Lelaki Tua Itu Suamiku
"Pokonya aku tidak mau. "
Bruk ... Bruk.
Berulang kali Nayla, memukul meja makan dengan kedua tangannya, ia menolak keras keinginan sang papah yang akan menjodohkannya dengan lelaki tua berumur empat puluh tahun.
"Nayla, berani kamu menolak keinginan papah. " Lelaki tua berambut putih itu, tampak sedih mendengar penolakan keras dari anaknya. Ia memijat kening, merasa pusing.
Bagaimana merayu anak satu satunya, agar menuruti keinginannya yang tak lazim itu.
Nayla berdiri, memperlihatkan raut wajah penuh kemarahan, ia membentak sang papah lagi. " kalau tidak mau ya tidak mau. " Sengaja membanting gelas yang ada di atas meja.
Brak.
"Nayla, kontrol emosimu. Bagaimana pun dia ini papahmu. Kamu harus tetap menghormati papahmu, semarah apapun kamu." Timpal wanita tua, berdiri dari tadi di samping suaminya.
" Aku tahu mah, Bapak Handoko yang terhormat ini papah Nayla, tapi keinginannya sangat keterlaluan. Masa ia Nayla dijodohkan dengan bandot tua. " Ucap Nayla, melipatkan kedua tangan, berusaha mengendalikan diri agar tetap tenang.
"Nayla, dia itu bukan bandot tua yang kamu bayangkan, dia lelaki kekar, tampan. Berwibawa, " wanita tua yang bergelar sebagai ibu itu, membuat anaknya tertawa terbahak bahak.
"Hahhha, hohoho. Hihi. " Nayla mencoba mendekati ibunya, dengan tertawa tanpa henti. Membisikan suatu perkataan. " Bu, kalau orang udah tua ya pastinya peot, keriput kulitnya. Sudah nggak pantas di sebut dengan badan kekar, apalagi tampan. Kalau wibawa ya gimana duitnya sih, kalau menurut Nayla. "
Menggertakan gigi, kesal mendengar perkataan anaknya itu. Bu Risma berusaha tetap tenang, dimana Nayla berbisik kembali, pada telinga sang ibunda. " satu lagi bu, pasti benda pusakanya itu belum di sentuh saja udah ngeriut duluan. Jhahhaha. "
"Nayla, jaga bicaramu. Kamu berkata seperti itu karena belum melihat dengan mata kepalamu sendiri, kalau sudah lihat pasti kelepek kelepek. "
"Apa bu, kelepek kepelek. Ya elah bu, lelaki yang sudah berumur itu pastinya senjatanya udah nggak berfungsi, baru di perlihatkan udah mengerut, "
Pak Handoko mengingat kejantannya, ia melihat ke bawah perutnya sendiri. Menutup dengan kedua tangan. " Nayla, jaga bicaramu. "
Gadis berbola mata coklat itu, mendelik kesal ketika mendengar bentakan sang papah.
"Nayla, mama berharap kamu bisa jadi kebangaan keluarga kita. "
"Kebanggaan, karena menikahi kakek kakek. Gitu. "
"Nayla." Pak Handoko merasakan rasa sakit pada dadanya, ia mecengkram bajunya dengan sangat kuat.
"Pah?"
"Ahk, sakit. "
"Papah, tenangin diri dulu ya."
Berusaha mengontrol diri, agar tetap tenang. Sampai dimana rasa sakit pada dada Pak Handoko sedikit mereda.
"Kamu lihat Nayla, kamu sudah membuat papah kamu sakit. "
"Dih, kok nyalahin Nayla, itu ulah papah sendiri. Yang paksa Nayla nikah sama kakek kakek. "
"Nayla, Pak Daniel bukan kakek kakek, Pak Daniel itu duda keren anak satu. "
"Duda keren, mana ada. Dimana mana umur empat puluh itu sudah Kakek kakek, sudah waktunya nunggu mati, di kubur. "
Bosan mendengar ocehan sang ibu yang terus memuji lelaki tua yang akan dijodohkan dengannya, kini Nayla mulai mengibaskan rambut, pergi tampa berpamitan pada kedua orang tuanya.
"Nayla, mau kemana kamu?" Teriakan sang ibunda, tak di dengar sama sekali oleh Nayla. Ia berjalan tampa menoleh sedikit pun ke arah kedua orang tuanya.
"Anak itu. "
Pak Handoko, hanya bisa menghela napas, setelah melewati rasa sakit pada dadanya yang mendadak, ia berusaha menenangkan pikiran untuk tidak marah.
"Sudahlah, mah. Sebaiknya kita pikirkan cara lain untuk bisa menikahkan anak kita dengan Pak Daniel."
"Cara bagaimana lagi, pah. Papah sudah lihat sendirikan, anak itu keras kepala, tidak mau menurut pada kita. "
Pak Handoko mulai merangkul bahu sang istri, berusaha tersenyum, menyembunyikan Rasa kecewanya. " Ya papah tahu, sebaiknya kita tenangkan dulu hati kita ini. Agar tidak stres memikirkan anak kita itu. "
"Hah, benar juga pah. "
Keduanya begitu kesulitan, membujuk Nayla untuk dijadikan umpan demi perusahan yang semakin hari semakin menurun pendapatanya. Sedikit lagi, perusahaan mereka akan mengalami kebangkrutan, karena kurangnya investasi, begitu pun penolakan kerja sama dari beberapa perusahaan lainnya.
*******
Nayla yang baru saja keluar dari dalam rumah, kini menghampiri mobil mewah berwana biru muda miliknya. Mobil satu satunya pemberian sang papah saat umurnya baru saja memasukki dua puluh lima tahun. Umur yang pas untuk menikah.
Membuka pintu mobil, Nayla masuk dengan hati yang tak karuan, ia duduk. Membenarkan posisi kaca mobil, " Aku ini cantik. " Mengerutkan kedua bibir. " Kenapa papah dan mamah tega baget, jodohin aku sama tua bangka yang umurnya empat puluh ta-hun, iw, nggak kebayang malam pertama, baru masuk, eh malah mengerut di dalam. Nggak asik banget kan. "
Memukul kedua pipi dengan telapak tangan, Nayla berusaha melupakan bayangan lelaki tua yang dijodohkan dengannya.
"Ayolah Nayla, untuk apa kamu cape cape mikirin wajah bandot tua itu. Walau kamu belum tahu wajahnya, tetap sajakan, lelaki kalau udah berumur empat puluh tahun. Sudah ketebak mukanya kaya kakek kakek. Yang ada kamu stres," Berulang kali menggerutu dalam hati.
Nayla mulai menyalakan mesin mobil, ia berencana menemui sahabatnya, bernama Leora.
Di taman, dimana keduanya seperti perangko yang tak terpisahkan. Selalu bersama dalam senang dan duka.
Sampai di tempat tujuan.
"Ah, bestiku. Apa kabar? "
"Nayla sayang. "
Berpelukan, keduanya mulai duduk di kursi.
"Hey, beby ku. Sayangku, kenapa? Kok wajahnya kayak nggak semangat gitu. "
Nayla yang terlihat mengerutkan kedua bibir dari tadi, menatap ke arah Leora.
"Ah, kalau aku ceritakan kesedihan ini padamu. Mungkin kamu akan mentertawakanku, besty!"
Membulatkan mata, terkejut dengan perkataan sang sahabat. " Hey, kok kamu ngomongnya gitu sih beby, kita ini sudah temenan sejak lama, dari kandungan ibu kita, sampai berojol jadi orok. Dan ketemu pas gede. Jadi ayo ceritakan padaku kenapa?"
Nayla tak berani, ia hanya memainkan tali tasnya dengan jari jemarinya, menundukkan pandangan. Membuat Leora semakin penasaran.
Tangan mulus milik Leora mulai bergerak ke arah dagu Nayla, perlahan jari jemari putih bersih itu, mengangkat dagu Nayla.
"Apa sesuatu terjadi pada kamu, beby? Mm, sampai kamu tak berani mengatakan semuanya padaku!"
Nayla tetap saja diam, sampai Leora berdiri, menunjuk wajah sahabatnya.
"Jangan katakan, kalau Reza mutusin kamu beby. Karena selangk*ngan kamu burik dan hitam. "
Nayla mulai menarik tangan Leora, hingga sahabatnya itu duduk. " Ih, kamu ngomong apa sih. Jangan ngaco deh, emang selangk*ngan aku burik, tapi donat aku kan legit. Manis, ke gula. "
Leora tertawa setelah mendengar Nayla bercanda lagi, " lalu, kamu kenapa sedih begitu, beby?"
"Kamu tahukan, sekarang perusahaan papah aku sedang mengalami masa masa kritis. Dan hampir bangkrut. "
" Mm, ya. Lalu. "
"Kerena papah nggak mau kehilangan perusahaan ya itu, ia berusaha menjodohkan aku dengan bandot tua berumur empat puluh tahun. Bisa kamu bayangkan, menikahi kakek kakek. "
"Iw, papah kamu kok jahat banget, bisa bisanya ia menjodohkan anaknya dengan kakek kakek."
Nayla mulai mengacak rambutnya secara kasar, ia menundukkan kembali wajah, terlihat prustasi.
"Kamu yang tenang ya."
Nayla kini mengeluarkan kekesalannya di depan Leora, " BAGAIMANA AKU BISA TENANG, SEKARANG. KALAU AKU KEMBALI LAGI KE RUMAH PASTI MAMAH DAN PAPAH, MENEKANKU LAGI."
Leora merasa kasihan terhadap sahabatnya, ia mengusap pelan pundak Nayla, " gimana kalau kamu sementara tinggal di rumahku saja dulu, ya, untuk sekedar menenangkan diri, gimana?"
Mendengar pertanyaan Leora, membuat Nayla mengusap air matanya, ia memegang kedua tangan sang sahabat. " Boleh, boleh. Aku mau sekali, tapi-"
"Tapi kenapa, Nayla sahabat terbaikku?"
Tangan Nayla mulai menggaruk belakang kepalanya, ia merasa tak enak hati, selalu merepotkan Leora sang sahabat.
"Sudahlah, beby. Aku tahu kamu pasti tak enak hati kan, santai aja. Papi aku pasti bakal nerima kamu di rumah. "
Senang dan sedih bercampur aduk menjadi satu, dalam hati Nayla, dimana wanita berparas cantik itu terlihat ragu.
Sedangkan Leora, berusaha menyakinkan sahabatnya. Ia berdiri, menarik tangan Nayla untuk segera ikut dengannya.
"Ayo, beby. Kita pulang, aku tahu pasti kamu cape."
Melihat Leora begitu bersemangat, Nayla mulai melepaskan keraguannya itu, ia mengikuti langkah Leora untuk segera naik ke mobilnya.
"Apa kamu yakin. " Di dalam perjalanan, Nayla tetap saja mengutarakan keraguan dalam hatinya.
"Beby, kamu masih tanya kayak gitu, aku sudah yakin bestyku. "
Tersenyum. "BERANGKAT."
Hanya menempuh tiga puluh menit perjalanan menuju rumah Leora, wanita berambut pirang itu terburu buru keluar. Ia memukul mukul kaca mobil milik Nayla.
"Ayo cepat keluar, aku akan kenalkan kamu beby, pada papi aku. "
"Ah, iya. "
Keduanya keluar dari dalam mobil, berjalan menuju pintu utama. Sosok lelaki berjas biru dongker keluar, membuka pintu. Ia memakai kaca mata hitam, memperlihatkan sebuah senyuman saat Nayla dan anaknya sudah ada di depan pintu.
"Papih."
"Leora."
Leora tampa banyak basa basi, kini mengenalkan Nayla pada sang papah, dengan mempelihatkan kemanjaannya Leora memegang lengan sang papah. " Papih, bolehkah. Nayla tinggal di rumah kita. "
Lelaki tua itu mulai membuka kaca matanya, ia melihat Nayla, gadis polos yang terlihat lugu itu. Berucap pelan, " ternyata kamu cantik juga. "
Nayla terkejut lalu bertanya. " Ya om, kenapa?"
"Ah, tidak. " Mengalihkan pembicaraan dari Nayla, lelaki tua menatap anak semata wayangnya. " Papi izini teman kamu ini tinggal di sini. "
"Wah, papih memang baik deh. "
Memeluk sang papih, Leora menarik tangan Nayla untuk masuk ke dalam rumah. Dimana Nayla merasa sesuatu tidak beres saat ini.
Ada apa ya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Sabiya
baik
2024-01-05
0
Sabiya
Whattt.. duda lagi. g kasihan itu si Nayla
2024-01-05
0
Sabiya
astaghfirullah tua amat, kek umur Om gue
2024-01-05
0