tanya Bisma.

Mata Bagas dan juga Bagus langsung berbinar, keduanya terlihat begitu senang mendengar apa yang dikatakan oleh bapaknya tersebut. Begitupun dengan Surti, dia ikut bahagia karena melihat kebahagiaan pada kedua putranya.

"Mau, Pak. Bagas mau jalan-jalan sama beli baju baru," ujar Bagas dengan riang.

"Bagus juga mau!" timpal putra keduanya.

"Iya, iya. Kalian juga bakalan Bapak beliin mainan, tapi sekarang kalian berdua diam di rumah dulu. Bapak sama Emak kalian mau pergi ke warung, mau bayar utang dulu."

"Iya, Pak. Kita nurut," ujar Bagus.

"Anak pandai, Bapak sama ibu pergi dulu."

Bisma mengajak istrinya untuk pergi kediaman Budi, tentunya mereka berjalan beriringan seraya mengobrol layaknya pasangan kekasih yang sudah lama tidak berjumpa.

Tentunya sebelum pergi Bisma mengambil dua gepok uang dan memasukkannya ke dalam kantong plastik hitam, hal itu dia lakukan agar tidak ada orang yang curiga bahwa dirinya membawa uang banyak.

"Bud, maaf aku lama tidak pulang. Hutangku pasti numpuk, ya?" sapa Bisma ketika dia tiba di warung sahabatnya itu

"Ya Tuhan, Bisma. Aku kira kamu sudah meninggal di perantauan, karena tidak ada kabar sama sekali." Budi tertawa setelah mengatakan hal itu.

Bisma ikut tertawa karena pasti sahabatnya itu hanya bercanda saja, lalu dia mengulurkan tangannya untuk mengucapkan terima kasih.

"Terima kasih, karena selama aku tidak ada kamu begitu perhatian kepada anak dan juga istriku."

"Tak usah sungkan, kenapa pergi begitu lama?" tanya Budi.

''Mau nyari rezeki yang banyak, biar bisa bayar hutang. Biar bisa nyenengin anak istri," jawab Bisma.

"Ya, itu memang penting. Tapi, ngasih kabar juga perlu," ujar Budi.

"Hem! Aku tahu, jadi berapa banyak hutangku?" tanya Bisma.

"Sebentar," ujar Budi yang langsung mengambil catatan hutang dan menghitung hutang dari Surti dan juga kedua putranya.

Setelah hutang tersebut dihitung, Budi langsung memberikan catatan hutang tersebut kepada Bisma. Bisma sempat kaget karena ternyata hutannya tidak terlalu banyak.

"Beneran cuma segini?" tanya Bisma.

"Ya, Surti kerja di rumah ayah. Jadi, untuk biaya sehari-hari tentunya dari gaji dia kuli nyuci," jawab Budi.

Sedih sekali jika Bisma kembali mendengar istrinya itu bekerja sebagai pembantu, tetapi dia berjanji tidak akan membiarkan istrinya kembali menderita lagi setelah ini.

"Terima kasih, Bud. Ini aku bayar hutangnya," ujar Bisma seraya memberikan uang sesuai dengan nominal yang disebutkan oleh Budi.

Saat Budi menerima uang yang diberikan oleh Bisma, pria itu sempat mengerutkan dahinya. Tentu saja hal itu membuat Bisma bertanya kepada sahabatnya itu.

"Kenapa, Bud?" tanya Bisma.

"Ah! Tidak apa-apa, duitnya dipegangnya lain. Kaya banyak seratnya, tapi pas dilihat sama aja kaya duit biasanya," jawab Budi.

"Oh!" ujar Bisma was-was.

Terpopuler

Comments

Kustri

Kustri

ada serat'a.... jgn" berubah jd daun

2024-03-04

1

A B U

A B U

gak akan brubah jadi daun wkan?
lanjut

2024-03-01

1

IG: _anipri

IG: _anipri

gimana kalo entar duitnya berubah?

2024-02-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!